Solopos.com, KETAPANG — Unit Penyelamat Satwa Liar Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ketapang, Sabtu (29/8/20), menyelamatkan seekor bayi orang utan. Primata dilindungi itu adalah korban pemeliharaan ilegal di Dusun Ampon, Desa Krio Hulu, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, Kalbar.
Penyelamatan itu dilakukan BKSDA Kalimantan Barat bekerja sama dengan Wildlife Protection Unit Manager International Animal Rescue [IAR] Indonesia. Bayi orang utan berjenis kelamin perempuan itu awalnya ditemukan oleh salah seorang warga di wilayah Babio, Kabupaten Sekadau, Kalbar saat sedang bekerja di usaha perkayuan, sekitar awal bulan Juli 2020 lalu.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Tanpa berpikir panjang, ia langsung membawa orang utan tersebut ke rumahnya. Bayi orang utan yang mengalami cedera pada kaki kanannya itu lalu diberi nama Covita karena dirawat oleh salah seorang warga warga Covita.
Limbah Masker dan APD di India Jadi Batu Bata
Selama dipelihara oleh pemiliknya, Covita dirantai di sebuah rumah walet yang masih setengah jadi. Covita sehari-harinya diberi makan seadanya, yaitu jambu monyet, air gula, dan susu kental manis.
Penyelamatan Covita dari pemelihara ilegal itu bermula saat salah seorang warga desa lain mengetahui tentang pemeliharaan satwa liar dlindungi tersebut. Ia pun lantas meminta untuk si pemilik agar melepaskan Covita atau menyerahkan ke pihak berwenang.
Si pemilik Covita itu pun setuju akhirnya menyerahkan bayi orang utan tersebut. Karena desa tempat tinggal si pemilik itu cukup sulit untuk dijangkau, ia pun pergi ke desa sebelah, yaitu Desa Ampon untuk menyerahkan bayi orang utan tersebut.
Memprihatinkan! Jual-Beli Kukang Marak di Medsos
Daerah tempat Covita itu memang sangat terpencil. Untuk mencapi Dusun Ampon, tim gabungan harus melakukan perjalanan darat selama delapan jam dari Pusat Penyelamatan Orang Utan IAR Indonesia di Desa Sungai Awan dan dilanjutkan dengan perahu motor selama tiga jam.
Dari hasil pemeriksaan gigi oleh dokter hewan IAR Indonesia, Adisa, Covita diperkirakan berusia 2,5 tahun. Dia mengatakan ada tonjolan pada tulang paha kanannya. Covita juga menderita penyakit kulit yang membuat sebagian kulitnya mengelupas dan rambutnya rontok di kedua kaki dan punggungnya.
“Kemungkinan besar ini adalah bekas cedera yang dialaminya dulu ketika ditemukan. Selain itu, Covita juga menderita penyakit kulit yang membuat sebagian kulitnya mengelupas dan rambutnya rontok di kedua kaki dan punggungnya,” ujarnya.
Galaksi Mirip Tie Fighter dalam Star Wars Ditemukan
Covita saat ini sudah berada di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Orang Utan IAR Indonesia di Desa Sungai Awan, Kabupaten Ketapang, Kalbar. Bayi orang utan itu akan menjalai masa karantina selama 32 hari.
Potensi Penularan Penyakit
Selama karantina berlangsung, Covita akan menjalani pemeriksaan secara rutin oleh tim medis IAR Indonesia. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bayi orang utan itu tidak membawa penyakit berbahaya yang bisa menular ke orang utan lainnya di pusat rehabilitasi IAR Indonesia.
Menurut Kepala Balai BKSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta, pemeliharaan ilegal tumbuhan dan satwa liar dapat memberikan dampak buruk bagi kedua belah pihak. “Dari sisi satwanya dapat menyebabkan perubahan perilaku alami orangutan dan di sisi lain dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia di sekitarnya,” jelasnya.
Taman Nasional Bwindi Uganda Kebanjiran Bayi Gorila Gunung
Ia juga menambahkan bahwa deoxyribo nucleic acid (DNA) orangutan sangat mirip dengan manusia. Hal ini memungkinkan berpindahnya penyakit satu sama lain.
“Di samping itu, DNA orang utan yang sangat mirip dengan manusia memungkinkannya menjadi perantara berpindahnya penyakit yang dibawanya kepada manusia. Begitu pula sebaliknya,” paparnya.
Selaras dengan itu, Ketua Umum YIARI, Tantyo, menjelaskan bahwa penyerahan satwa liar ke pihak berwenang pada masa pandemi seperti sekarang ini dapat mengurangi potensi penyekit menular. “Di masa pandemi seperti sekarang, penyerahan satwa liar yang dilindungi ini dapat mengurangi kemungkinan bahaya penyakit menular,” tandasnya.
ne; width:100%;" target="_blank" rel="noopener noreferrer">rmal; font-weight:550; line-height:18px;"> View this post on Instagrampx 0 0 0; padding:0 4px;"> rmal; font-weightrmal; line-height:17px; text-decorationne; word-wrap:break-word;" target="_blank" rel="noopener noreferrer">Sahabat, pekan lalu kami bersama Unit Penyelamat Satwa Liar - Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ketapang @bksdakalbar menyelamatkan satu bayi orangutan korban pemeliharaan illegal satwa liar dilindungi di Dusun Ampon, Desa Krio Hulu, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang. Bayi orangutan berjenis kelamin betina ini awalnya ditemukan oleh salah satu warga di wilayah Babio, Kabupaten Sekadau pada awal bulan Juli 2020 lalu. Ketika ditemukan, orangutan yang diberi nama Covita ini mengalami cedera pada kaki kanannya. Selama dipelihara oleh pemiliknya, Covita dirantai di sebuah rumah walet yang belum jadi. Dari hasil pemeriksaan gigi, Covita diperkirakan berusia 2,5 tahun. . Selain ditemukan bekas cedera di tulang pahanya, Covita juga menderita penyakit kulit yang membuat sebagian kulitnya mengelupas dan rambutnya rontok di kedua kaki dan punggungnya. Covita saat ini sudah berada di Pusat Penyelamatan dan rehabilitasi orangutan IAR Indonesia di Desa Sungai Awan, Kabupaten Ketapang yang memiliki fasilitas kesehatan dan perawatan satwa untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Nantinya Covita akan menjalani rehabilitasi untuk mempelajari kemampuan hidup di alam bebas sebagai orangutan. Simak kisah selengkapnya di http://bit.ly/OU-Covita #iarindonesia #orangutan #penyelamatorangutan px; overflow:hidden; paddingpx 0 7px; text-align:center; text-overflow:ellipsis; white-spacewrap;">A post shared by rmal; font-weightrmal; line-height:17px;" target="_blank" rel="noopener noreferrer"> IAR Indonesia (@iar_indonesia) on