SOLOPOS.COM - Ilustrasi musim kemarau. (JIBI/Bisnis/Semarangpos.com/Dok.)

Semarangpos.com, SEMARANG — Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim kemarau di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Jawa Tengah (Jateng) akan berlangsung lebih lama dari yang diprediksi. Musim kemarau tahun ini kemungkinan masih akan terjadi hingga November nanti.

Hal itu disampaikan Kepala BMKG, Dwi Korita Karnawati, saat menghadiri acara Mikrozonasi Kota Besar di Hotel Grand Candi Semarang, Jateng, Kamis (19/9/2019).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Musim kemarau 2015 merupakan yang paling lama. Tahun ini nomor dua [terpanjang] setelah musim kemarau 2015. Musim hujan mundur sehingga kemarau lebih panjang,” ujar Dwi.

Dengan musim kemarau yang panjang ini, masyarakat pun diimbau meningkatkan kewaspadaan, terutama dalam menghadapi risiko bencana kebakaran.

Ekspedisi Mudik 2024

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jateng, Sri Puryono, mengatakan saat ini bencana kebakaran hutan tengah melanda beberapa wilayah di Jateng, seperti Gunung Merbabu, Gunung Slamet, dan Gunung Merapi.

“Saat ini kita sedang mengalami bencana kebakaran hutan di Taman Nasional Gunung Merbabu di wilayah Resor Pakis, Wonolelo, Selo, dan Ampel. Selain di Gunung Merbabu, kebakaran hutan juga terjadi Gunung Slamet yang meliputi wilayah Kabupaten Tegal, Brebes dan Banyumas, serta Gunung Merapi,” kata Sekda.

Kebakaran di Gunung Merbabu diperkiran mencapai 436 hektare dan sempat padam pada Minggu (15/9/2019). Namun karena angin yang bertiup kencang, api kembali muncul di dua titik dan kembali membakar hutan.

Sedangkan kebakaran di Gunung Slamet yang meliputi daerah Bumijawa semula menghanguskan lahan hutan seluas 15 hektare, kemudian meluas ke wilayah Banyumas, lalu melebar ke arah Sawangan Bumijawa seluas 225 hektare.

“Sampai dengan saat ini kemungkinan bertambah. Diharapkan kejadian bencana kebakaran di Gunung Merbabu dan Gunung Slamet dapat segera diatasi dengan upaya sinergi semua pihak, terutama DLHK [Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan] dan Perhutani,” harapnya.

Sekda menjelaskan, dalam rangka menghadapi bencana diperlukan berbagai upaya. Apalagi musim kemarau tahun ini diperkirakan baru berakhir November nanti.

Beberapa langkah, lanjut Sekda antara lain menciptakan organisasi dan koordinasi untuk memahami dan mengurangi risiko bencana. Selain itu menyiapkan anggaran dalam upaya pengurangan risiko bencana dan penguatan kapasitas masyarakat, lembaga pendidikan, kesehatan, dan lainnya.

Dalam kesempatan itu, Sekda juga menyatakan jika Jateng tergolong daerah dengan risiko bencana tinggi. Berdasarkan indeks risiko bencana Indonesia 2013, Jateng menempati urutan ke-13 di tingkat nasional sebagai daerah dengan risiko bencana dengan skor 158. Sedangkan frekuensi kejadian bencana di Jateng selama 2016-2018 tergolong cukup tinggi. Data tahun 2016 ada sekitar 1.574 kejadian bencana di Jateng, 2.304 kejadian pada 2017, dan 1.760 kejadian di 2018.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya