SOLOPOS.COM - GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah, Kratonan, Serengan, Solo, yang berdiri berdampingan. Foto diambil pada Selasa (12/5/2021) sore.(Espos/Ichsan Kholif Rahman)

Solopos.com, SOLO— Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah, Kratonan, Serengan, Solo, yang berdiri berdampingan, mengambil langkah penyesuaian saat hari besar kedua agama jatuh di hari yang sama, Kamis (13/5/2021). Pada hari itu berlangsung peringatan Kenaikan Isa Almasih dan Hari Raya Idul Fitri 1442 H.

Pendeta GKJ Joyodiningratan, Nunung Istining Hyang, kepada wartawan, Rabu (12/5/2021) mengatakan toleransi umat beragama antara jemaat dan jemaah sudah terjalin sangat lama. Umat dari gereja dan masjid selalu saling bantu dalam bingkai kemanusiaan. Dia mengatakan biasanya ibadah berlangsung pada pagi hari. Namun, karena berbarengan dengan pelaksanaan Salat Idulfitri, ibadah diubah menjadi sore hari. Hal itu agar umat Islam menunaikan Salat Idulfitri dengan nyaman. Ia bercerita toleransi itu terbangun sejak gereja dan masjid berdiri. Gereja berdiri pada 1939 sedangkan masjid 1947.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Nunung menambahkan ibadah Kenaikan Isa Al-Masih, GKJ Joyodiningratan berlangsung secara offline dengan 80 orang jemaah dan online secara live streaming. Sebanyak 80 orang itu berusia 18 tahun ke atas dan harus mendaftar untuk mengikuti ibadah secara offline. Ibadah akan berlangsung selama 45 menit. “Biasanya hari H ada Banser membantu  pengamanan. Tadi juga polisi sudah mensterilisasi,” papar dia.

Ketua Takmir Masjid Al-Hikmah, Muhammad Nasir, mengatakan peringatan hari besar bersamaan merupakan hal biasa. Pihak masjid akan lebih dulu menggelar Salat Idulfitri pada pagi hari. Makna Pancasila menjaga kebersamaan. “Dari dulu sampai sekarang kami selalu menjaga.  Ini berbeda tapi kami rukun, ini sangat menginspirasi,”papar dia.

Ia menceritakan gereja  lebih dulu ada pada 1939. Kemudian pendiri masjid berkoordinasi dengan pendeta untuk membangun masjid tepat di sebelah bangunan gereja. Saat itu, masjid masih berupa langgar dan berkapasitas 80-an orang. “Dulu kami saling bantu bersih-bersih. Dulu waktu ada gempa di Jogja, kami bersama-sama menggalang bantuan,” papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya