SOLOPOS.COM - FOTO/Istimewa

FOTO/Istimewa

Bisa jadi banyak orang yang masih sanksi terhadap kemampuan Ibrahim Fatwa Wijaya. Di usianya yang belum genap 30 tahun, jebolan University of Birmingham, United Kingdom ini tampil memimpin sebuah perguruan tinggi.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Pemuda yang akrab disapa Boim ini tidak mau ambil pusing dengan anggapan orang. Termasuk, jika ia disebut mendompleng nama besar ayahnya, Prof Bambang Setiaji. Boim selama ini yakin dan percaya diri dengan kemampuan yang ia miliki.

“Modal pertama saya pede dulu bahwa saya mampu bekera dan punya niat yang tulus serta selalu sharing dengan siapa pun. Soal anggapan orang, tidak masalah bagi saya,” ujarnya kepada Espos, Sabtu (22/4).

Rasa percaya diri itu kemudian ia ramu dengan kemampuan manajerial dan gagasan inovatifnya. Ia pun banyak membuat gebrakan baru di perguruan tinggi yang dipimpinnya.

Beberapa gebrakan yang ia buat di antaranya mewajibkan mahasiswa menggunakan buku pelajaran berbahasa Inggris, begitu juga dengan dosen dan tenaga pengajar harus menggunakan buku yang sama dengan mahasiswa.

Selama pengajaran mata kuliah inti, baik dosen maupun mahasiswa harus menggunakan bahasa Inggris. Mahasiswa yang mengambil program pesantren diwajibkan memiliki skor TOEFL 400 agar nantinya tidak kesusahan mengikuti pelajaran.

“Mahasiswa yang mengambil program kuliah dan pesantren mendapat pengajaran bahasa Inggris dan bahasa Arab selama empat tahun penuh,” ujarnya.

Yang tak kalah inovatifnya, ia menerapkan program listening dan writing kepada mahasiswanya dengan memanfaatkan siaran televisi BBC. Ia pun tak sungkan-sungkan mendorong  mahasiswanya mengikuti berbagai kompetensi baik berskala lokal, nasional hingga internasional.

“Kenapa saya mewajibkan bahasa Inggris karena saya ingin kelak setelah lulus mahasiswa tidak kesulitan. Awalnya mungkin berat bagi mahasiswa tapi lama-lama akan terbiasa dan mereka bisa merasakan manfaatnya, saya ingin mahasiswa bisa meraih beasiswa S2 ke luar negeri, ” tukasnya.

Kerja keras dan loyalitasnya membimbing mahasiswa pelan tapi pasti kini mulai membuahkan hasil. Dalam enam bulan terakhir, STIE Swasta Mandiri yang ia nakhodai berturut-turut meraih prestasi dalam berbagai kompetisi dari mulai juara II Olimpiade Ekonomi Islam, juara I karya tulis BPK kategori opini editorial karya jurnalistik, juara II lomba karya ilmiah  Bank Indonesia di bidang Stabilitas Sistem Keuangan dan juara III Bisnis Model Bank Syariah Mandiri.

“Saya sangat puas atas prestasi yang diraih dosen dan mahasiswa STIE Swasta Mandiri. Walaupun kampusnya kecil tapi dengan prestasi yang dimiliki, Insya Allah akan mengangkat nama kampus ini. Saya ingin membuktikan bahwa dalam kerja keras akan ada hasil yang keliatan,” ujarnya.

Selain mendorong mahasiswa dan dosen mengikuti kompetisi, ia juga mengimbangi diri dengan terus mengasah kemampuan. Saat ini, Boim mengaku mengincar program penelitian yang diadakan Dikti.

“Target pribadi saya ingin melanjutkan studi S3, mudah-mudahan bisa mendapatkan beasiswa lagi ke Inggris. Tapi saat ini masih fokus mengajar,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya