SOLOPOS.COM - Ilustrasi Prostitusi, PSK (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, SOLO – Bisnis prostitusi menjadi salah satu penyakit masyarakat yang getol diberantas pemerintah di Indonesia, khususnya di Kota Solo, Jawa Tengah. Sejak zaman dulu kala pemberantasan aksi pelacuran dan penutupan lokalisasi terus dilakukan.

Namun, rupanya bisnis prostitusi tetap saja menjamur sampai saat ini. Bahkan menurut catatan sejarah, para penguasa tradisional di masa penjajahan Belanda sempat dibuat kelimpungan oleh aksi para penjaja cinta di jalanan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca juga: Tegas! Gibran Perintahkan Prostitusi Online di Solo Diberantas

Prostitusi di Silir

Skripsi karya David Kurniawan, mahasiswa Ilmu Sejarah UNS Solo, berjudul Pelacuran di Surakarta mengkaji praktik prostitusi di Kota Solo setelah resosialisasi Silir ditutup pada 1998. Hasil penelitian itu menunjukkan penutupan resosialisasi Silir rupanya menimbulkan permasalahan sosial yang lebih besar.

Para PSK yang awalnya menjaring pelanggan di Silir berpindah ke jalanan. Hal ini menyebabkan maraknya bisnis prostitusi di jalanan Kota Solo.

Baca juga: Ditinggal Suami Berenang, Wanita Nogosari Meninggal Tenggelam di Umbul Pengging Boyolali

Pelacuran atau prostitusi merupakan penyakit serta fenomena sosial dalam masyarakat yang sangat kompleks. Pemerintah daerah mengatur pembinaan para pelacur dengan melakukan kontrol terhadap kesehatan mereka serta berbagai pendidikan dan pelatihan keterampilan.

Para PSK biasanya ditempatkan di kompleks resosialisasi untuk lokalisasi dan rehabilitasi. Lewat resosialisasi ini tercipta hubungan yang kondusif antara penyedia, pengatur, serta penerima layanan prostitusi seperti di Silir, Solo dulu.

Baca juga: Makan Korban di Sragen, Pengobatan Sangkal Putung Bisa Digugat?

Silir Ditutup

Resosialisasi Silir merupakan kompleks prostitusi yang terdaftar di Indonesia yang terletak di pinggiran Kota Solo, Jawa Tengah. Pengunjung yang hendak masuk diwajibkan membeli karcis.

Resosialisasi Silir menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sampai akhirnya tempat tersebut ditutup pada 27 Agustus 1998. Tetapi keputusan yang terburu-buru itu menimbulkan masalah lain, yakni memicu praktik prostitusi bebas di Kota Solo.

Saat Silir ditutup, para PSK diberi uang saku Rp150.000 untuk kembali ke kampung halaman. Namun, ada beberapa dari mereka yang tidak kembali, malahan menjajakan cinta di jalanan Kota Solo. Alasan tidak memiliki keterampilan membuat mereka terjun ke lembah hitam tersebut.

Baca juga: Terungkap! Ini Pasien Pertama Pijat Mak Erot

Prostitusi Online

Sampai saat ini bisnis prostitusi masih cukup subur di Kota Solo. Pada Sabtu (27/2/2021), Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, terjun langsung melakukan operasi pekat. Dalam operasi tersebut sebanyak 36 PSK diamankan.

Gibran juga memerintahkan polisi memberantas prostitusi online yang masif di media sosial berdasarkan informasi masyarakat. “Kemarin operasi pekat bersama Polresta Solo kan baru pertama kali. Lalu banyak masukan di twitter sama michat lebih banyak, akan kami telusuri dan trace satu per satu,” papar Gibran.

Baca juga: 4 Kuliner Tradisional Langka di Solo, Pernah Coba?

Sebagai informasi, sejumlah situs media massa online memberitakan prostitusi online di Kota Solo semakin marak selama pandemi Covid-19. Layanan esek-esek itu ditawarkan melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter.

Berdasarkan informasi yang diterima Solopos.com modus pertama menggunakan media sosial seperti Twitter untuk promosi, lalu tawar-menawar dilakukan lewat aplikasi perpesanan seperti WhatsApp. Modus kedua memanfaatkan MiChat, sebuah aplikasi berburu teman yang dilengkapi fitur obrolan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya