SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Solopos.com, SOLO — Momen Iduladha menjadi waktu yang dinanti banyak umat muslim, terutama bagi yang berniat menjalani ibadah kurban. Ibadah kurban hukumnya adalah sunah muakkad atau sunah yang dikuatkan.

Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat. Dilansir dari situs resmi Nadhlatul Ulama (NU) ketentuan kurban sebagai sunah muakkad dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah kurban bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian), hukumnya adalah wajib. (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).

Anjuran berkurban ditujukan bagi muslim, terutama bagi yang mampu secara ekonomi. Meskipun demikian, faktanya masih ada saja orang yang mampu secara finansial namun masih enggan menjalani kurban.

Baca Juga: Salat Id di Masjid Ageng Boyolali, Bupati Berharap PMK segera Selesai

Dalam hadist Ibnu Abbas, beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Tiga hal yang wajib bagiku, sunah bagi kalian yaitu shalat witir, kurban, dan shalat Dhuha” (HR Ahmad dan al-Hakim).

Abu Hanifah berpendapat bahwa kurban hukumnya wajib bagi setiap orang mukim yang mampu kecuali orang yang sedang melaksanakan haji di Mina. Yang dimaksud mampu adalah orang yang memiliki harta lebih senilai nishabnya zakat mal, yaitu 200 Dirham, yang melebihi kebutuhan pokok dirinya dan pihak yang wajib ditanggung nafkahnya.

Syekh al-Imam al-Nawawi berkata yang artinya:

“Dan berkata Rabi’ah, al-Laits bin Sa’ad, Abu Hanifah dan al-Auza’i, berkurban adalah wajib atas orang yang kaya kecuali jamaah haji di Mina”. Berkata Muhammad bin al-Hasan bahwa kurban adalah wajib atas orang yang bermukim di kota-kota, yang masyhur dari Abu Hanifah bahwa beliau hanya mewajibkan kurban bagi orang mukim yang memiliki satu nishab (200 dirham)” (al-Imam al-Nawawi, al-Majmu’, juz.9, hal. 290)

Selesai menyembelih kurban hal yang tak kalah penting adalah mengenai pendistribusian daging kurban. Lantas bolehkah orang yang berkurban mengambil jatah dari daging hewan kurbannya untuk dikonsumsi?

Jika boleh, berapakah kadar yang boleh serta dianjurkan untuk dikonsumsi oleh orang yang berkurban atau yang biasa disebut Shobibul Qurban?

Baca Juga: Hendak Disembelih, Sapi Kurban di Mojosongo Solo Malah Nyemplung Sumur

Mengenai pertanyaan tersebut, terdapat firman Allah subhanahu wa ta’ala sebagai berikut:

“Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan pada orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan pada orang yang meminta-minta. Demikianlah kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur” (QS. Al-Haj, Ayat: 36)

Berdasarkan ayat tersebut, mengonsumsi daging kurban adalah sebuah perintah bagi orang yang berkurban. Para ulama memaknai redaksi perintah di sini sebagai anjuran, bukan kewajiban. Maka sunah bagi orang yang berkurban untuk memakan daging hewan kurbannya dengan tujuan untuk mengharap berkah (tabarruk).

Kesunahan mengonsumsi daging hewan kurban miliknya ini hanya satu-dua suapan saja, sekiranya tidak sampai melebihi tiga suapan. Selebihnya, disedekahkan pada orang lain, baik pada fakir miskin ataupun pada orang yang berkecukupan.

Dalam kitab Fath al-Mu’in dijelaskan:

“Wajib menyedekahkan kurban sunnah, meskipun hanya pada satu orang fakir, dengan daging yang mentah, meskipun hanya sedikit. Hal yang lebih utama adalah menyedekahkan keseluruhan daging kurban kecuali satu suapan dengan niatan mengharap berkah dengan mengonsumsi daging tersebut. Hendaknya daging tersebut dari bagian hati. Hendaknya orang yang berkurban tidak mengonsumsi lebih dari tiga suapan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya