SOLOPOS.COM - Mbah Lebruk menerima es krim pemberian cucunya saat angon putu di Pasar Legi Sabtu (9/7/2022). (Ronaa Nisa’us Sholikhah/Solopos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Mbah Lebruk yang berusia 120 tahun itu baru saja melaksanakan hajatnya untuk melestarikan tradisi angon putu di Pasar Legi Ponorogo, Jawa Timur. Sebab, warga asal Kelurahan Paju, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo itu sudah memiliki cucu sebanyak 26 dan buyutnya 22 anak.

Tidak segan-segan, Mbah Lebruk memberikan tips sehat dan panjang umur yang selama ini dia lakukan. Bahkan, di usianya yang satu abad lebih itu tidak memiliki keluhan dan masih kuat berjalan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

‘’Saya itu tidak minum jamu dan bebas makan apa saja,’’ kata Mbah Lebruk saat ditemui di Pasar Legi, Sabtu (9/7/2022).

Mbah Lebruk itu mengaku tidak menggunakan apa pun agar umurnya tetap sehat. Bahkan, dia tidak merasa lelah saat melakukan angon putu di Pasar Legi. Selain itu, dia juga masih hafal jumlah anak cucunya.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Unik! Punya 48 Cucu & Cicit, Nenek di Ponorogo Gelar Tradisi Angon Putu

‘’Yang penting jangan tarak [menahan diri untuk tidak makan apa pun atau berpuasa dari beberapa jenis makanan],’’ kata istri Dono Diharjo itu.

Saat di Pasar Legi, Mbah Lebruk membiarkan cucu dan buyutnya untuk mengambil apa saja makanan yang mereka suka. Semua makanan itu bakal dibayarnya seperti tradisi angon putu yang masih dilestarikan sampai sekarang.

‘’Anak saya itu sembilan. Angon putu ini agar anak cucu saya juga ketularan panjang umur,’’ ucapnya.

Sudirman, anak ketujuh Mbah Lebruk mengatakan sang ibu memang dilarang untuk berfikir apa-apa dan menjalani hidup seperti biasa. Bahkan, saran dari dokter juga diminta untuk terus berhitung dan aktif berkegiatan agar tidak pikun.

Baca Juga: Mengenal Tarekat Shiddiqiyyah Jombang; Sejarah, Doktrin, & Tujuannya

Mbah Lebruk juga senang dengan kegiatan bersosial dan tidak membatasi diri untuk makan jenis apa pun. Terlihat saat angon putu di Pasar Legi, Mbah Lebruk menerima es krim pemberian cucunya dan dimakan dengan lahap.

‘’Beliau selalu pesan untuk jangan tarak dan syirikan,’’ ungkapnya.

Mbah Lebruk ini sebenarnya punya nama asli, yaitu Istiah. Namun, saat masa penjajahan namanya harus diganti dan panggilannya menjadi Lebruk.

Dirman mengatakan kegiatan Mbah Lebruk semasa muda yaitu berjualan nasi pecel lele di rumahnya. Maka, wajar jika ibundanya itu masih aktif berhitung dan tidak pikun.

‘’Disuruh dokter untuk terus berhitung juga,’’ pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya