SOLOPOS.COM - Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. (Freepik)

Solopos.com, MAGELANG — Candi Borobudur merupakan candi tertua di dunia yang menjadi destinasi wisata unggulan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur ini pun sudah lapuk dimakan usia dan terancam ambles.

Candi yang dibangun Dinasti Syailendra itu usianya sudah 1.197 tahun. Butuh jutaan ton batu untuk membuat candi suci bagi umat Buddha tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Proses pebaangunan candi diperkirakan memakan waktu selama 23 tahun. Candi tersebut berdiri di bukit yang tanahnya cenderung labil.

Fortunatus Devino Perdana dari Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo Yogyakarta dalam makalah hasil laporan studi bertajuk Candi Borobudur sebagai Destinasi Unggulan di Magelang, sebagaimana dikutip Solopos.com, Senin (6/6/2022),  menyebutkan beberapa ancaman yang dihadapi bangunan bersejarah itu.

Ancaman pertama adalah kerusakan candi karena ambles. Pada hari biasa, jumlah pengunjung Candi Borobudur sekitar 2.000-4.000 orang. Namun saat musim liburan tiba, jumlah pengunjung bisa mencapai 40.000-50.000 orang per hari.

Baca juga: Sejarah Panjang Asal-Usul Candi Borobudur, Candi Tertua di Dunia

Bayangkan saja, betapa berat beban yang harus ditanggung candi tersebut. Semakin berat beban di atas, maka semakin lemah daya dukung lingkungan candi.

Itulah sebabnya pengunjung Candi Borobudur mestinya dibatasi agar mencegah bangunan ambles. Kelestarian bangunan candi pada dasarnya sangat bergantung dari konservasi arkeologi.

Candi Borobudur Amblas

Penelitian Djulianto Susantio pada 1985 bertajuk Pengunjung dan Masalah Konservasi Candi Borobudur menyebutkan fondasi tanah di bawah bangunan itu labil. Pasalnya, bangunan suci itu berada di bukit yang dipangkas bagian atasnya. Kondisi ini akan semakin berbahaya jika terjadi bencana alam, seperti gempa bumi.

Selain faktor manusia, penelitian itu juga menyebut kerusakan Candi Borobudur disebabkan lumut dan jamur pada batu. Dalam kurun waktu 20 tahunan, fondasi Candi Borobudur telah ambles sedalam beberapa sentimeter.

Pada 2019 lalu, Badan Otorita Borobudur (BOB) berencana membuat gondola atau gardu pandang untuk dinaiki pengunjung yang hendak melihat puncak candi. Fasilitas ini dimaksudkan untuk membatasi pengunjung yang naik guna menyelamatkan bangunan candi.

Daya dukung lingkungan di sekitar Candi Borobudur secara fisik cukup rendah. Artinya, candi tidak sanggup menampung banyak wisatawan dalam satu waktu.

Baca juga: Tiket Candi Borobudur Naik Ugal-Ugalan, Dosen UGM Jogja: Akal-Akalan!

Selain itu, candi di Magelang itu juga memiliki daya lenting atau daya pulih yang rendah. Maksudnya, jika Candi Borobudur rusak atau amblas, maka dibutuhkan waktu selama bertahun-tahun untuk dapat pulih.

Mengingat status Candi Borobudur yang merupakan salah satu situs warisan dunia, maka pemerintah pun berupaya menjaga kelestariannya. Sampai akhirnya diumumkan harga tiket masuk candi bagi wisatawan lokal sebesar Rp750.000 dan US$100 atau sekitar Rp1,4 juta bagi turis asing.

Meski demikian, Guru Besar Ilmu Sejarah UGM Jogja, Prof Dr Sri Marganana, M. Hum., menilai kenaikan harga tiket yang ugal-ugalan itu adalah akal-akalan semata, lantaran pemerintah tidak ingin dirugikan dengan pembatasan jumlah pengunjung sebanyak 1.200 orang per hari.

Dia menyebut solusi menjaga kelestarian Candi Borobudur sebagai tempat suci sekaligus destinasi wisata perlu dipikirkan dengan matang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya