Anda bisa mencari berdasar kategori
atau judul berita
Masukan kata kunci

Berangkat dari Data PISA, FJP Ajak 15 Jurnalis Angkat Isu Pendidikan Lewat Jurnalisme Data

Berangkat dari Data PISA, FJP Ajak 15 Jurnalis Angkat Isu Pendidikan Lewat Jurnalisme Data
author
Rohmah Ermawati Jumat, 4 Juni 2021 - 06:15 WIB
share
SOLOPOS.COM - Salah satu mentor GWPP pada FJP tahun 2021 angkatan dua, Frans Surdiasis, menyampaikan materi, Rabu (2/6/2021). (Istimewa-dok. GWPP)

Solopos.com, SOLO — Indonesia menduduki peringkat ke-72 dari 77 negara pada tahun 2018 terkait Program Penilaian Pelajar Internasional atau Program for International Student Assessment (PISA).

PISA dilaksanakan organisasi untuk kerja sama dan pengembangan ekonomi atau Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) setiap tiga tahunan. OECD melihat performa akademis anak-anak sekolah usia 15 tahun di dunia.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Informasi yang dihimpun Solopos.com dari Wikipedia, studi PISA untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di dunia. Tujuan akhir adalah meningkatkan metode pendidikan dan hasil.

Baca juga: 34 Pelajar SMK Solo Diciduk Polisi Saat Hendak Konvoi Kelulusan

Salah satu dosen Akademi Televisi Indonesia, Frans Surdiasis, memaparkan data itu saat menyampaikan materi diskusi virtual pada program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) tahun 2021 angkatan dua pada Rabu (2/6/2021). Frans menyampaikan materi Mendudukkan Fakta dengan Data, Jurnalisme Data dalam Pemberitaan Pendidikan.

Program FJP tahun 2021 terselenggara berkat kolaborasi Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dengan PT Paragon Technology and Innovation. FJP tahun 2021 angkatan dua ini diikuti 15 jurnalis dari seluruh wilayah Indonesia. Program akan berjalan selama tiga bulan ke depan atau hingga Agustus.

Akses 3 Komponen Menurun

Frans mengawali materi dengan menunjukkan data PISA dari sejumlah negara di Asia Tenggara. Data tersebut membandingkan tiga komponen, yakni reading (membaca), mathematic (berhitung), dan science (sains) di enam negara, termasuk Indonesia.

Baca juga: Nekat Konvoi Rayakan Kelulusan, Puluhan Pelajar Karanganyar Terjaring Patroli Polisi

Selain itu, data PISA juga menyebutkan Indonesia kalah dari tiga komponen itu apabila dibandingkan dengan negara lain, secara berturut-turut Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina.

“Kemampuan reading, mathematic, science menurun. Kita punya masalah dengan pendidikan. Akses relatif baik, tetapi kualitas masih jauh dari harapan. Maka dari itu, liputan pendidikan penting. Bagaimana melalui liputan pendidikan dari hari ke hari semakin banyak orang membicarakan isu pendidikan,” tutur Frans saat memaparkan materi.

Baca juga: Ternyata! 4 Kecamatan di Karanganyar Tidak Punya SMA Negeri

Tetapi, Frans tidak hanya mendorong jurnalis melakukan peliputan pendidikan tanpa membawa kerangka pemikiran tertentu. Salah satu kerangka pemikiran itu wartawan yang melakukan peliputan pendidikan harus kompeten menyajikan tulisan berkualitas dengan basis data atau hasil riset.

Dia berpendapat jurnalisme data diperlukan karena lingkungan makin kompleks sehingga jurnalis tidak hanya sekadar melaporkan kejadian. Jurnalis dituntut mampu melihat kejadian dan mendudukan pemikiran secara luas, seperti “apa yang sebenarnya terjdi?” atau “what is really going on?”

“Jurnalisme adalah kerja intelektual maka jurnalis harus berupaya mendudukkan fakta dengan data. Ini arah jurnalisme pendidikan, yaitu menerapkan jurnalisme data sebagai hal yang penting. Pilarnya pola pikir dan ketrampilan teknis. Salah satu dampak yang ingin dicapai adalah membawa pencerahan bagi masyarakat,” jelas dia.

Baca juga: FJP 2021 Angkatan 2 Dimulai, 15 Jurnalis Digandeng Bangun Ekosistem Pendidikan

Mantan wartawan di salah satu surat kabar di Jawa Timur itu mengingatkan tugas pokok jurnalis, yakni membantu publik, audiens memahami apa yang terjadi di lingkungan sehingga bisa membuat keputusan dan bertindak secara tepat. Frans mensyaratkan penyajian fakta secara baik agar tugas mulia tersebut terwujud.

Menerjemahkan Data

Dia mencontohkan saat jurnalis memegang data harga jeruk di satu provinsi. Jurnalis bukan sekadar menginformasikan harga tetapi menerjemahkan data tersebut sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat.

“Jurnalis bukan sekadar tukang rekam, tukang catat, tapi mengolah informasi untuk memberikan pengetahuan pada masyarakat, membantu perubahan di masyarakat melalui kerja jurnalis. Masa depan profesi kita terletak pada kemampuan judgement,” tutur dia.

Baca juga: Nilai-Nilai Pancasila Pada Generasi Milenial, Benarkah Masih Ada?

Untuk itulah, Frans menyampaikan materi jurnalisme data kepada 15 jurnalis yang mendapat kesempatan belajar tentang jurnalisme pendidikan. Frans menyebutnya sebagai upaya menciptakan ruang belajar bagi jurnalis. Harapannya jurnalis bukan sekadar mengangkat isu dan mengerjakan berita, tetapi membuka akses masyarakat terhadap pendidikan.

“Pendidikan itu penting, tapi pembicaraan dan pemberitaan tentang pendidikan itu kadang kalah dengan ekonomi dan politik. Pemerintah mengalokasikan dana besar [untuk pendidikan], tetapi larinya kemana? Itu menjadi pekerjaan rumah. Mari sama-sama bergerak menjadikan pendidikan menjadi arus utama pemberitaan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya

Koran Solopos


Berita Populer

Dapatkan akses tak terbatas
Part of Solopos.com
ISSN BRIN