SOLOPOS.COM - Alquran. (Reuters)

Solopos.com, DHAKA — Seorang penyanyi sufi bernama Shariat Sarker, 40, yang tinggal di Mirzapur, Bangladesh dituding telah mendustakan firman Tuhan setelah menyebut bahwa Alquran mengizinkan manusia bernyanyi.

Ia pun kini sedang menjalani proses hukum di pengadilan dan terancam hukuman 10 tahun penjara.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dilaporkan Detik.com, Rabu (15/1/2020), kasus tersebut bermula kala video Shariat yang menyebut Alquran mengizinkan manusia bernyanyi diunggah di Youtube. Hal itu memicu demontrasi ribuan orang yang menuntut agar Shariat dijebloskan ke penjara.

Kepala Kepolisian Mirzapur, Saidur Rahman, menjelaskan Shariat ditangkap di kediamannya karena dianggap melukai sentimen keagamaan kaum muslim.Ia dijerat dengan UU Keamanan Digital yang kontroversial dan diklaim sering disalahgunakan untuk membungkam kritik terhadap pemuka atau pelaku agama.

Seorang ulama lokal bernama Maulana Faridul Islam adalah orang yang mengadukan ujaran Shariat pada Desember 2019 silam.

Wartawan sekaligus aktivis HAM di Bangladesh sejak lama mengeluhkan UU Keamanan Digital yang disahkan pada 2018 lalu itu. UU tersebut dianggap mengancam kebebasan berkekspresi.

Isi UU tersebut antara lain mengancam penjara seumur hidup bagi pelaku propaganda melawan negara dan 10 tahun penjara untuk ujaran yang melukai sentimen keagamaan atau memicu kerusuhan.

Organisasi HAM lokal, Odhikar, memperkirakan polisi setidaknya sudah menjerat 29 orang dengan dakwaan melanggar UU tersebut. Salah satu kasus tersebut menimpa seorang sastrawan Bangladesh, Henry Swapan, yang ditangkap di kediamannya atas dakwaan serupa.

Shariat dikenal luas komunitas sufi Bangladesh yang berjumlah belasan juta. Kepada Aljazeera, Presiden Pusat Kebudayaan Charan, Dikhil Das, yang menginduki musisi tradisional, menuntut agar Shariat dibebaskan sesegera mungkin.

"Dia hanya mengatakan Alquran tidak melarang praktik musik," katanya.

Dikhil meyakini Shariat memang diincar karena sering bersuara melawan praktik membonceng agama untuk kepentingan politik.

Hal senada diungkapkan pengamat musik sufi lokal, Saymon Zakaria. Dia mengakui penyanyi sufi sering mengintrepretasikan kisah klasik di dalam Islam untuk menyuarakan kritik sosial.

Hal itu dianggap duri di dalam daging oleh otoritas Bangladesh. "Tidak seharusnya ada interpretasi harfiah terhadap apa yang dinyanyikan di atas panggung. Penyanyi harus menikmati kebebasan berekspresi," katanya.

Meski dihormati dan mencatat peran penting dalam sejarah nasional, tidak sedikit ulama sufi dan pengikutnya yang tewas dibunuh oleh kelompok radikal lantaran dianggap menyimpang dari agama.

Januari 2017 silam, harian Inggris Daily Mail melaporkan ada 14 ulama dan pemuka sufi dibunuh sejak 2013 dengan cara digorok lehernya. Polisi menduga tindakan kejam itu dilakukan kelompok teroris lokal yang meyakini sufisme sebagai sebuah penistaan.

Dalam salah satu kasus pembunuhan yang paling kejam, seorang ulama sufi ditemukan tewas bersama anak kandung dan empat pengikutnya dengan leher terbuka di kediaman pribadi di Dhaka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya