SOLOPOS.COM - Ilustrasi mengelola stres (Freepik)

Solopos.com, SOLO–Istilah toxic masculinity barangkali masih terdengar asing bagi kita, padahal sebenarnya bisa jadi kita sering atau pernah secara tak sengaja melakukan hal ini kepada kaum pria. Jika dibiarkan, hal ini bisa berdampak buruk terhadap kehidupan sosial dan kesehatan mental pria.

Salah satu perlakuan menjurus toxic masculinity adalah selalu berharap pria tidak cengeng, tidak boleh mengekspresikan kesedihannya. Sikap tersebut sudah termasuk dalam toxic masculinity. Alih-alih dapat memberikan dukungan atau energi positif, toxic masculity justru bisa berdampak buruk bagi kehidupan sosial dan kesehatan mental pria.

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

Toxic masculinity adalah suatu tekanan budaya bagi kaum pria untuk berperilaku dan bersikap dengan cara tertentu. Istilah ini umumnya dikaitkan dengan nilai-nilai yang dianggap harus ada di dalam diri seorang pria, misalnya pria harus menunjukkan kekuatan, kekuasaan, dan pantang mengekspresikan emosi.

Sejak kecil, kebanyakan anak laki-laki dididik dan dituntut untuk menjadi sosok yang kuat dan tangguh. Kesedihan seolah menjadi hal yang tabu dan perlu dihindari karena kerap dianggap sebagai tanda kelemahan. Padahal sejatinya, setiap manusia memiliki emosi yang perlu dirasakan dan diluapkan.

Baca Juga: Tiga Perawatan Rutin yang Wajib Dilakukan Setiap Hari, Apa Saja?

Konsep maskulinitas yang keliru ini dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi pria untuk melakukan kekerasan rumah tangga, pelecehan seksual, hingga pemerkosaan. Di samping itu, pria yang menjunjung toxic masculinity juga bisa merasa terasingkan, terisolasi, dan kesepian, serta lebih sulit untuk membangun empati.

Pria dewasa yang sudah bertahun-tahun terbiasa memegang teguh sikap toxic masculinity cenderung akan sulit mengubah pola pikirnya tersebut. Oleh karena itu, konsep yang salah ini sebaiknya dihindari dan ditanamkan pada laki-laki sejak masa kanak-kanak.

Agar tidak terjebak dengan konsep maskulin yang salah dan terhindar dari dampak buruknya, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah memperbaiki pola asuh orang tua terhadap anak laki-laki.

Berikut adalah beberapa cara yang bisa diterapkan setiap orang tua untuk menjauhkan anak laki-lakinya dari pola pikir toxic masculinity seperti mengutip dari Alodokter.com, Minggu (22/9/2021):

1. Ajari anak untuk bisa mengekspresikan diri

Salah satu cara mencegah toxic masculinity adalah ajari anak laki-laki untuk mengekspresikan berbagai emosi yang ia rasakan. Beri tahu padanya bahwa tidak ada salahnya bagi anak laki-laki untuk mengungkapkan keluh kesah serta menunjukkan rasa sedih dan menangis.

Baca Juga:  Ingin Mendapatkan Pikiran yang Tenang? Lakukan Cara Ini

Jika ia merasa malu untuk menangis di tempat umum, berikanlah pemahaman bahwa ia boleh menangis ketika sedang sendiri atau di sekitar orang yang ia percayai, misalnya orang tua, guru, atau pengasuhnya.

2. Tumbuhkan rasa empati

Empati pada anak laki-laki tidak muncul begitu saja, melainkan perlu dilatih. Dengan memiliki empati, anak akan bisa memahami perasaan dirinya sendiri dan orang lain, serta dapat mengontrol emosinya dengan baik. Hal ini pun dapat mencegah mereka dari pola pikir toxic masculinity ketika beranjak dewasa.

Ajarkan anak nilai kesopanan dan mengajaknya untuk bisa memposisikan dirinya sebagai orang lain. Berikan juga ia pengertian tentang pentingnya menunjukkan kepedulian dan rasa hormat terhadap orang lain, terlepas dari gender, jenis kelamin, atau latar belakang suku dan agama orang tersebut.

3. Awasi media hiburan anak

Pantau media hiburan yang diberikan pada anak, baik itu buku, film, gadget, atau lainnya. Pastikan konten tidak bersifat toxic masculinity. Apabila tontonan atau hiburan anak menunjukkan adanya konsep maskulinitas yang salah, berikanlah pemahaman bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang patut untuk dicontoh.

4. Hindari perkataan yang merendahkan perempuan

Sebisa mungkin hindari perkataan yang terkesan merendahkan perempuan, misalnya “Cara jalanmu seperti perempuan” atau “Jangan berbicara seperti perempuan”. Ini akan membuat anak laki-laki memandang perempuan sebelah mata dan sulit untuk menghargai perempuan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya