SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sleman–Muntahan lahar panas dan dingin yang keluar dari puncak Merapi mengalir ke jumlah kali yang ada di sekitarnya.

Muntahan lahar tersebut telah membawa kerusakan yang sangat parah di dusun-dusun yang dekat dengan puncak gunung indah namun berbahaya ini.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

Tidak hanya itu, dusun yang jauh dari puncak namun dekat dengan aliran lahar juga tidak luput dari terjangan panasnya lahar yang muntah selama beberapa pekan ini. Kini warga tinggal menunggu turunnya status Merapi menjadi Normal.

Warga sekitar lereng Merapi akan segera menuai berkah dari panasnya lahar yang mulai mendingin tersiram hujan dan diusap embun.

“Sudah seperti tradisi, setiap selesai meletus warga akan panen pasir. Terutama di kali-kali yang jadi aliran lahar gunung Merapi,” ujar Ketua DPRD Kabupaten Sleman Koeswanto seperti dilansir detikcom, Minggu (21/11).

Menurut Koeswanto, salah satu kali yang paling banyak dialiri lahar dalam letusan terbesar sepanjang lebih seratus tahun ini adalah Kali Gendol. Kali kering yang berbentuk cekungan dalam, saat ini sudah tertutup pasir, abu dan batu. Kali Gendol pun sudah hilang karena sudah rata dengan pemukiman yang ada di sekitarnya (Desa Kepuharjo dan Glagaharjo).

“Kali itu nantinya akan ditambang oleh warga, jadi semua material bisa kembali terangkat. Kali Gendol akan kembali seperti dulu lagi, cekungan yang dalam,” terang politisi PDIP ini.

Banyaknya material pasir dan batu menjadi berkah tersendiri bagi penduduk yang tinggal di lereng Merapi. Harga pasir dari erupsi Merapi tergolong mahal dan banyak dicari sebagai bahan bangunan.

“Pasirnya itu kan mengandung zat semen, dan itu bagus untuk membuat bangunan. Bisa lebih kuat, makanya dijual laku keras,” terangnya.

Begitu status Merapi dinyatakan aman, maka tak ayal lereng Merapi akan segera berubah menjadi tambang pasir. Namun Koeswanto pun menyesalkan, sebagian besar yang menjadi pengusaha pengerukan bukanlah warga setempat, melainkan warga asal kota lain.

“Tapi kita sudah batasi, kalau penambangan pasir dilarang menggunakan alat besar untuk ngeruknya. Harus manual, jadi mau tidak mau warga dilibatkan untuk mengeruk pasir,” bebernya.

Pemkab Sleman sendiri tidak sanggup menambang ribuan ton material pasir yang dimuntahkan Merapi. Padahal di sisi lain, pengerukan tersebut harus cepat dilakukan.

“Kalau tidak cepat, kalau hujan daerah bawah jadi banjir. Kita tentu tidak memiliki kendaraan yang bisa menambang ribuan bahkan jutaan ton pasir itu,” ujarnya.

Selain pasir, abu vulkanik yang menutupi seluruh wilayah di lereng Merapi bahkan hingga ke kota-kota lain, juga memiliki manfaat. Tanah yang terkena abu vulkanik tersebut dipastikan akan menjadi tanah yang subur.

“Tapi prosesnya paling tidak makan waktu dua tahun, tapi setelah itu pasti subur,” imbuhnya.

dtc/nad

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya