SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Purwanto. (FOTO/Istimewa)

Seorang sahabat Rasulullah SAW ingin hidupnya hanya disibukkan dengan beribadah. Ia ingin menjalankan puasa Daud–sehari berpuasa sehari tidak  berpuasa–dan amalan-amalan lainnya. Ia mengatakan tak ingin menikah karena takut mengganggu ibadahnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mendengar hal itu, Rasulullah SAW bersabda,”Menikah adalah sunnahku. Akan tetapi, apabila kalian enggan untuk menikah maka kalian bukan dari golonganku”. Dan dalam hadis lainnya Rasululullah SAW menyatakan,”Barangsiapa membenci sunnahku maka ia bukan termasuk dalam golonganku.”

Menurut salah satu imam dan anggota takmir Masjid Al Wustho Mangkunegaran, Ustaz Purwanto, ada beberapa pertimbangan sebelum menikah, di antaranya seperti dalam sabda Rasulullah, yaitu pertimbangan, harta, penampilan, keturunan dan agama.

”Agama di urutan terakhir bukan karena prioritas terakhir, tapi dapat menopang hal yang sebelumnya atau tidak. Tak kaya tapi agamanya baik maka akan selamat. Tapi jika sebaliknya, kaya raya tapi tak bersyukur, hidupnya tidak selamat,” kata Purwanto.

Sudah jamak dipahami, terutama di kalangan masyarakat Jawa, usia seseorang jadi faktor pendorong orang untuk menyegerakan menikah. ”Kalau di kampung, gadis berusia di atas 21 atau 22 tahun tapi belum menikah sudah dianggap telat. Orangtua sibuk dan gelisah,” kata dia.

Namun, dalam Islam, usia bukan pertimbangan utama asalkan secara biologis sudah terpenuhi. Meski begitu, pertimbangan kedewasaan psikis juga patut diperhatikan. ”Jika sudah berusia 20 tahun ya sudah dianggap matang secara fisik dan psikis. Tinggal mempertimbangan hal berikutnya yakni persoalan kemampuan ekonomi, terlebih bagi seorang laki-laki,” kata Purwanto.

Suprapto. (FOTO/Istimewa)

Persoalan dewasa ini yang dialami banyak orang adalah usia tergolong cukup matang—sebagian tergolong tua secara sosiokultural–dan mandiri secara ekonomi namun tak menyegerakan untuk menikah. Menurut Purwanto, hal ini disebabkan banyak faktor, di antaranya usaha atau ikhtiar yang kurang. Ikhtiar adalah mesin, doa adalah pelumasnya.

”Jodoh sudah ditentukan Allah. Harus percaya itu. Tinggal menjemputnya dengan usaha dan doa,” kata dia. Bentuk ikhtiar itu antara lain memperluas pergaulan, meminta bantuan orangtua, ustaz dan guru. Berikutnya adalah memantaskan diri. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak amal ibadah dan memperbaiki sifat-sifat pribadi.

 

Kotor

Selain itu juga bermuhasabah diri. Terhalangnya jodoh, kata Purwanto, bisa karena dosa-dosa yang diperbuat. Jiwa kotor yang dipenuhi dosa turut menghambat terkabulkannya doa. “Kalau baju kita kotor, orang tidak mau mendekat. Jiwa yang kotor juga begitu. Malaikat pun enggan mendoakan,” ujar Purwanto.

Yang dibutuhkan adalah merasa diri kotor dan terus beristigfar dan bertobat yang sesungguhnya. Setelah bertaubat, amalan lainnya yang wajib dilakukan dan manjur adalah melaksanakan Salat Tahajud. Salat Tahajud sangat baik ditambah berdoa, Allah pasti akan mengabulkannya. Setelah itu, salat istikharah agar pilihan yang diambil tidak salah yang kemudian menimbulkan penyesalan dikemudian hari.

Sekretaris Seksi Pendidikan Majlis Tafsir Alquran (MTA), Ustaz Suprapto, menjelaskan keterlambatan menikah bisa juga disebabkan kesibukan sehari-hari. Pekerjaan yang menyita waktu tidak memberi kesempatan untuk berpikir tentang menikah.

”Atau dia terlalu enjoy dengan kesendiriannya. Masih ingin menikmati hidup sendiri. Sebenarnya ini kurang baik. Jika sudah siap, hendaknya segera menikah,” kata Suprapto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya