SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Timbangan, gula merah, gula pasir dan perabot rumah tangga lain bercampur jadi satu dalam ruang tamu. Keripik pisang siap jual dalam keranjang bambu berada di ruangan sempit itu.

Sesekali ia memperlihatkan foto rumah kampung bercat hijau yang dikemas dalam bingkai plastik,  terselip pada dinding gedhek pintu kamarnya di Hunian Sementara Kuwang, Argomulyo Cangkringan. Rumah itu adalah kebanggaan Temu Wiyarsih, 40, bersama suami, Subirat, 55. Rumah hasil peras keringat menambang pasir.

Promosi Mi Instan Witan Sulaeman

Rumahnya di Dusun Bakalan hanya berjarak 50 meter dari Kali Gendol. Sebelum erupsi Temu adalah wanita penambang pasir dan batu. Setiap hari mengangkut pasir dan batu, naik turun sungai yang saat itu dalamnya mencapai 50 meter.

“Dulu nambang pasir sama bapakne [suami], hasil nambang bisa bangun rumah seperti ini. Sekarang sudah habis,” ujar Temu seraya menunjukkan foto rumahnya yang tinggal kenangan itu, akhir pekan lalu.

Pilihan hidupnya setelah erupsi Merapi tidak lagi menambang pasir, Begitu juga suaminya kini bekerja sebagai buruh sawah. Jika kembali menambang pasir, jarak dari shelter ke Bakalan cukup jauh dan memakan biaya.

Sejak rumahnya habis diterjang lahar panas, tidak ada pilihan lain kecuali bangkit dengan membangun usaha rumahan. Keinginannya untuk bangkit itu, mendorong Temu untuk mengolah pisang menjadi keripik. Modal awal yang ia putar ia dapat dari jatah hidup (jadup) sumbangan pemerintah, Rp150.000 per bulan.

Dari uang jadup itu, ia hanya menambah sedikit modal untuk dibelikan pisang, minyak goreng dan gula merah. Proses otodidak dan kebiasaan kerja keras membuat Temu berhasil memproduksi keripik dalam jumlah berlipat. “Awalnya dari uang jadup,” kata Temu yang memiliki dua orang anak tersebut.

Sampai sekarang ia memproduksi 13 kilogram keripik setiap harinya. Sejak beberapa bulan terakhir usahanya tergolong ramai. Sampai-sampai ia tidak mampu memenuhi pesanan pedagang. Karena keterbatasan tenaga, Temu hanya menyetorkan produknya lima hari sekali atau setiap pasaran Pahing di toko Pasar Pakem.  Sekali setoran mencapai 8 keranjang, per keranjangnya 4 kilogram.

Pesanan yang mengalir, membuatnya harus menambah stok bahan baku. Dengan modalnya yang kini masih terbatas, ia berharap ada bantuan modal.

“Harapannya ada bantuan modal agar bisa lebih grengseng usahanya,” ucapnya.

Meski mulai banyak pesanan, hasil bersih jualan keripik lebih rendah dibanding saat ia menambang pasir. “Nambang pasir bisa dapat uang ratusan ribu. Kalau keripik pisang ini tidak tentu, tergantung permintaan toko rekanan,” kata dia.(Wartawan Harian Jogja/Akhirul Anwar)

HARJO CETAK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya