SOLOPOS.COM - Ilustrasi keluarga. (freepik)

Solopos.com, SOLO—Suatu malam di sebuah keluarga. Seorang ibu membantu anaknya belajar. Ibu tersebut memiliki dua anak yang selisih usianya tidak terlalu jauh.

Ibu tersebut memberi pertanyaan kepada anak yang lebih besar. Setelahnya si anak mencoba berpikir, berusaha untuk menjawab. Pada saat bersamaan, anak yang lebih kecil menyahut. Dia menjawab pertanyaan tersebut. Kejadian tersebut selalu berulang. Ibu itu akhirnya berkomentar. “Nah, itu adikmu saja malah bisa.” Atau “Adikmu saja lebih pandai daripada kamu.”

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ini adalah salah satu contoh kejadian yang sering kita temui dalam keluarga. Orang tua sering membandingkan anaknya sendiri dengan anak orang lain atau saudara kandungnya sendiri.

Sebenarnya orang tua yang membandingkan anaknya dengan anak orang lain atau dengan saudaranya sendiri itu tidak berniat buruk. Orang tua tersebut ingin anak bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik setelah mendapat contoh. Akan tetapi, meskipun sudah biasa, apakah cara seperti itu baik untuk anak-anak?

Membandingkan anak dengan saudara kandungnya sendiri mungkin bisa memberikan anak tersebut gambaran bagaimana seharusnya bersikap. Sebagai contoh, dia kemudian menyadari harus belajar rajin supaya bisa pandai seperti adiknya.

Apabila nasihat tersebut ditanggapi secara positif oleh si anak, ia akan termotivasi untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik. Namun, hanya sebagian kecil anak yang dapat menerima nasihat orang tua dengan cara demikian.

Anak biasanya tidak suka menerima kritikan dan belum mengerti cara menanggapi kritikan. Kemungkinan yang bisa terjadi adalah anak yang sering dibandingkan cenderung meragukan dirinya sendiri. Selain itu, anak akan merasa cemburu karena ada yang dianggap lebih baik dari dirinya oleh orang tuanya.

Kecemburuan yang ada sejak kecil tidak baik untuk kesehatan jiwa anak karena dapat menimbulkan kebencian, permusuhan, atau rasa kecewa pada diri sendiri maupun orang tua. Emosi anak yang tidak stabil menyebabkan hubungan orang tua dengan anak menjadi renggang.

Setiap hari, tanpa disadari orang tua dihadapkan pada keberagaman di lingkungan keluarga yang banyak sekali bentuknya. Keberagaman di lingkungan keluarga, seperti perbedaan tempat lahir, perbedaan suku dan ras, jenis kelamin, perbedaan selera makan, perbedaan kemampuan, perbedaan pendidikan, perbedaan hobi, hingga kebutuhan hidup.

Keluarga merupakan kelompok kecil pertama yang membicarakan tentang keberagaman sejak lahir dalam kandungan ibu. Di dalam keluarga juga ada beberapa silsilah anggota keluarga yang memiliki berbagai perbedaan dalam pengalaman hidup. Kakek, nenek, ayah, ibu, saudara, dan anak-anak dengan kepribadian yang berbeda-beda.

Salah satu keberagaman di lingkungan keluarga adalah keberagaman kemampuan anak. Setiap anak memiliki kemampuan masing-masing, kadang kemampuan ini tidak disadari orang tua.

Oleh sebab itu, orang tua harus teliti dan memahami keberagaman anak-anaknya. Pahami apa minat mereka, bagaimana gaya belajar mereka, siapakah yang memiliki kemampuan menghitung paling baik, siapakah yang memiliki kemampuan menghafal paling baik, siapakah yang suka membaca, siapakah yang suka menulis, dan tentu saja masih banyak lagi kemampuan anak yang unik.

Orang tua yang bijaksana tidak akan membandingkan anak-anaknya. Orang tua bisa membantu anak berubah menjadi orang yang lebih baik tanpa harus membanding-bandingkan.

Caranya cukup dengan memberi tahu apa yang seharusnya ia lakukan dan terus membimbingnya supaya dapat berubah. Adanya kesadaran tentang keberagaman di lingkungan keluarga dapat menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dan tetap menghargai indahnya sebuah perbedaan keluarga.

Penulis adalah guru di SMAN 4 Solo.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya