SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tanpa berpretensi mendahului hasil perhitungan resmi dari KPU yang akan diumumkan 24 Juli mendatang, maka merujuk hasil perhitungan hampir enam lembaga survai memperlihatkan bahwa pemilihan presiden kali ini akan berlangsung satu putaran, dan pemenangnya diperkirakan adalah duet SBY-Boediono. Reaksi pasar untuk sementara tidak terlalu terlihat, karena pemenangnya adalah incumbent.

Maklum, pelaku pasar sudah mengenal karakteristik pemerintahan selama hampir lima tahun. Apalgi pasangan Cawapresnya adalah Boediono, juga dikenal sebagai telah dikenal para pelaku pasar karena keterlibatannya  dalam perancangan kebijakan ekonomi makro, fiskal dan moneter, baik dalam konteks Menko Perekonomian, maupun Gubernur BI. Boediono adalah pencetak ekonomi di bawah kepemimpinan Presiden SBY.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berbeda halnya apabila yang unggul adalah pasangan Jusuf Kalla-Wiranto atau Megawati-Prabowo. Pasar pasti akan bereaksi sangat berbeda secara signifikan, karena kedua pasang Capres-Cawapres ini mengusung program ekonomi yang agak berbeda dibandingkan dengan SBY sang incumbent. Terlebih selama ini program yang diusung berkaitan dengan ekonomi kerakyatan, sesuatu yang sangat berbeda dengan ekonomi yang berlaku sekarang, yang cenderung ke arah neoliberal.

Menunggu
Masyarakat nampaknya harus bersabar untuk menunggu hingga berakhirnya masa pemerintahan SBY-JK yang akan berakhir secara resmi 20 Oktober 2009. Jika dalam masa itu tidak ada perubahan yang signifikan dan semua proses pemilu dapat berjalan dengan lancar, maka kita sudah akan mendapatkan pemerintahan yang baru. Jadi minimal ada dua periode yang akan kita hadapi bersama, yakni periode sekarang hingga 3 bulan ke depan, yang diperkirakan tidak akan mengalami perubahan yang signifkan.

Dan periode yang kedua adalah pasca-20 Oktober 2009, dimana Presiden-Wakil Presiden terpilih akan membentuk kabinet baru. Itupun harus ditunggu dan dicermati, seperti apa tim ekonomi yang akan terbentuk. Apakah ada perubahan yang signifikan dengan masuknya figur-figur baru atau masih padat berisi figur-figur lama? Kalaupun tim ekonomi masih didominasi figur lama atau minimal orang-orang dekat dengan Boediono (yang selama ini sudah pernah menjadi Menko Perekonomian dan Gubernur BI), maka kebijakan yang akan dikeluarkan tidak akan jauh berbeda.

Pada periode pertama hingga 20 Oktober 2009, diperkirakan tidak akan terjadi perubahan yang signifikan. Yang pasti dalam jangka pendek, hasil pilpres tidak akan serta merta memberikan dorongan kencang laju pergerakan ekonomi. Syukur-syukur, kalau laju inflasi sebagai salah satu indikator yang paling gampang dilihat, bisa dipertahankan serendah mungkin, sehingga memancing suku bunga perbankan untuk kembali turun ke arah yang lebih moderate lagi. Pasar dan dunia usaha, jelas menunggu penurunan suku bunga pascapenurunan BI-rate hingga 6,75%.

Minimal, ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam tempo 3 bulan sisa pemerintahan pasangan SBY-JK. Pertama adalah realisasi anggaran belanja pemerintah yang dinilai masih di bawah  target angka yang seharusnya dicapai. Terlebih pajak dan penerimaan lainnya, mengalir deras ke kocek pemerintah sebagai pos penerimaan. Bayangkan, hingga kini uang pemerintah yang menumpuk di Bank Indonesia mencapai Rp170 triliun, cukup besar untuk mendorong laju perekonomian.

Bersamaan dengan itu, BI juga cukup gencar menurunkan suku bunga acuan (BI-rate). Sayangnya, ini tidak diikuti dengan masuknya dana-dana murah untuk memasok likuiditas perbankan. Dana yang menumpuk di SBI hingga akhir Juni sebesar Rp230 triliun. Inilah salah satu alasan mengapa suku bunga kredit perbankan tidak kunjung beranjak turun secara signifikan kendati dunia usaha terus saja berteriak untuk mendapatkan kucuran kredit perbankan.

Menjaring angin
Kalaupun berharap munculnya kebijakan baru pada periode sisa pemerintahan SBY-JK, rasa-rasanya bagai usaha menjaring angin (sia-sia belaka). Oleh sebab itu, menjaga momentum untuk terus terjadinya inflasi rendah yang berujung pada rendahnya suku bunga kredit, adalah upaya yang perlu terus-menerus dilakukan. Sebab, penurunan suku bunga kredit saat ini adalah sebuah keniscayaan, di tengah rendahnya tingkat inflasi dan BI-rate. Dengan demikian, stagnasi dalam masalah pembiayaan bank untuk kredit produktif (modal kerja dan investasi).

Perubahan radikal dalam kebijakan ekonomi mungkin akan dilakukan setelah terbentuknya tim ekonomi baru, di bawah pemerintahan (kabinet baru) di awal November 2009 mendatang. Di sanalah, ramuan-ramuan baru yang lebih mujarab untuk lebih membuat lari kencang perekonomian akan dicarik kembali. Tim baru di bawah pemerintahan baru, akan menggodok berbagai kebijakan perekonomian yang baru, terutama untuk mengatasi resesi global yang tengah melanda dunia belakangan ini.

Jadi mungkin semua pihak harus bersabar terlebih dahulu menunggu terbentuknya kabinet yang baru, di penghujung tahun ini. Sembari menunggu, mari kita jalani kembali kehidupan perekonomian domestik dengan penuh optimisme dan kehati-hatian. Dengan demikian, iklim keekonomian yang sudah mulai kondusif ini akan semakin terdorong untuk mendapatkan momentum akselerasi percepatan.

Masyarakat, jelas menunggu gebrakan tim ekonomi (kabinet) baru, sesuai dengan janji-janji kampanye yang sudah terlanjur dilontarkan. Bukankah janji identik dengan utang (yang harus dibayar/ dilaksanakan)?

Oleh Susidarto
Manajer Operasional Bank Panin Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya