SOLOPOS.COM - Suasana gudang Komunitas Sedekah Sampah Indonesia di Dukuh Krajan, Desa Jomboran, Kecamatan Klatem Tengah, Jumat (28/1/2022). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN—Berawal dari tongkrongan, sekelompok anak muda RW dari Dukuh Krajan, Desa Jomboran, Kecamatan Klaten Tengah membikin Komunitas Sedekah Sampah Indonesia. Niatan membentuk komunitas itu muncul untuk ikut menjaga lingkungan dari pencemaran dengan tetap bisa bersedekah.

Ketua Komunitas Sedekah Sampah Indonesia, Danang Widyatmoko, 24, mengatakan komunitas dibentuk pada 2019 silam. Awalnya, pengelola komunitas merupakan sejumlah pemuda kampung salah satu RW di Dukuh Krajan, Desa Jomboran yang kerap berkumpul dan sekadar nongkrong.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Berawal dari anak-anak muda yang sekadar nongkrong dan bermain ponsel. Kemudian muncul ide bagaimana membuat usaha dan bisa bersedekah tetapi modalnya tidak banyak,” kata Danang saat ditemui di Desa Jomboran, Jumat (28/1/2022).

Baca Juga: PENGELOLAAN SAMPAH KLATEN: Mangkrak, BPD Sumberejo Klaten Kaji Bank Sampah

Ekspedisi Mudik 2024

Selang beberapa hari muncul usulan untuk mengelola sampah. Selain tak perlu modal banyak, ide pengelolaan sampah itu muncul agar mereka bisa ikut menjaga lingkungan sekitar dari pencemaran. “Akhirnya membentuk komunitas ini,” jelas Danang.

Awalnya, anggota komunitas tersebut mengumpulkan sampah anorganik layak jual seperti plastik serta botol bekas. Hingga sebulan bergulir, mereka meningkatkan kegiatan dengan pengumpulan baju bekas.

Sejak mengumpulkan baju bekas, komunitas itu semakin dikenal. Banyak warga yang berminat bersedekah. Komunitas dihubungi warga dari berbagai daerah yang ingin menyedekahkan sampah rumah tangga mereka.

Baca Juga: PENGELOLAAN SAMPAH KLATEN : TPA Troketon Masih Butuh Lahan 12,5 Hektare

Anggota komunitas tak mengira minat warga Klaten menyedekahkan baju bekas mereka tinggi. Komunitas pun sempat bingung untuk menyalurkan baju-baju bekas yang kadung terkumpul.

“Kemudian ada warga yang menyampaikan kalau ada pondok pesantren (Ponpes) di Wonosobo yang siap menampung berpapun juga baju bekas. Akhirnya kami salurkan ke sana sampai saat ini. Pernah pengiriman itu sampai dua kol penuh. Tentunya kami sortir dulu sebelum diserahkan, mana yang layak,” jelas Danang.

Selain sampah anorganik dan baju bekas, komunitas mengumpulkan jelantah. Sebelum pandemi, komunitas tersebut mampu mengumpulkan jelantah mencapai 100 liter per bulan. “Selama ini belum banyak yang mengelola jelantah. Dikit-dikit dibuang ke selokan. Dari pada mencemari lingkungan, akhirnya kami tampung,” kata dia.

Baca Juga: PENGELOLAAN SAMPAH KLATEN : DPU Kebut Penyiapan Lahan

Jelantah itu diolah anggota komunitas menjadi sabun pel serta lilin. Sudah ada pengurus komunitas yang mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat untuk mengolah minyak jelantah menjadi sabun pel.

“Kebanyakan jelantah diolah menjadi sabun batang dan lilin. Untuk sabun pel itu yang bisa mengelola yang sudah bersertifikat. Kebetulan warga di sini ada yang sudah memiliki sertifikat tersebut,” kata dia.

Selain itu, jelantah disalurkan ke luar Jawa untuk dibuat biodiesel. Hasil penjualan itu digunakan untuk menggulirkan kegiatan sedekah serta membiayai operasional komunitas.

Baca Juga: PENGELOLAAN SAMPAH KLATEN : Pemkab Janji Sampah di Gemampir Tak Cemari Lingkungan

Dalam proses pengumpulan sedekah, komunitas tak sekadar menerima sampah secara cuma-cuma. Anggota komunitas memberikan nilai tukar kepada warga dari sampah yang disedekahkan seperti sembako serta pulsa. Belakangan, komunitas membuka sedekah jelantah yang bisa ditukarkan dengan emas murni.

Selain sampah anorganik, komunitas tersebut juga mengelola sampah organik untuk budi daya maggot. Maggot yang dibudidayakan digunakan untuk pakan ternak lele, nila, serta ayam yang menjadi bidang usaha komunitas tersebut.

Danang menjelaskan saat ini ada sembilan anggota komunitas. Mereka biasanya kumpul saban Minggu untuk mengolah sampah serta mengambil sampah yang ingin disedekahkan warga.

Baca Juga: PENGELOLAAN SAMPAH KLATEN : DPU Cari Lahan Alternatif Pembuangan Sampah

 

Konsisten

Pengambilan sampah dilakukan saban Minggu menyesuaikan hari libur anggota komunitas. Hal itu karena komunitas itu digawangi anak muda yang rata-rata berusia 20-an tahun serta ada yang masih berstatus sebagai pelajar.

Danang berharap komunitas bisa konsisten mengelola sampah yang didonasikan dari warga dan mengelolanya dengan hasil bisa disedekahkan. Mereka berharap cara tersebut juga bisa meningkatkan kesadaran warga untuk mengelola sampah dengan baik serta meminimalisasi pencemaran.

Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Klaten, Srihadi, mengatakan dari hasil kajian, setiap warga Klaten memproduksi sampai 0,5 kg per hari. Jika ditotal, sampah yang diproduksi seluruh warga Kabupaten Bersinar mencapai 287 ton per hari. Sementara itu, total sampah yang terangkut ke TPAS sekitar 90 ton per hari.



Baca Juga: PENGELOLAAN SAMPAH KLATEN : Bersedia Tampung Sampah, Desa Candirejo Digelontor Rp750 Juta

“Paling tinggi sampah yang diproduksi rumah tangga yakni sampah organik hampir 60 persen. Sekitar 10 persen sampah plastik,” kata Srihadi.

Selain diangkut ke TPAS, sampah yang dihasilkan dari rumah tangga mulai dikelola kelompok masyarakat seperti bank sampah serta TPS 3R. Ada proses pemilahan sampah dengan salah satunya pemanfaatan sampah organik untuk budi daya maggot. Sementara, sampah anorganik yang memiliki nilai ekonomi dikumpulkan untuk diolah menjadi barang memiliki nilai jual tinggi atau disalurkan ke pengepul.

Srihadi berharap kepedulian warga untuk mengelola sampah rumah tangga dengan baik menimpak setidaknya melalui pemilahan sampah dari masing-masing rumah tangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya