SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, WONOGIRI Risiko dan keuntungan bisnis pertanian hortikultura sama-sama besar. Risiko besar dan ketidakpastian harga jual membuat mayoritas petani enggan menanam komoditas hortikultura, termasuk di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

Alhasil, hanya petani yang sudah terbiasa menanam dan mengetahui pasar hortikultura yang bersedia menjalankan bisnis tersebut. Sebagai informasi, hortikultura terdiri atas empat kelompok, yakni buah-buahan tahunan, sayuran dan buah semusim, tanaman biofarmaka atau obat, dan tanaman bunga.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Komoditas hortikultura strategis, seperti semangka, melon, cabai, bawang merah, dan lainnya. Tulisan ini membicarakan ihwal komoditas hortikultura strategis yang paling sering ditanam petani.

Baca Juga: Terampil Bungkus Kado Bisa Jadi Peluang Bisnis

Petani hortikultura asal Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Mulyadi, saat ditemui Espos di Selogiri, belum lama ini, menyampaikan hanya sebagian kecil petani di Wonogiri yang menjalankan usaha pertanian hortikultura. Dia dapat memahami kondisi itu karena pertanian hortikultura sangat berbeda dengan pertanian padi.

Menurut lelaki yang juga Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian atau THL TBPP Selogiri itu kebanyakan petani enggan menanam komoditas hortikultura karena beberapa faktor. Bertani hortikultura membutuhkan modal lebih besar dari pada bertani padi, meski lahan yang ditanami lebih sempit.

Dia mencontohkan, menanam padi di lahan seluas 4.000 m2 membutuhkan modal lebih kurang Rp5 juta. Sementara, menanam semangka di lahan yang lebih sempit, yakni lebih kurang 3.000 m2 setidaknya membutuhkan modal Rp6 juta-Rp7 juta.

Baca Juga: Kok Tesla Lebih Pilih India Ketimbang Indonesia?

“Ini karena pertanian hortikultura membutuhkan berbagai alat dan kegiatan, termasuk perawatan dan upah pekerja,” kata Mulyadi.

Risiko kegagalan bertani hortikultura besar, baik akibat hama maupun penyakit. Terlebih, jika penanaman dilakukan saat penghujan seperti sekarang. Karena itu tanaman membutuhkan perawatan intensif setiap hari.

Petani juga harus pintar mengalkulasi harga pasar produksi saat panen. Biasanya petani mengacu pada daerah penghasil komoditas hortikultura dalam skala besar, seperti Purwodadi penghasil bawang merah, Kulonprogo melon, cabai, dan semangka, dan daerah di pantai utara atau pantura bawang merah, cabai, dan semangka. Jika spekulasi luput bisa berakibat kerugian.

Baca Juga: 4 Zodiak Ini Kata Astrologi Sulit Percayai Orang Lain

“Misalnya, pertanaman semangka di daerah penghasil sedang tidak banyak, maka petani berani menanam semangka. Itu karena produksi di daerah penghasil bakal tidak banyak sehingga harga pasar tidak anjlok. Kalau produk di daerah penghasil sangat melimpah petani tidak berani tanam semangka. Soalnya kalau produksi melimpah harga pasti anjlok,” imbuh Mulyadi.

Dia menilai masalah utama bisnis pertanian hortikultura adalah ketidakpastian harga. Jika petani mendapatkan harga yang pasti, dia meyakini petani akan semangat menanam tanaman hortikultura dan berani mengambil risiko.

Kepastian harga itu hanya bisa diperoleh dengan bermitra dengan perusahaan. Atas kerja sama yang dijalin itu perusahaan bersedia menyerap hasil produksi dengan memberi harga tertentu yang saling menguntungkan. Perusahaan juga memasarkannya. Masalahnya, tidak semua petani bisa menjalin kerja sama.

Baca Juga: PSIS Semarang Dipastikan Bisa Pakai Stadion Jatidiri

“Karena faktor-faktor itu, hanya petani yang sudah terbiasa “bermain” yang mau menjalankan usaha pertanian hortikultura. Terlepas dari semua itu usaha pertanian hortikultura memang menjanjikan ketika harga pas bagus,” ulas Mulyadi.

Keuntungan

Dia memberi gambaran dengan merujuk contoh yang sudah dibuat sebelumnya. Menanam semangka di lahan 3.000 m2 bisa menghasilkan produksi lebih kurang 6 ton. Saat harga pasar standar, yakni Rp3.000/kg, petani dapat memperoleh keuntungan Rp11,2 juta dari modal Rp6 juta-Rp7 juta.

Jika luas tanam lebih besar, produksi bakal lebih banyak, sehingga keuntungan bisa lebih besar. Terlebih, apabila harga jual lebih tinggi. Keuntungan itu diperoleh dalam waktu hanya dua bulan sesuai masa panen tanaman.

Baca Juga: Ini 7 Tips Fengsui Rumah di Tahun Kerbau Logam 2021

Contoh lainnya, menanam bawang merah di lahan seluas 0,1 ha dengan modal Rp12,1 juta bisa untung Rp9,3 juta. Itu dihitung dengan mengacu produksi 1,5 ton dan harga jual dari petani standar, Rp15.000/kg.

Petani yang juga Kepala Desa Jimbar, Kecamatan Pracimantoro, Sutrisno, menyampaikan hal sama. Saat harga jual anjlok petani rugi besar. Ini pernah dialami petani di desanya pada September 2020 lalu. Akibat harga rendah itu petani lebih memilih merantau ke kota.

Namun, saat harga jual normal, apalagi tinggi, petani semangat menanam hortikultura. Petani hortikultura di Jimbar kebanyakan petani muda. Jenis tanaman yang ditanam, seperti cabai berbagai jenis dan bawang merah.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya