SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Kekhawatiran sejumlah Pemdes di Bantul terkait biaya program sertifikasi tanah Prona atau yang kini disebut Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) akan segera terjawab

Harianjogja.com, BANTUL–Kekhawatiran sejumlah Pemdes di Bantul terkait biaya program sertifikasi tanah Prona atau yang kini disebut Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) akan segera terjawab. Sebab dalam waktu dekat Pemkab bakal menerbitkan peraturan bupati (perbup).

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Salah satu isinya kelompok kerja (pokja) bentukan masyarakat yang menangani pengurusan Prona boleh menentukan biaya administrasi sendiri. Walaupun nominalnya di atas ketentuan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri.

Seperti yang diberitakan sebelumnya sejumlah Pemdes kebingungan melaksanakan program PTSL. Sebab dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, biaya pengurusan sertifikasi tanah pada PTSL yang dibebankan pemerintah desa ke masyarakat maksimal hanya Rp150.000 per bidang tanah. Biaya tersebut dianggap tidak mencukupi. Namun Pemdes tidak berani memungut lebih dari batas yang ditentukan karena takut dianggap pungutan liar (pungli).

Asisten Pemerintahan Setda Bantul Helmi Jamharis mengatakan penerbitan Perbup ini salah satunya bertujuan agar tak ada kelompok masyarakat maupun perangkat desa yang terjerat persoalan hukum. Mengingat tidak sedikit perangkat desa di Indonesia yang berperkara lantaran menangani program serupa.

“Untuk menyukseskan program pusat karena tahun ini Kabupaten Bantul dapat jatah Prona sebanyak 25.000 sertifikat,” katanya pada Senin (28/8/2017).

Realisasi program PTSL ini terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama sebanyak 5000 sertifikat dan tahap kedua 20.000 sertifikat.

Helmi mengakui ketentuan biaya dalam SKB yang ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Agraria dan Tata Ruang dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dibatasi maksimal Rp150.000, diantaranya digunakan untuk pembelian tiga patok dan materai.

Namun yang jadi soal proses pengurusan tiap sertifikat berbeda, tergantung tingkat kemudahan maupun kesulitannya. Misalnya pengurusan sertifikat tanah warisan yang membutuhkan patok lebih dari tiga dan materai lebih dari satu. Fakta di lapangan seperti inilah yang memicu pokja kelabakan. Meski kekurangan, mereka tak berani menarik biaya lebih lantaran khawatir dianggap sebagai pungli.

Oleh karena itu, Perbup ini diharapkan dapat menjawab kegelisahan pokja. Helmi menuturkan ketentuan pembiayaan dalam draf Raperbup fleksibel. Pemkab memberikan keleluasan bagi pokja untuk menentukan nominal biaya secara musyawarah. “Biayanya tergantung musyawarah kelompok,” ucapnya.

Namun Helmi juga menekankan nominal biaya yang disepakati bersama harus realistis, sesuai dengan kebutuhan. Pertanggungjawabannya pun juga harus jelas. Guna menyempurnakan materi, menurutnya Pemkab telah menyerahkan drafnya kepada Kejaksaan Negeri Bantul, sekaligus meminta legal opinion (LO).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya