SOLOPOS.COM - Anjun Maulana, 20, bersama kedua orang tuanya di Perumahan Gemolong Permai, Gemolong, Sragen, Rabu (8/7/2020). (Solopos.com/Moh Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN – Anjun Maulana, 20, harus menerima kenyataan pahit tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA sejak dinyatakan lulus dari SMPN 1 Gemolong, Sragen, pada 2015 lalu.

Sejak lumpuh saat duduk di bangku Kelas IX SMP, Anjun lebih banyak menghabiskan waktu di rumahnya di Perum Gemolong Permai, RT 12, RW 1, Gemolong, Sragen.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Sehari-hari ya cuma main internet, baca-baca artikel, nonton film di TV, dengerin musik dan tiduran. Saya tidak suka main game,” ujar Anjun saat ditemui wartawan di rumahnya, Rabu (8/7/2020).

Untuk mengusir kebosanan, Anjun kadang kala menyanyikan lagu-lagu dari Coldplay maupun Avenged Sevenfold. Kadang kala ia membantu adiknya yang baru lulus SD belajar matematika maupun bahasa Inggris.

Ekspedisi Mudik 2024

Kisah Suroto Magelang, 10 Tahun Kurung Diri di Kamar Sejak Erupsi Merapi Tak Pernah Mandi

Pandai Bahasa Inggris

Anjun Maulana yang pernah tercatat sebagai siswa SD SBI Gemolong Sragen (sekarang SDN Gemolong) memang mahir dalam berbahasa Inggris. Tidak jarang ia membantu ibunya saat kesulitan memahami bahasa Inggris pada film yang ditontonnya di televisi.

Di tengah keterbatasan fisik yang dialaminya, Anjun masih menyimpan cita-cita menjadi orang sukses. Saat ini, Anjun memang masih kebingungan bagaimana meraih sukses di tengah keterbatasan fisiknya itu. Namun, dia masih menyimpan harapan bisa bermanfaat untuk keluarganya di kemudian hari.

“Anak saya sejak SD itu sudah berprestasi di kelasnya. Namun, kondisi fisiknya yang lumpuh memaksa dia tidak melanjutkan ke jenjang SMA,” ujar Rahmat, ayah dari Anjun.

Daleeem… Ini Arti Nama Unik Dita Leni Ravia Si Remaja Cantik Asli Gunungkidul

Sebagai ayah kandung, Rahmat tidak henti-hentinya membesarkan hati anak pertamanya itu. Dia menyadari masa depan anaknya masih panjang meski harus dijalani dengan keterbatasan fisik.

Rahmat yang sehari-hari bekerja sebagai Pak Bon atau penjaga sekolah itu menyadari penghasilannya tergolong minim untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh sebab itu, dia harus bekerja serabutan untuk menambah penghasilan.

Ngambek Tak Dibelikan Kue Ultah, Bocah Tanon Sragen Nekat Gowes Sampai Ngawi

Di rumahnya, ia biasa melayani jasa reparasi televisi. Kadang ia juga menjadi kuli bangunan. Terkadang ia menjadi pembawa acara di setiap pementasan orgen tunggal. Sayang, datangnya pandemi membuat ia menganggur sebagai pembawa acara. Hal itu membuat penghasilan ia mengalami kembang kempis.

“Istri saya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan membuka kantin di sekolah. Namun, datangnya pandemi membuat kantin sekolah tutup,” ucap Rahmat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya