SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Pemerintah nampaknya serius menanggapi krisis ekonomi yang tengah terjadi belakangan ini. Melalui Instruksi Presiden No. 2/1009, tentang peningkatan penggunaan produk domestik (P3D), pemerintah mengajak seluruh komponen bangsa untuk mulai menggunakan produk lokal, yang sebenarnya tak kalah kualitasnya dibanding produk luar negeri.

Mindset bahwa produk impor selalu lebih berkualitas ketimbang produk domestik, harus segera dihapus dan diganti dengan mindset yang baru.

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

Sebagai langkah awal, mulai Maret 2009 ini, Inpres tentang P3D mulai berlaku di kalangan pegawai negeri sipil dan TNI/Polri. Mereka diwajibkan untuk mulai menggunakan pakaian dan sepatu produk lokal. Maklum, selama ini banyak diantara mereka yang lebih senang menggunakan produk impor. Seribu satu alasan yang mendasarinya, seperti modelnya cocok, lebih awet, enak dipakai, serta seabrek alasan lainnya. Kini, mereka diwajibkan untuk lebih mencintai produk domestik.

Kesediaan jajaran pimpinan lembaga pemerintah, BUMN/D, serta TNI/Polri untuk menginstruksikan jajarannya agar mulai mengonsumsi produk lokal, setidaknya akan bisa menyelamatkan industri domestik, yang belangan ini terkena imbas penurunan permintaan pasar dunia. Seperti diketahui, menurunnya pasar eskpor negara AS dan negara-negara Eropa lainnya, telah mengancam banyak industri di Indonesia. Penurunan produksi ini, apabila tidak segera di atasi, akan mengakibatkan terjadinya ledakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang demikian dahsyatnya

Gerakan massal
Depperind hingga kini sudah merekomendasikan 470 perusahaan produsen barang dan jasa dari 21 kelompok industri untuk memasok kebutuhan pasar domestik ini. Untuk itu, jajaran pimpinan instansi pemerintah, BUMN/D, TNI/Polri, bisa mulai menyosialisasi dan mengacu daftar itu untuk mencari produsen produk yang sesuai dengan kebutuhan.

Bisa dibayangkan, jumlah PNS di Indonesia kini mencapai 4 juta orang, kalau semuanya terkena instruksi (dari Mendagri) untuk memakai produk lokal, merupakan hal yang luar biasa. Kalau gerakan ”aku cinta produk lokal” (ACPL) ini bisa bergema ke seluruh perlosok negeri, bisa dibayangkan dampak ikutan yang menyertainya.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah mewajibkan jajarannya untuk memakai busana batik dua kali seminggu dan sepatu lokal, merupakan contoh yang baik. Apabila jajaran Depdagri bisa mencontoh untuk mewajibkan semua komponen di bawahnya di seluruh Indonesia melakukan hal yang sama, maka dampaknya akan lebih terasa.

Jajaran TNI sebenarnya sudah melakukan hal yang sama. TNI misalnya, kini sudah mulai memakai alat utama sistem persenjataan (alutsista) produksi dalam negeri (PT. Pindad) seperti berbagai jenis peluru, senjata ringan, kendaraan angkut personil dan panser.

Penggunaan produk dalam negeri semestinya tidak hanya berlaku bagi kalangan pegawai negeri sipil dan jajarannya, namun harus meluas ke seluruh komponen bangsa. Gerakan ACPL, semestinya digaungkan terus menerus dan menjadi sebuah gerakan masal, dalam banyak bidang tidak hanya pakaian saja.

Konsumsi buah dan sayur lokal misalnya, apabila digalakkan akan menyejahterakan jutaan petani buah dan sayur serta para distributor penyalurnya. Belum lagi konsumsi produk lokal dalam banyak hal lainnya, jelas akan mendongkrak omset produk yang bersangkutan. Gilirannya, para produsen tidak harus terkena dampak dari krisis ekonomi yang tengah terjadi.

Nah, kekuatan raksasa pasar domestik ini semestinya harus bisa dikelola dengan baik. Sudah saatnya jiwa nasionalis untuk lebih mencintai produk domestik, kembali digelorakan. Kita semua harus bersatu padu melawan krisis ekonomi dengan cerdas. Termasuk para ibu rumah tangga, yang selama ini berperan penting dalam konsumsi domestik rumah tangga, harus pula mulai melakukannya.

Intinya, pasar domestik yang demikian besar ini harus mulai digarap dengan serius. Hal ini tidak berarti kita menutup pasar domestik dari serbuan asing. Semuanya masih sesuai dengan ketentuan WTO dan Indonesia tidak melanggar apapun.

Keteladanan
Dalam banyak hal, rakyat negeri ini masih butuh keteladanan, termasuk didalamnya keteladanan para pemimpin untuk lebih senang menggunakan produk lokal. Oleh sebab itu, gerakan ACPL ini sangat efektif apabila dilakukan terlebih dahulu oleh para pemimpin (formal maupun informal) yang selama ini menjadi panutan. Mereka harus bisa memberikan contoh (teladan) terlebih dahulu dalam pemakaian produk lokal, dalam banyak produk dan jasa. Gerakan dari atas ke bawah ini (top down) –dengan menggunakan model para pemimpin– ini akan efektif bila ada keteladanan dari sang pemimpin.

Sebagai konsekuensinya, para produsen harus berupaya untuk konsisten menjaga kualitas produknya. Untuk itu, setiap enam bulan, pemerintah akan mengevaluasi berbagai produk yang dihasilkan berbagai industri domestik dan memberikan rekomendasi produk lokal untuk konsumsi instansi pemerintah dan BUMN/D. Untuk tertibnya, pemerintah berencana mencabut rekomendasi terhadap industri yang gagal mempertahankan mutu dan kualitas produk. Dengan cara semacam ini, masyarakat pengguna produk lokal akan terlindungi haknya, sehingga mendapatkan produk lokal yang berkualitas tinggi.

Dengan bertumpu pada kekuatan sendiri, diharapkan industri nasional yang belakangan ini semakin terlihat lesu, akan kembali bergairah. Sumringahnya sektor riil domestik, jelas akan memberikan kesempatan bagi para pekerja (buruh) untuk terus memberikan kontribusinya bagi pembangunan bangsa, tanpa harus mengalami PHK. Di sini, terjadi simbiosa mutualisme. Konsumen bahagia, produsen pun ikut tersenyum lega.  Negeri ini akhirnya bisa keluar dari krisis dengan bertumpu pada kekuatan sendiri. Semoga hal ini bisa terjadi dalam waktu dekat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya