SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;"><strong>Semarangpos.com, SEMARANG &mdash;</strong> Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengaku tidak yakin dengan ancaman pemerintah memblokir Facebook. Pasalnya, pengguna media sosial itu di Indonesia saat ini mencapai 130 juta.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">Karena itu, menurut Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Center (Cissrec), kalaupun Facebook diblokir maka terlebih dulu dibutuhkan media pengganti. "Kalau Facebook masih <em>ngeyel</em> terus, menurut saya perlu blokir. Akan tetapi perlu punya solusi pengganti," katanya menjawab pertanyan Kantor Berita <em>Antara </em>di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (12/4/2018).</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">Menurut Pratama, ada risiko tersendiri bila pemerintah memblokir Facebook. Bahkan, risikonya bisa melebar ke politik dan menimbulkan ketidakstabilan di tanah air.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">Wacana pemblokiran Facebook itu terkait dengan dugaan pencurian data oleh Cambridge Analytica terhadap 87 juta data pengguna FB di dunia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.096.666 di antaranya adalah warganet (netizen) Indonesia.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">Pratama berpendapat bahwa posisi Indonesia lemah karena secara infrastruktur tidak memiliki alternatif pengganti media sosial lokal. Berbeda dengan Cina yang memblokir Facebook, Google, dan Whatsapp, namun sudah menyiapkan aplikasi alternatif, seperti QQ, Weibo, dan Wechat.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">Media sosial, kata dia mengingatkan, sudah berkembang lebih dari sekadar tempat bertemu kawan lama. Kini, media sosial bahkan sudah menjadi mencari nafkah bagi banyak orang. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) relatif banyak menggunakan Facebook untuk sarana promosi.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">"Ini yang seharusnya menjadi pelajaran agar dalam beberapa waktu ke depan pemerintah bisa melihat ini sebagai prioritas untuk membangun platform media sosial maupun layanan internet lainnya," kata Pratama.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">Menurut dia, kasus kebocoran data pemakai Facebook ini juga terjadi di platform lain dengan jumlah berbeda, bisa lebih kecil atau banyak. "Masalah privasi di negeri kita juga perlu mendapatkan payung hukum lewat Undang-Undang Perlidungan Data Pribadi. Hal ini juga harus diselesaikan pemerintah," kata Pratama yang pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) itu.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">Menyinggung kembali kasus Facebook, dia mengemukakan bahwa ancaman pemerintah untuk memblokir Facebook di satu sisi ingin menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat. Namun, tidak cukup dengan itu.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">Komitmen pemerintah, lanjut dia, harus ditunjukkan dengan menyelesaikan UU Perlindungan Data Pribadi sekaligus menyelesaikan program registrasi kartu prabyar yang sampai saat ini masih kusut, terutama saat terkait dengan kepentingan bisnis provider.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">"Katakanlah Facebook benar-benar ditutup, sebagian besar masyarakat kita akan dengan mudah memindahkan ke platform lain. Akan terus seperti itu bila satu platform melakukan pelanggaran privasi dan kebocoran data pemakai," katanya.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">Ia mengatakan bahwa Facebook tahu persis pemerintah akan sulit untuk benar-benar memblokir mereka karena ketergantungan masyarakat pada Facebook relatif sangat besar. Oleh karena itu, menurut Pratama, solusinya tidak mudah dan tidak cepat. Pemerintah wajib membangun platform baru media sosial lokal. Setelah jadi, harus di-"support" sehingga masyarakat memakainya.</p><p style="margin-bottom: 0cm; line-height: 100%;">"Tentu harus ada diferensiasi, misalnya akun media sosial ’negara’ ini tersambung dengan NIK serta menjadi pintu gerbang ’Single Identity Number’. Jadi, tidak menutup kemungkinan bentuk program Single Identity Number ini berwajah media sosial," katanya.</p>

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya