SOLOPOS.COM - Sayuti Melik. (Wikipedia)

Solopos.com, SOLO-Nama Mohamad Ibnu Sayuti atau  lebih dikenal sebagai Sayuti Melik dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai pengetik naskah Proklamasi kemerdekaan RI, berikut ini biografinya. Dia adalah suami dari Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati dan aktivis perempuan pada zaman pergerakan dan zaman setelah kemerdekaan.

Dikutip dari berbagai sumber, Senin (8/8/2022), pria kelahiran 22 November 1908 ini merupakan anak dari Abdul Mu’in alias Partoprawito, seorang bekel jajar atau kepala desa di Sleman, Yogyakarta. Sedangkan ibunya bernama Sumilah. Dia mengenyam pendidikan mulai Sekolah Ongko Loro (Setingkat SD) di desa Srowolan, sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat ijazah di Yogyakarta.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Nasionalisme sudah sejak kecil ditanamkan oleh ayahnya kepada Sayuti kecil. Ketika itu ayahnya menentang kebijaksanaan pemerintah Belanda yang menggunakan sawahnya untuk ditanami tembakau.

Biografi Sayuti Melik mencatat dia pernah belajar di sekolah guru di Solo, 1920.  Dia belajar nasionalisme dari guru sejarahnya yang berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink. Pada usia belasan tahun itu, ia sudah tertarik membaca majalah Islam Bergerak pimpinan K.H. Misbach di Kauman, Solo, ulama yang berhaluan kiri.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Mengenang Sejarah Kemerdekaan RI, Siapa Penulis Teks Proklamasi?

Ketika itu banyak orang, termasuk tokoh Islam, memandang Marxisme sebagai ideologi perjuangan untuk menentang penjajahan. Dari Kiai Misbach ia belajar Marxisme. Perkenalannya yang pertama dengan Bung Karno terjadi di Bandung pada 1926.

Tulisan-tulisannya mengenai politik menyebabkan ia ditahan berkali-kali oleh Belanda. Pada tahun 1926 ditangkap Belanda karena dituduh membantu PKI dan selanjutnya dibuang ke Boven Digul (1927-1933). Tahun 1936 ditangkap Inggris, dipenjara di Singapura selama setahun. Setelah diusir dari wilayah Inggris ditangkap kembali oleh Belanda dan dibawa ke Jakarta, dimasukkan sel di Gang Tengah (1937-1938).

Sepulangnya dari pembuangan, Sayuti berjumpa dengan SK Trimurti, dan terlibat dalam berbagai kegiatan pergerakan secara bersama. Akhirnya pada 19 Juli 1938 mereka menikah.

Pada tahun itu juga mereka mendirikan koran Pesat di Semarang yang terbit tiga kali sepekan dengan tiras 2.000 eksemplar. Karena penghasilannya masih kecil, pasangan suami-istri itu terpaksa melakukan berbagai pekerjaan dari redaksi hingga urusan percetakan, dari distribusi dan penjualan hingga langganan.

Baca Juga: Biografi Soekarno, Masa Kecil Sakit-sakitan hingga Menjadi Proklamator

Trimurti dan Sayuti Melik bergiliran masuk keluar penjara akibat tulisan mereka mengkritik tajam pemerintah Hindia Belanda. Sayuti sebagai bekas tahanan politik yang dibuang ke Boven Digul selalu dimata-matai dinas intel Belanda (PID).  Pada Maret 1942 koran Pesat diberedel Jepang, Trimurti ditangkap Kempetai, Jepang juga mencurigai Sayuti sebagai orang komunis.

Biografi Sayuti Melik sebagai pahlawan mencatat bahwa dia termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam penculikan Soekarno dan Hatta pada 16 Agustus 1945. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.

Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta, maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok.

Baca Juga: Ini Daftar Istri Soekarno, Ada yang dari Jawa sampai Jepang

Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Sedangkan Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamirkan kemerdekaan.

onsep naskah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad Subardjo di rumah Laksamana Muda Maeda.  Wakil para pemuda, Sukarni dan Sayuti Melik. Masing-masing sebagai pembantu Bung Hatta dan Bung Karno, ikut menyaksikan peristiwa tersebut. Setelah selesai, dini hari 17 Agustus 1945, konsep naskah proklamasi itu dibacakan di hadapan para hadirin. Namun, para pemuda menolaknya. Naskah Proklamasi itu dianggap seperti dibuat oleh Jepang.

Dalam suasana tegang itu, Sayuti memberi gagasan, yakni agar teks Proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia. Usulnya diterima dan Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti untuk mengetiknya. Ia mengubah kalimat “Wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”

Baca Juga: Mobil Presiden Soekarno, dari Rampasan Jepang Hingga Hadiah Rusia

Setelah Indonesia Merdeka ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Pada 1950 ia diangkat menjadi anggota MPRS dan DPR-GR sebagai Wakil dari Angkatan ’45 dan menjadi Wakil Cendekiawan.  Setelah Orde Baru nama Sayuti berkibar lagi di kancah politik. Ia menjadi anggota DPR/MPR, mewakili Golkar hasil Pemilu 1971 dan Pemilu 1977.

Sayuti Melik meninggal pada 27 Februari 1989 setelah setahun sakit, dan dimakamkan di TMP Kalibata. Sayuti Melik menerima Bintang Mahaputra Tingkat V (1961) dari Presiden Soekarno dan Bintang Mahaputera Adipradana (II) dari Presiden Soeharto (1973).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya