SOLOPOS.COM - Fahri Munif berada di pangkuan ibundanya Retno Ambarwati di kantor Solopeduli, Kamis (17/10/2013). (JIBI/Solopos/Is Ariyanto)

Fahri Munif berada di pangkuan ibundanya Retno Ambarwati di kantor Solopeduli, Kamis (17/10/2013). (JIBI/Solopos/Is Ariyanto)

Fahri Munif berada di pangkuan ibundanya Retno Ambarwati di kantor Solopeduli, Kamis (17/10/2013). (JIBI/Solopos/Is Ariyanto)

Solopos.com, SOLO – Kondisi Fahri Munif Asshabri hingga saat ini berawal sejak lahir. Menurut ibunda Fahri, Retno Ambarwati,  Fahri lahir prematur saat usia kandungannya tujuh bulan. Fahri lahir dengan berat 2000 gram. Setelah lahir hingga enam bulan, kondisi Fahri berangsur membaik. Hal itu terlihat dari berat badan yang terus naik tiap bulan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Malapetaka muncul saat Fahri berusia enam bulan. Menurut Retno, saat usia enam bulan itu, Fahri mengalami diare dan panas tinggi. Bahkan, hingga beberapa hari, panas tidak berangsur turun. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, diketahui Fahri mengalami radang paru-paru dan mengharuskan mengkonsumsi obat-obatan selama enam bulan berturut-turut.

“Kondisi itu membuat Fahri harus opname di rumah sakit di Purwodadi,” tandas warga Dusun Krenekan RT 003/RW007, Desa Tunggak, Kecamatan Toroh, Grobogan ini kepada Solopos.com, Kamis (17/10/2013).

Semenjak peristiwa itu, anak pertamanya tersebut mengalami kelainan seperti saat ini. Selain kesulitan berjalan, Fahri juga diketahui terlambat berbicara.

“Saat ini Fahri baru bisa mengucapkan beberapa kata-kata yang belum jelas, pendek-pendek,” ujarnya lirih.

Kondisi yang dialami Fahri itu, ternyata beban yang dipikul Retno bertambah berat. Biduk rumah tangga yang dijalani harus kandas. Meski sempat rujuk, namun perceraian pun tak bisa terelakkan. Meski demikian, menurut Retno, hal itu tidak menyurutkan baginya mengasuh anaknya tersebut.

Demi kesembuhan anak semata wayangnya tersebut, Fahri kini belajar dibantu dengan sepatu khusus yang dipesan di RSO Prof Dr R Soeharso Solo.

“Sepatu ini dipesan sekitar tiga pekan. Untuk membantu berjalan,” tambahnya.

Selain itu, saat berada di Solo, bersama relawan Solopeduli, Fahri juga menjalani serangkaian pemeriksaan di rumah sakit rujukan nasional ortopedi tersebut. Hasilnya, Fahri harus menjalani tiga terapi secara rutin, yakni okupasi terapi, terapi wicara dan fisioterapi.

“Terapi itu harus rutin dilakukan tiga kali sepekan. Bisa dilakukan di Purwodadi,” jelasnya.

Meski harus tiga kali sepekan, Retno hanya mampu melakukannya selama sekali dalam sepekan. Hal itu karena tugas-tugas mengajar dan menjadi wali kelas di sekolah yang tidak bisa ditinggalkan.

Kendala lain yang kini dihadapi Retno yakni tidak adanya dokter anak sub spesialis tumbuh kembang anak di Purwodadi untuk memantau perkembangan Fahri. Retno harus membawanya ke Semaran untuk sekadar konsultasi dan memantau perkembangan.

Meski terkendala, menurut Retno, ia optimistis bisa memberikan yang terbaik bagi kesembuhan anaknya tersebut. Anaknya bisa beraktivitas normal sebagai teman sebayanya. Ia juga berterima kasih atas dukungan dari semua pihak, bahkan ada dompet peduli Fahri yang digagas Solopeduli demi kesembuhan anaknya tersebut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya