SOLOPOS.COM - Tas daur ulang yang dipamerkan di Bantul Ekspo 2014. (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Harianjogja.com, BANTUL-Produk khas sejumlah desa di Kabupaten Bantul dapat ditemui di pameran akbar Bantul Ekspo 2014 yang digelar di Pasar Seni Gabusan (PSG) Jalan Parangtritis Bantul hingga 25 Agustus mendatang.

Selama ini, warga Jogja maupun wisatawan yang hendak membeli produk kuliner maupun kerajinan khas desa di Bantul biasanya harus berburu ke desa-desa yang menyediakan barang tersebut dan tentunya harus menempuh jarak yang jauh.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

Kini, lewat Bantul Ekspo, produk khas desa yang jarang dijual di perkotaan atau pasar modern itu dapat dengan mudah dibeli.

Di Bantul, sejumlah produk khas desa menjadi andalan di pameran kali ini. Beberapa produk tersebut misalnya mides khas Desa Srihardono Pundong, lukisan dan kerajinan berbahan bambu asal Kretek serta blankon dari Guwosari, Pajangan.

Di stan Desa Srihardono Pundong, mides laris manis dibeli pengunjung. Mie berbahan singkong ini diburu karena rasanya yang gurih serta sehat karena tidak menggunakan bahan pengawet. Produk ini berasal dari Pundong Bantul.

Lasmi, 35, penjual mides mengatakan, dalam sehari ia mampu menjual 20 Kg mides. Mides dimasak dengan cara digoreng atau direbus. Selain di Bantul Ekspo, mides buatan Laksmi hanya dapat ditemukan di Pasar Pundong. “Satu porsinya dijual Rp6.000,” kata Lasmi Jumat (22/8/2014).

Produk khas desa di Bantul lainnya adalah kerajinan berbahan bambu. Produk ini dapat ditemukan di stan Kecamatan Kretek. Seperti pigura lukisan, asbak, gantungan kunci dan masih banyak produk lainnya berbahan bambu apus.

“Kami melayani lukisan bambu dengan alat pemanas dengan aliran listrik dan membentuk pola gambar yang diinginkan,” kata Budianto salah satu pengelola stan.

Sementara itu di stan lainnya, ditemukan pula blankon buatan Dusun Kentolan Kidul, Desa Guwosari, Pajangan Bantul. Penutup kepala khas budaya Jawa itu kini banyak dicari wisatawan dan kalangan PNS Bantul. Setelah Pemkab Bantul mewajibkan pegawainya berbusana tradisional setiap tanggal 20 tiap bulannya.

Sumaryadi, perajin blankon mengatakan, usaha ini ia mulai sejak 2000. Sampai sekarang, blankon miliknya sudah dibeli konsumen lokal, luar daerah hingga turis manca negara. “Misi kami berwirausaha sambil melestarikan budaya,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya