SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

“Jooo…dari tadi kok nggethu maca..ra pesen wedang po gorengan,”Pakde Harjo nggrenengi Paijo yang sudah hampir 30 menit duduk di angkringan, namun hanya membaca. Speotong gorengan pun tidak disentuh, apalagi memesan wedang teh jahe seperti biasanya.

Paijo pun njenggirat ditegur seperti itu. “Ini lho Dhe,lagi membaca kisah soal Kalingga ini. ”

Promosi Kisah Pangeran Samudra di Balik Tipu-Tipu Ritual Seks Gunung Kemukus

“Karepmu maca apa..Sing penting kalau di sini ya makan apa gitu,  biar kepayon dagangannku.”Pakde Harjo melanjutkan dremimil-nya.” Terus yang kau baca itu apa, mesti soal huh hahh yaa…nganti lali ngombe barang..”

“Ha..haa..Mbah-mbaahhh…sukanya kok yang huh—hahhh… Ini memang soal wanita ayu…Dah dengar saja, tak bacaken biar Mbah Harjo tambah huhh—hahhh….”

Paijo pun membacakan buku yang dibawanya.

***
Tersebutlah oleh sejumlah catatan dari negeri China dan prasasti yang ditemukan di Jawa Tengah, sekitar abad 6 Masehi di wilayah yang sekarang kira-kira menjadi Kabupaten Jepara berdiri sebuah kerajaan yang disebut Kalingga.

Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M – 906 M) menyebutkan,  ibukota Kalingga dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu. Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading. Penduduknya  sudah pandai membuat minuman dari bunga kelapa

Daerah Kalingga merupakan penghasil kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.

Namanya kerajaan, ya jelas banyak raja yang memerintah di sana. Namun dari sekian banyak pemimpinnya, yang banyak tertulis di adalah saat seorang wanita, yang konon disebut-sebut sangat ayu, menjadi pemimpinnya. Wanita itu dikenal dengan nama Ratu Shima. Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kalingga sangat aman dan tenteram.

Pamor Ratu Shima memimpin kerajaannya luar biasa, dia amat dicintai rakyat jelata, hingga lingkaran elite kekuasaan. Kebijakannya  dalam memerintah, konon membuat gentar para perompak laut, sehingga tak ada kerajaan lain yang berani berhadap muka dengan kerajaan Kalingga, apalagi menantang Ratu Shima nan perkasa.

Syahdan, Ratu Shima, justru amat resah dengan kepatuhan rakyat. Kenapa wong cilik dan juga para pejabat kerajaan dari tingkat patih, menteri, hulubalang hingga yang terendah jabatannya, tak ada yang berani menentang sabda pandita ratunya.

Sekali waktu pun, Ratu Shima menguji kesetiaan lingkaran elitenya dengan memutasi, bahkan membebastugaskan sejumlah pejabat penting di lingkungan istana. Namun puluhan pejabat yang mendapat mutasi di tempat yang tak diharap, maupun yang dibebastugaskan, tak ada yang mengeluh. Semua bersyukur, kebijakan Ratu Shima betapa pun memberatkan bagi individu tertentu, dianggap memberi barokah, titah titisan Sang Hyang Maha Wenang.

Tak puas dengan sikap “setia” lingkaran dalamnya, Ratu Shima, sekali lagi menguji kesetiaan wong cilik, pemilik sah kerajaan Kalingga dengan menghamparkan emas permata, perhiasan yang tak ternilai harganya di perempatan alun-alun dekat istana tanpa penjagaan sama sekali.

Kata Ratu Shima,”Segala macam perhiasan persembahan bagi Dewata agung ini jangan ada yang berani mencuri, siapa berani mencuri akan memanggil bala kutuk bagi Nagari Kalingga, karenanya, siapapun pencuri itu akan dipotong tangannya tanpa ampun!”.

Jelaslah, para warga bergetar hatinya, ketakutan. Tak ada yang berani menjamah, hingga hari ke 39. Ratu Shima sempat bahagia, melihat kepatuhan seluruh warga.

Namun malang tak dapat ditolak. Esok harinya semua perhiasan itu lenyap tanpa bekas. Amarah menggejolak di hati sang penguasa Kalingga. Segera dititahkan para telik sandi mengusut wong cilik yang mungkin saja jadi maling di sekitar lokasi persembahan.

Namun setelah diperiksa dengan seksama, tak ada rakyat kecil yang pantas dicurigai sebagai pelaku, sementara pejabat istana pun berbondong, bersembah sujud, bersumpah setia kepada Ratu Shima. Mereka rela menyerahkan jiwanya apabila terbukti mencuri. Ratu Shima kehabisan akal.

Saat itu, muncul tukang kuda istana, yang dengan badan gemetar karena ketakutan menghadap. “Maaf Yang Mulia Ratu Shima, perkenankan hamba memberi kesaksian, hamba bersedia mati untuk menyampaikan kebenaran ini. Hamba adalah saksi mata tunggal. Malam itu hamba menyaksikan Putra Mahkota mengambil diam-diam seluruh perhiasan persembahan itu. Maaf,” sujud sang tukang istal

“Apa, Putra Mahkota mencuri?!” Ratu Shima terperanjat bukan kepalang. Mukanya merah padam.. “Putraku, jawab dengan jujur, pakai nuranimu, benar apa yang dikatakan orang ini?”, tanya sang ibu menahan getar.

Sang Putra Mahkota tiada menjawab, ia hanya mengangguk, lalu menunduk malu. Ia mengharap belas kasih sang ibu yang membesarkannya dari kecil. Istana pun sunyi.

“Prajurit, demi tegaknya hukum, dan menjauhkan nagari Kalingga dari kutukan dewata, potong tangan Putra Mahkotaku, sekaramg juga,” perintah Sang Ratu Shima dengan muka keras.

Seluruh penghuni istana dan rakyat jelata yang berlutut memohon ampun, namun Sang Ratu tiada bergeming dari keputusannya. Hukuman tetap dilaksanakan. Hal itu dituliskan dengan jelas di Prasasti Kalingga, yang masih bisa dilihat hingga kini.
***

“Wooooooww…kok tidak dikasih remisi ya sang putra mahkota Jo…??,”tanya Pakde Harjo..

Suta, yang duduk di angkringan saat Paijo baru setengah membacakan bukunya itu, ikutan bertanya.”Lha nek yang ambil perhiasan itu besannya gimana Jo, apa tetap dipotong tangannya atau diberi grasi?”



“Lha kalau Ratu Shima itu kasih remisi, ya jelas banyak bajak laut dari negeri seberang yang berani nyenggol Kalingga. Aku ga ngerti Ratu Shima itu punya besan atau belum….”Paijo nyengir…

Sebagian kisah ini disadur dari http://id.wikipedia.org/wiki/Shima

Oleh Y. Bayu Widagdo
Wartawan Harian Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya