SOLOPOS.COM - Botok ikan patin disajikan di Warung Makan Botok Mercon Mbah Wiro di jalan Gabugan-Sragen, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Minggu (2/1/2022).(Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN – Desa Tenggak, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, dikenal sebagai pusatnya kuliner botok ikan patin. Siapa sangka, lahirnya kuliner botok patin khas Desa Tenggak berawal dari musibah gagal panen yang dialami kalangan petani setempat.

Pada era 2000-an, hama wereng cokelat mewabah di Soloraya. Petani Sragen saat itu benar-benar dibuat frustasi karena bertahun-tahun mengalami gagal panen. Kegagalan panen hingga berkali-kali itu membuat kalangan petani rugi besar.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Tak mau pasrah dengan keadaan, kalangan petani di Desa Tenggak, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, berpikir untuk bangkit dari keterpurukan. Mereka tidak lagi banyak berharap kepada hasil pertanian setelah mengalami kerugian besar akibat wabah hama wereng cokelat.

Lahan pertanian yang semula diberakan selama beberapa tahun akhirnya dirombak menjadi kolam ikan. Kepala Desa Tenggak, Setyanto, mengatakan warga setempat yang yang saat itu memelopori alih fungsi lahan pertanian ke kolam ikan adalah Wardoyo.

Saat itu, dia membudidayakan ikan patin. Hasilnya ternyata lumayan. Bahkan, usaha ini pada saat itu terbilang lebih menjanjikan daripada bertani. Sejak saat itu, banyak petani yang mengikuti jejak Wardoyo dengan mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi kolam ikan

Hingga kini, ratusan warga yang menjadikan usaha perikanan sebagai pekerjaan sampingan selain bertani. Mereka terbagi dalam empat kelompok tani. Saat ini sudah ada sekitar lima haktare lahan pertanian yang sudah dialihfungsikan sebagai kolam ikan.

Namun, kolam ikan tak hanya dibangun di lahan pertanian, tetapi juga di pekarangan dan halaman rumah warga. Dari hasil perikanan itu, muncul menu kuliner khas Desa Tenggak yakni botok patin.

Botok ikan sebenarnya sudah lama menjadi ikon kuliner di desa yang berlokasi di tepi Sungai Bengawan Solo ini. Sejak dulu, warga sudah terbiasa mencari ikan dengan cara pladu di sungai. Hasil tangkapan ikan itu kemudian banyak diolah menjadi botok. Saat ikan patin mudah dijumpai karena banyak dibudidayakan petani setempat, popularitas botok patin semakin naik.

Sekarang hampir semua warung makan di Desa Tenggak selalu menyajikan botok dengan level pedas yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Pujo Wiyono, 50, warga Dukuh Metep, RT 11/RW 04, Desa Tenggak, Kecamatan Sidoharjo, Sragen.

Pujo mengaku baru membuka warung makan dengan menu andalan aneka botok itu pada 2010 lalu. Tak hanya botok patin yang paling banyak digemari, Pujo juga menyajikan botok wader, botok ayam, botok telur asin dan botok belut.

“Kenapa harus botok ya karena botok ini sudah jadi kuliner khas di desa kami. Dari dulu simbah sudah terbiasa membuat botok ikan. Karena di sini adalah sentra budi daya ikan, maka stok ikan patin melimpah. Saya biasa ambil stok patin dari kakak saya yang juga membudidayakan ikan,” jelas Pujo kala ditemui Solopos.com di warung miliknya, Rabu (17/5/2023).

Warung Botok Pujo yang berlokasi tak jauh dari Sungai Bengawan Solo cukup ramai pembeli. Keramaian pengunjung biasa terjadi saat jam makan siang. Ia beruntung bisa mengakses modal melalui KUR BRI pada 2019 untuk menata warungnya supaya lebih rapi.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 sempat membuat warungnya sepi pengunjung. Sejumlah kebijakan pemerintah untuk menekan penyebaran virus membuat pengunjung warungnya makin berkurang.

“Sebelum pandemi, jumlah pengunjung cukup banyak, terutama saat makan siang. Dulu pengunjung saat makan siang bisa mencapai 50-60 orang. Sejak pandemi, warung semakin sepi. Ini sudah mulai kembali ramai, tapi belum bisa menyamai ramainya warung sebelum pandemi,” jelas Pujo.

Untuk memudahkan layanan ke pelanggan, Warung Botok Pujo sudah dilengkapi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Dia mengakui belum banyak pelanggan yang memanfaatkan layanan QRIS. Kebanyakan mereka yang membayar dengan QRIS adalah para pekerja bank, para pebisnis atau anak muda yang melek teknologi.

“Salah satu manfaat ketika pakai QRIS adalah memudahkan pelanggan dalam bertransaksi. Saya juga tidak perlu menyiapkan uang kembalian. Selain itu, memakai QRIS membuat warung saya lebih dipercaya. Buktinya, banyak tamu dari Jakarta yang diarahkan datang ke sini karena sudah memakai QRIS,” jelasnya.

Di Desa Tenggak terdapat lebih dari 10 warung yang menjajakkan kuliner botok patin. Salah satu warung makan botok pati yang cukup terkenal adalah milik Mbah Wiro. Letaknya di jalan Gabugan-Sragen, tepatnya di sebelah timur Jembatan Gawan yang melintasi Sungai Bengawan Solo.

Warung makan ini biasa menjadi jujukan kalangan pejabat mulai tingkat bupati hingga gubernur. Di Warung Mbah Wiro, paling sedikit bisa menghabiskan 50 kg ikan patin/hari untuk membuat botok mercon. Disebut botok mercon karena Mbah Wiro menyajikan menu botok patin dengan level pedas tinggi.

Di Dusun Dukuh RT 07, Desa Tenggak juga terdapat sebuah warung yang menjajakkan menu botok patin. Warung milik Ikun ini lebih banyak dikunjungi warga sekitar daripada warga dari luar daerah. “Warung Pak Ikun tidak begitu ramai karena orang dari luar daerah jarang yang tahu. Warga juga biasa membuat botok ikan untuk dikonsumsi sendiri di rumah. Kalau ada keluarga jauh yang datang, biasanya dibikinkan untuk oleh-oleh,” terang Kepala Desa Tenggak, Setyanto.

Menu botok ikan patin juga menjadi kuliner wajib di setiap kegiatan Pemerintah Desa Tenggak. Selain diolah menjadi botok, ikan patin itu bisa diolah menjadi kerupuk, nugget, bakso, steak dan lain-lain. Aneka olahan makanan berbahan dasar ikan dari Desa Tenggak ini sudah kerap dipajang di sejumlah pameran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya