SOLOPOS.COM - Tanaman lidah buaya (Dok)

Tanaman lidah buaya (Dok)

DEPOK–Tanaman lidah buaya yang berasal dari Kepulauan Canary, atau sebelah barat Afrika, memang tidak terlalu popular dibandingkan tanaman lainnya yang sangat beragam di Indonesia. Khasiatnya sebagai salah satu obat juga tidak banyak diketahui.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut seorang pelaku budidaya lidah buaya dari kawasan Duren Seribu, Bojong Sari, Depok, Jawa Barat, Cahyono, rakyat Yunani pada 333 sebelum masehi bahkan memposisikan tanaman lidah buaya sebagai pohon pengobatan.

Namun sebenarnya dari 30 jenis tanaman lidah buaya atau aloevera, hanya ada dua jenis yang aman untuk dikonsumsi manusia. Salah satu di antaranya adalah yang masuk ke Indonesia pada abad ke-17, yakni jenis aloevera synensis.

”Lidah buaya merupakan salah satu dari 10 tanaman terlaris dunia yang sangat potensisl dikembangkan sebagai tanaman obat dan bahan baku industri di berbagai negara maju. Lidah buaya juga bisa diolah menjadi makanan dan minuman kesehatan,” papar alumni Fakultas Pertanian UPN Veteran 1992 jurusan agronomi tersebut, belum lama ini.

Potensi tersebut sangat besar, karena lidah buaya saat ini memiliki diversifikasi produk untuk industri kosmetika, obat-obatan, menjadi serbuk lidah buaya (powder aloe), gel lidah buaya (aloevera gel) hingga minuman lidah buaya (juice dan nata aloevera).

Melihat potensi tersebut, kata pria mantan pialang tersebut, maka kebutuhan pelepah atau daun lidah buaya sangat besar. Sebaliknya budidaya lidah buaya saat ini masih terkonsentrasi di kepulauan Kalimantan.

Untuk itu dia mengajak siapa saja yang berminat berinvestasi melalui budidaya lidah buaya untuk bergabung bersama kelompoknya yang saat ini mengelola sekitar 1,5 hektar di kawasan Depok. Dia memang tidak sendirian, karena berkolaborasi dengan mitranya Rusdi.

Dia dan Rusdi berkeinginan menjadikan Depok menjadi daerah penghasil terbesar kedua di Indonesia, setelah pulau Kalimantan.

Rusdi merupakan pakar lidah buaya yang belajar secara otodidak, namun mampu menjadikan budidaya lidah buaya menjadi usaha potensial bersama Cahyono. Selainkebutuhan di dalam negeri masih kurang pasokan, di satu sisi permintaan ekspor juga harus dilayani.

”Lidah buaya tidak ada yang terbuang percuma atau sia-sia. Oleh karena itu secara ekonmi sangat menguntungkan. Sebab, dari tiga grade daun lidah buaya, A, B, dan C, semuanya bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri,” tukas Cahyono.

Secara teori, usaha budidaya lidah buaya sangat menguntungkan, karena pohon ini tahan terhadap hama dan penyakit tanaman. Budidaya yang dilakukan Cahyono dan mitranya bahkan membebaskan tanaman itu dari penggunaan pestisida.

Investasi budidaya yang ditawarkan peneliti tanaman tersebut, sekitar Rp17 juta untuk sejumlah 1.000 tanaman aloevera. Untuk mengembalikan investasi itu memang diperlukan sekitar 18 bulan, namun setiap tanaman bisa berproduksi hingga lima tahun.

Investasi sebesar itu mencakup modal awal pengelolaan lahan hingga biaya perawatan hingga masa panen yang diperkirakan mulai usia 8-10 bulan. Sedangkan jarak tanamlidah buaya yang ideal adalah 1 meter x 1,2 meter yang ditata dalam barisan bedeng.

Luas areal tanam tersebut merupakan batas toleransi. Sebab, jika kurang dari 1.000 meter, kurang bernilai ekonomi bagi investor maupun kelompok budidaya yang dikoordinir Cahyono dan Rusdi.

Kebutuhanpasokan pelepah lidah buaya saat ini sekitar 6-7 ton untuk Jakarta dan sekitarnya. Sedangkan kemampuan pasokan dari Cahyono bersama mitranya hanya 2 juta ton per bulan. Dengan asumsi tersebut, maka budidaya lidah buaya masih menggiurkan.

”Tanaman ini bisa tumbuh dengan baik di areal ketinggian sekitar 300 meter di atas permukaan laut. Semakin tinggi daerahnya, semakin besar pelepahnya. Namun harus menghindari kelebihan air, karena daunnya akan membusuk.”

Maksimal siraman air hujan yang bisa ditolerir sebanyak tiga kali dalam sebulan. Untuk menghindari genangan air, maka sistem budidaya oleh Cahyono bersama Rusdi menggunakan bedengan untuk menghindari genangan air.

Saat ini kelompok budidaya lidah buaya tersebut telah menjalin sinergi dengan peusahaan ritel nasional, dengan ka[asitas sebagai pemasok secaa rutin. Pelepah yang dipasok ke ritel nasional terdiri dari grade A. Kemudian grade B dan C dijadikan olahan serbuk untuk jus dan nata lidah buaya serta industri herbal.

Meski membuka peluang usaha bagi melalui penanaman investasi, Cahyono juga memberi peluang kepada mitranya untuk menjadi pelaku langsung budidaya. “Namun pada tahap pertama kami ingin memberi pemahaman tentang budidaya.”

Apabila tidak diberi pemahaman, dia khawatir disebut melakukan monopoli usaha. Dia memberi garansi bahwa seseorang yang ingin melakukan budidaya lidah buaya, hanya perlu satu tahun memahami seluruh proses hingga panen selama lima tahun.

Setahun, kata Rusdi, mitra yang berinvestasi dipastikan bisa menguasai proses budidaya. Misalnya untuk mengendalikan gulma yang bisa memperlamban pertumbuhan lidah buaya. Tanaman gulma sebenarnya diperlukan dalam proses pertumbuhan.

”Akan tetapi, ketinggiannya tidak boleh melebihi tinggi pelepah lidah buaya. Proses pemupukan juga perlu dipahami, karena kami menghindari pemanfaatan kimiawi. Kami menggunakan pupukorganik cair atau mikro organism local (MOL) yang terbuat dari ekstrak hati sapi,”papar Rusdi.

Kedua tokoh tanaman aloevera itu memulai budidaya sejak 2.000, dan memastikan kebutuhan industri masih sangat besar, sehingga siapa pun bisa berinvestasi. Sebab, hasil lidah buaya di pulau Kalimantan seluar 8.000 hektar, lebih banyak diekspor ke Malaysia dan Brunei Darussalam.



Bobot rata-rata pelepah lidah buaya yang ideal untuk dipasarkan mulai dari grade C hingga A bervariasi dari 6 ons hingga 1 kg. Jika areal budidaya berada pada 500 meter  di atas permukaan laut, kemungkinan setiap pelepahnya bisa mencapai bobot di atas 1 kg.

”Mengapa kami memilih budidaya lidah buaya, karena potensi pasar dan manfaatnya sangat besar bagi hidup manusia. Kami bahkan sudah memproduksi lidah buaya menjadi minuman gel yang menyegarkan dan menyehatkan.”

Minuman gel lidah buaya dalam kemasan botol plastik saat ini dipasarkan secara luas melalui distributor yang dipercaya Chayono dan Rusdi. “Rasanya kami jamin lebih unggul dibandingkan produk serupa dari perusahaan lain, karena kami tidak menggunakanpupuk kimiawi,” ungkap Rusdi.

Manfaat dan khasiat lidah buaya: Anti kejang dan demam anak, menurunkan panas dalam, mengatur keasaman lambung dan meningkatkan kinerja lambung, mengobati luka dinding usus, sakit perut, meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Berikutnya adalah, menghilangkan keletihan dan stress, bahan pembersih tubuh, menstabilkan kolestrol darah, memperlambat penuaan dini, menghambat inveksi HIV, nutrisi tambahan bagi pengidap HIV, mencegah pembengkakan sendi, membantu penyembuhan luka, dan menghambat pertumbuhan sel kanker.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya