SOLOPOS.COM - Ilustrasi hewan kurban (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Sebentar lagi akan bertemu bulan Dzulhijjah yang berarti muslim akan bertemu dengan hari raya kedua umat Islam yaitu Iduladha.

Pada hari raya Iduladha yang juga disebut dengan Idul Kurban, umat Islam disyariatkan untuk melakukan kurban.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

Dilansir dari islam.nu.or.id, Selasa (21/6/2022), hukum berkurban merupakan adalah sunnah muakad. Tetapi khusus untuk Rasulullah SAW hukumnya adalah wajib.

Jadi jika dalam keluarga sudah ada satu orang yang menjalankannya maka gugurlah kesunahan yang lain, tetapi jika hanya satu orang maka hukumnya adalah Sunnah ‘ain. Kesunnahan berkurban ini ditujukan kepada muslim yang merdeka, balig, berakal, dan mampu.

Bagi mereka yang telah sering berkurban, mungkin berniat ingin berkurban untuk anggota keluarga yang telah meninggal, mungkin orang tua, kakek atau nenek atau lainnya.

Baca Juga: Jelang Iduladha, Gubernur Jatim Cek Stok Hewan Kurban Mencukupi & Sehat

Lantas bolehkan kita berkurban untuk orang yang meninggal dunia?

Menurut ulama Buya Yahya, hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal adalah sah meskipun orang yang meninggal tidak berwasiat. Namun ada sejumlah pendapat ulama mengenai hukum berkurban bagi orang yang sudah meninggal.

Pendapat pertama, berasal dari mazhab Syafi’i. Para ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada ketentuan kurban bagi orang yang sudah meninggal, kecuali apabila ia berwasiat ingin berkurban. Jadi, kurban untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan, hanya jika shohibul kurban yang sudah tidak hidup itu pernah mewasatkan.

Secara logis, orang yang sudah meninggal memang tidak bisa berkurban, maka lazimnya kurban ini dilakukan oleh keluarganya.

Baca Juga: Deretan Amalan Setara Ibadah Haji dan Umrah, Mudah untuk Dilakukan!

Sementara jika tanpa ada wasiat dari orang yang meninggal maka kurban itu tidak sah. Tidak sahnya kurban untuk orang yang meninggal dijelaskan Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi, ulama dari mazhab syafi’I, dalam kitan Minhaj Ath-Thalibin.

Penyebabnya adalah berkurban mensyaratkan adanya niat ibadah. Orang yang sudah meninggal tidak bisa lagi berniat ibadah untuk dirinya sendiri sehingga tidak sah berkurban untuk orang yang sudah meninggal, kecuali jika ia berwasiat atas hal tersebut.

“Tidak sah berqurban untuk orang lain [yang masih hidup] tanpa seizinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiay untuk diqurbani,” (hlm.321)

Pendapat kedua, datang dari para ulama mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbalu yang menyatakan bahwa berkurban untuk orang yang sudah meninggal sah hukumnya karena dimaksudkan sebagai sedekah.

Baca Juga: Jelang Iduladha di Tengah Wabah PMK, Harga Hewan Kurban Tetap Naik

Jika kurban untuk orang yang sudah mati dianggap sedekah, maka bersedekah untuk orang yang sudah meninggal hukumnya hukumnya sah dan pahalanya bisa sampai kepada yang dikurbani.

Pendapat ini merujuk pada riwayat mengenai kurban yang dilaksanakan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu.

“Bahwasanya Ali Radhiallahu Anhu pernah berqurban atas Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dengan menyembelih dua ekor kaming kibasy. Dan beliau berkata: Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallammenyuruhnya melakukan demikan,” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad, Hakim dan Baihaqi).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya