SOLOPOS.COM - Komplek makam Amangkurat 1 (Tegal Arum), di Tegal. (Pinterest/Potret Lawas)

Solopos.com, TEGAL — Petilasan Sunan Amangkurat I di Tegal, Jawa Tengah, sampai saat ini masih sering diziarahi sekaligus untuk ritual ngalap berkah. Petilasan itu berada di Tegalwangi atau Tegalarum, Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Amangkurat I yang memiliki nama lahir Raden Mas Sayyidin adalah putra mahkota dari Sultan Agung Hanyakrakusuma, penguasa Kerajaan Mataram Islam yang lahir pada 1619 dari permaisuri kedua yang bernama Raden Ayu Wetan. Dia adalah cicit dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Itam.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Dihimpun dari ensiklopedia digital, Jumat (25/3/2022), dia diangkat sebagai Raja Mataram Islam pada 1645, menggantikan ayahnya yang bergelar Susuhunan ing Ngalaga. Setelah resmi dinobatkan pada 1646, dia diberi gelar Susuhan Prabu Amangkurat Agung atau disingkat Amangkurat (penguasa bumi/kerajaan).

Dia mendapatkan warisan dari sang ayah berupa wilayah Kerajaan Mataram Islam yang sangat luas. Dia menerapkan sistem sentralisasi dengan tujuan membawa stabilitas jangka panjang di Pulau Jawa dengan memperbaiki lahan-lahan yang rusak akibat pemberontakan.

Baca juga: Wisata Small World, Universal Studio Ala Purwokerto

Guna mencapai tujuannya itu, Amangkurat I meninggalkan Keraton Karta dan pindah ke Keraton Plered yang berlokasi di Kabupaten Bantul. Sejak zaman pemerintahan Sultan Agung, kawasan itu sudah direncakan sebagai pusat kerajaan yang baru. Amangkurat I menetap di keraton tersebut hingga 1666.

Namun selama masa pemerintahannya, dia menghadapi berbagai masalah, termasuk ancaman penggulingan kekuasaan atas dasar ketidakpuasan atas kepemimpinanya dan salah satunya adalah pemberontakan Trunajaya (1677). Trunajaya adalah seorang pangeran dari Madura yang memimpin pemberontakan dan didukung oleh para pejuang dari Kesultanan Gowa yang dipimpin oleh Karaeng Galesong (salah satu putra Sultan Hasanudin) dan berhasil menduduki Keraton Plered.

Pelarian ke Pantura

Setelah kedudukannya digulingkan, Amangkurat I melarikan diri menuju ke pantai utara bersama putra sulungnya untuk meminta perlindungan dari VOC yang dulunya pernah diperangi oleh ayahnya.  Namun dalam pelariannya, Amangkurat I harus melalui berbagai macam halangan. Berdasarkan penelurusan Solopos.com, saat perjalanan pelarian pantai utara, Amangkurat I dan rombongan dirampok oleh warga desa.

Dalam kondisi sakit dan tidak berdaya, Amangkurat I harus menyerahkan emas dan uang yang dibawanya. Singkatnya, dia sampai ke Tegal dan sempat memiliki guru spiritual di sana. Hingga akhirnya, dia meninggal pada 13 Juli 1677 di Desa Wanayasa, Banyumas. Sesuai dengan wasiatnya, dia ingin dimakamkan di Tegal, tepatnya di Desa Pesarean, Kecamatan Adiwena, Kabupaten Tegal.

Baca juga: Misteri Pulau Seprapat Juwana, Tempat Pesugihan di Jawa Tengah

Keinginannya untuk dimakamkan di sana dikarenakan dekat dengan guru spiritualnya yang menemani akhir hayatnya. Anehnya, saat di makamkan, tanah yang digunakan untuk mengubur Amangkurat I berbau harum hingga akhirnya tempat makam tersebut dijuluki Tegalarum atau Tegalwangi. Dia juga dijuluki dengan nama anumertanya, yaitu Sunan Tegalarum atau Sunan Tegalwangi.

Selain belajar agama, Sunan Amangkurat I juga banyak melakukan kontribusi di kawasan Tegal, seperti mengajarkan syiar Islam bagi penduduk setempat, memperkenalkan batik dan masih banyak lagi. Saat ini, tempat pemakaman Sunan Amangkurat I dengan julukan Sunan Tegalarum atau Sunan Tegalwangi ini menjadi wisata religi yang selalu didatangi oleh para peziarah yang menaikan doa untuk keselamatannya dan juga memohon berkah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya