SOLOPOS.COM - Ilustrasi menikah. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Menikah dengan kondisi calon penganti perempuan hamil beberapa dialami oleh umat Islam, lalu bagaimana kira-kira hukumnya menurut Nahdlatul Ulama (NU)?

Dalam Islam, Allah SWT telah menciptakan manusia untuk berpasang-pasangan atau dalam kata lain menikah. Oleh karena itu, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk menikah. Hal ini untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang sudah mampu ba’at (menikah), maka menikahlah! Sebab, menikah itu lebih mampu menundukkan (menjaga) pandangan dan memelihara kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka sebaiknya ia berpuasa. Sebab, puasa adalah penekan nafsu syahwat baginya,” (HR Muslim).

Lalu, bagaimana hukumnya jika menikah saat dalam kondisi perempuan hamil?

Mengutip penjelasan Nahdlatul Ulama (NU online), menikah atau melakukan akad nikah dalam keadaan hamil adalah sah pernikahannya. Hal ini berpedoman dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) atau disebut juga Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tahun 1991.

Mengenai menikah dalam kondisi hamil ini dijelaskan dalam bab VIII tentang kawin hamil ini pasal 53 dan 54. Adapun isi dari pasal tersebut adalah pada pasal 53 ayat 1 menjelaskan, seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Pada ayat 2, yaitu perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Pada ayat 3, yaitu dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak dikandung lahir.

Sementara itu, menurut Mazhab Syafi’i, hukum menikah saat hamil dibolehkan bagi yang telah menghamilinya maupun dengan laki-laki lain.

Pendapat Mazhab Syafi’i ini dianologikan dengan kisah berikut ini. “Kalau satu orang mencuri buah dari satu pohon, ketika itu haram. Kemudian dia beli pohon itu, maka apakah buahnya tadi masih haram atau sudah halal? Itu sudah halal. Tadinya haram kemudian menikah baik-baik maka menjadi halal.”

Berbeda dengan Mazhab Syafi’i, Mazhab Malikiyyah menyebut hukum menikah saat hamil tidak sah perkawinannya, kecuali dengan laki-laki yang telah menghamilinya. Hal ini juga harus memenuhi syarat, yakni taubat terlebih dahulu.

Adanya perbedaan pendapat tersebut, NU menyebut hukum menikah saat hamil ini berpedoman dengan KHI. “KHI ini merupakan salah satu produk Fikih Indonesia, karena merupakan serapan dari berbagai kitab-kitab klasik yang ada dengan mempertimbangkan kemaslahatan umat. Serta KHI juga dijadikan pedoman oleh para hakim di Pengadilan Agama untuk menyelesaikan masalah talak, cerai, rujuk, waris, wakaf, harta bersama, dan sebagainya,” tulis NU di laman resminya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya