SOLOPOS.COM - Koordinator sumur dalam Trenceng, Dukuh Trenceng, Desa Mrican, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, Nuriyanto, 43, membersihkan bak penampungan air yang bersumber dari sumur dalam, Selasa (24/9/2019). (foto 2)

Solopos.com, PONOROGO -- Musim kemarau masih menjadi momok bagi sebagian masyarakat di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Setiap musim kemarau tiba, kekeringan dan kekurangan air menjadi fenomena tahunan yang harus dihadapi sebagian masyarakat di kabupaten reyog ini.

Tetapi, kisah kekeringan dan kesulitan mencari air kini sudah tidak dirasakan masyarakat Dukuh Trenceng, Desa Mrican, Kecamatan Jenangan sejak dua tahun lalu. Masalah kekeringan dan kekurangan air ini teratasi setelah sumur air tanah dalam dengan mesin submersible atau sering disebut sumur sibel oleh warga setempat, dibangun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebelum ada sumur sibel, Sarju, 60, harus melewati terjalnya jalanan untuk mendapatkan air bersih saat musim kemarau. Warga RT 003/RW 002, Dukuh Trenceng, itu harus berjalan kaki hingga 1 km untuk mencari air bersih.

Saat musim kemarau tiba, biasanya ia membuat bak penampungan di depan rumah untuk menampung air bersih bantuan pemerintah atau swasta. Ia beserta keluarganya pun harus berhemat supaya air bisa dimanfaatkan secara maksimal hingga bantuan berikutnya datang.

Namun, penderitaan itu kini sirna. Bukan hanya penderitaan Sarju, tapi semua warga di Dukuh Trenceng.

“Kalau dulu ya sulit mencari air pas musim kemarau. Harus nyari di desa tetangga. Kadang saya bisa bolak balik lima kali untuk mengambil air dari sumber ke rumah,” ujar Sarju saat ditemui Madiunpos.com di rumahnya pada akhir September 2019 lalu.

Dengan adanya sumur sibel, warga Trenceng lebih mudah tersenyum meski musim kemarau melanda dibandingan tahun-tahun sebelumnya. Sumur itu dibangun di samping musala yang di sekelilingnya tumbuh berbagai pepohonan peneduh.

Sumur sibel di Dukuh Trenceng, Desa Mrican ini merupakan bantuan Komunitas Peduli Kasih dan Komunitas Sedekah Berjamaah dari Ponorogo. Sumur tersebut memiliki kedalaman hingga 100 meter. Mesin pompa sibel jamak digunakan untuk menyedot air dari sumur dalam.

Sumur dalam ini selesai dibangun pada 1 Agustus 2017. Tahun-tahun sebelum itu,  Dukuh Trenceng ini menjadi salah satu lokasi kekeringan terparah di Ponorogo. Bantuan sumur ini pun disambut gembira oleh masyarakat setempat.

Saat sumur diresmikan, masyarakat menggelar syukuran dengan makan-makan bersama. Beberapa anak dan orang dewasa merayakan keberadaan sumber air itu dengan cara mandi dan bermain air yang mengucur deras dari dalam sumur.

Koordinator sumur dalam Trenceng, Nuriyanto, 43, mengatakan dua tahun terakhir desanya sudah mandiri air bersih. Bantuan air bersih dari pemerintah sudah tidak pernah datang ke kampungnya. Kebutuhan air bersih warga sudah terpenuhi dengan adanya sumur tersebut.

Pria yang bekerja sebagai petani ini menceritakan sebelum ada sumur sibel, masyarakat mengambil air dari sungai saat musim penghujan. Mereka mengambil air secara manual dengan mengisikan air ke dalam jeriken. Masalah tiba saat kemarau melanda. Sungai mengering.

“Kalau di Trenceng sini, bulan empat sudah mulai tidak ada hujan dan kering. Bulan kelima biasanya sungai dan sumber air sudah kering. Biasanya warga mencari air sampai di desa sebelah, Desa Klego. Itu ya ngambil air di sungai. Airnya pun juga tidak begitu bersih, tapi mau bagaimana lagi, adanya itu,” kata dia.

Warga Kampung Trenceng tidak ada yang memiliki sumur sendiri. Mereka benar-benar mengandalkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan harian. Rata-rata warga di sini bekerja sebagai buruh tani dan petani. Mereka tidak memiliki biaya untuk membuat sumur. Apalagi dengan kondisi tanah di desanya, untuk bisa mendapatkan air, sumur harus dibuat dengan kedalaman lebih dari 80 meter.

Bantuan sumur sibel, kata dia, benar-benar membuat hidup masyarakatnya berubah. Permasalahan kebutuhan air bersih saat musim kemarau bisa terselesaikan.

Iuran Rp5.000 Per Bulan

Pembangunan sumur dalam dengan mesin pompa submersible di Dukuh Trenceng merupakan bantuan sosial dari komunitas Yuk Kasih Sayang (YKS). Pengurus YKS, Maghfur, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (7/11/2019), menyampaikan bantuan pembuatan sumur dalam ini sebagai wujud kepedulian anggota komunitasnya terhadap permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat setempat.

Pembangunan sumur dalam ini menghabiskan dana sekitar Rp20 juta. Biaya ini untuk pengeboran sumur hingga kedalaman 100 meter dan pembelian mesin pompa submersible serta kebutuhan lain seperti paralon dan penampungan air.

“Biaya pembuatan sumur dalam ini merupakan dari donasi anggota YKS. Setelah kami berikan, pengelolaan sumur dalam ini diserahkan kepada masyarakat. Kami bersyukur bantuan tersebut sampai saat ini masih berfungsi dan bermanfaat bagi masyarakat setempat,” ujarnya.

Sumur sibel tersebut dikelola masyarakat secara swadaya. Di Dukuh Trenceng ada 20 keluarga dengan total jiwa sekitar 60 orang. Pengelolaan sumur dibuat sederhana dan tidak memberatkan masyarakat. Setiap bulan, satu keluarga hanya dibebani iuran Rp5.000.

Biaya ini untuk membayar kebutuhan listrik operasional sumur dalam. Sisanya, uang iuran itu untuk kas dan keperluan mendesak lain seperti penggantian pipa yang rusak.

“Warga dibebaskan menggunakan air sepuasnya. Tidak ada batasan. Jadi bayarnya cukup Rp5.000 per bulan. Itu kan tidak memberatkan masyarakat,” kata Nuriyanto.

Saat ada warga yang menggelar hajatan dan membutuhkan air lebih banyak, kata dia, akan diberi beban tambahan biaya Rp10.000 sekali hajatan.

Dampak Kesehatan



Sebelum masyarakat Dukuh Trenceng memiliki sumur dalam, berbagai penyakit kerap menyerang warga seperti diare dan infeksi saluran pernapasan.

Kepala Puskesmas Setono, Luki Hanifa, menyampaikan berbagai penyakit diidap masyarakat Dukuh Trenceng saat musim kemarau. Hal ini terjadi sebelum mereka memiliki sumber air bersih yang dimanfaatkan untuk kebutuhan harian saat musim kering.

Kondisi berbeda terjadi sejak dua tahun lalu setelah tetap masyarakat bisa mandiri air bersih di musim kemarau. Sudah jarang warga yang mengeluh sakit karena dampak dari kekurangan air.

“Kalau dulu saat musim kemarau memang banyak warga Trenceng yang sakit seperti diare. Tetapi, setelah adanya bantuan sumur itu, sudah jarang sekali warga yang sakit diare atau penyakit lain yang disebabkan karena kekurangan air,” kata dia, Selasa (12/11/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya