SOLOPOS.COM - Kepala Personalia PT Djitoe Indonesian Tobacco Coy Solo, Supadji, menggeser kursi santai yang sering digunakan H.M. Betmanto istirahat di sela-sele bekerja di pabrik rokok yang terletak di Jl. Adisucipto No. 51 Solo, Selasa (6/5/2014). (JIBI/Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SOLO--Suasana berkabung masih terasa di PT Djitoe Indonesian Tobacco Coy yang terletak di Jl. Adisucipto No. 51 Kerten, Solo, Selasa (6/5/2014) siang. Memang tak dijumpai bendera merah lambang kematian di pabrik rokok yang berdiri 1969 itu. Tapi, sosok pimpinan yang tegas, egaliter, berjiwa sosial itu telah berpulang kehadirat Ilahi. Figur aktivis itu tidak lain (alm) H.M. Betmanto atau Kwa Kee Liang.

Pria kelahiran Ngawi, 10 Desember 1941—berdasarkan kartu tanda penduduk (KTP) seumur hidup—wafat pada Sabtu (3/5) lalu, tepatnya pukul 01.25 WIB dini hari di RS Dr. Oen Solobaru, Sukoharjo. Sebagai orang keturunan Tionghoa, Betmanto tak mengikuti tradisi kematian China. Bapak dari delapan anak itu berpegang teguh pada tali agama (Islam) yang diyakini sejak 1990-an, dalam prosesi pemakaman jenazahnya. Tak seperti orang keturunan Tionghoa lain yang biasa disemayamkan dulu di Tiong Ting (rumah duka) sebelum dimakamkan atau dikremasi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jenazah Betmanto langsung dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bonoloyo, Kadipiro, Solo setelah disalatkan di Masjid Al Barakah Solobaru, pada hari yang sama.

Banyak karyawan pabrik rokok itu yang merasa kehilangan. Betmanto dikenal sangat akrab dengan para karyawan tanpa membedakan status. Hubungan Betmanto dengan bawahan seolah tak ada sekat maupun jarak. Hubungan emosional yang erat amat dirasakan bawahannya, salah satunya Kepala Persoalan PT Djitoe Indonesian Tobacco Coy Solo, Supadji.

Ekspedisi Mudik 2024

Aktivitas para karyawan lainnya tampak tak biasa. Beberapa kursi pimpinan perusahaan terlihat kosong. Sejumlah barang-barang milik Betmanto sudah diambil keluarganya, kecuali kursi santai yang terletak tak jauh dari meja kerjanya. Beberapa berkas dan tulisan tangan Betmanto masih tertinggal di meja kerjanya. Meskipun menjabat Pemimpin Umum PT Djitoe Indonesian Tobacco Coy Solo, ruang kerja Betmanto tak mewah. Ruang kerjanya menjadi satu dengan pimpinan lainnya dalam satu ruang. Sebuah ruang kerja terbuka, bahkan beberapa karyawan pun bisa masuk dengan leluasa.

Supadji dikenal paling dekat dengan Betmanto. Supadji sering menjadi ajudannya. Bukan hanya itu, Supadji juga berperan sebagai temannya. Padahal statunya sebagai pimpinan personalia. Supadji tak mengira atasan yang berusia 77 tahun itu begitu cepat meninggal dunia.

“Satu pekan sebelum beliau meninggal, saya dimarahi terus. Seolah apa pun yang saya lakukan dianggap salah. Semua itu saya terima dengan ikhlas. Memang beliau itu temperamen. Tapi, baik dengan semua karyawan, bahkan tak ada jarak. Sebelum wafat, beliau sempat meminta maaf kepada saya dan hampir semua karyawan,” kisahnya saat ditemui solopos.com di ruang kerjanya, Selasa siang.

Sakit yang diderita Betmanto memang cukup parah. Menurut Supadji, beberapa kali Betmanto sering menjalani terapi kemo. Bahkan sempat berobat ke China, Singapura, dan Hongkong. Semua biaya berobat itu tidak pernah meminta uang perusahaan. Sebelum meninggal dunia, Betmanto sempat berpesan kepada Supadji.

“Pesan itu begitu menyentuh. Beliau tidak akan meminta pesangon yang nilainya Rp250 juta. Saya sudah pesan kepada perawat RS Dr. Oen Solobaru agar semua biaya berobat ditanggung perusahaan. Tapi, saya kalah cepat dengan keluarga yang lebih dulu melunasi biaya berobat almarhum. Kami ganti pun, keluarga tidak mau. Ya, mungkin itu juga bagian dari pesan beliau,” urainya.

Betmanto terlibat dalam perusahaan rokok itu sejak 1985. Sepak terjangnya dalam menjalankan usaha telah teruji. Ketika terjadi kenaikan bahan bakar minyak (BBM), Betmanto rela turun ke jalan membela kaum lemah. Ia turut long march dari Gedung Dewan ke Balai Kota Solo hanya untuk menolak kenaikan BBM.

Naik Haji

Betmanto amat berterima kasih bisa bekerja di PT Djitoe Solo. Berkah pekerjaan itu pun ditunjukkan dengan berkunjung ke Baitullah Mekkah sampai empat kali. Terlepas dengan masa mudanya yang kelam, Betmanto pun pernah bercerita kepada Supadji tentang pembangunan sejumlah masjid di beberapa tempat.

“Beliau ceplas-ceplos. Saat Partai Amanat Nasional (PAN) berdiri, beliau juga aktif di dalamnya. Beliau kenal baik dengan Amien Rais, meskipun pernah kecewa dengannya. Sejak masuk Islam, beliau juga sering menjadi dai, mengisi pengajian di mana-mana,” tutur Supadji.

Mantan Ketua DPC PAN Pasar Kliwon, Abdullah A.A., juga mengenal baik sosok Betmanto. Selama aktif di PAN, Betmanto sempat menjabat anggota Majelis Pertimbangan Partai DPD PAN Solo (1998-2005). “Beliau orang yang peduli kepada masyarakat, terutama kelompok bawah. Apa yang dilakukan beliau mudah-mudahan bisa dilanjutkan keluarganya,” tambahnya.

Betmanto ternyata dikenal bernama Betmen saat masih muda. Seorang sopir pegawai negeri sipil (PNS) di DPRD Solo, Mei Raharjo, menjadi salah satu teman dekatnya sewaktu muda. “Kalau Betmen saya kenal. Saya dan dia itu hanya beda nasib saja. Tapi, pernah satu nasib waktu di LP Solo,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya