SOLOPOS.COM - Ilustrasi remaja (Freepik)

Solopos.com, SOLO -- Beragam mitos seputar seks berkembang di kalangan remaja di Indonesia.

Mengkhawatirkannya, sebagian mitos seks itu tidak tepat. Aneka mitos itu berkembang tidak lepas dari rendahnya pengetahuan remaja tentang seks.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal ini dipicu dari minimnya pendidikan seksual bagi mereka. Pendidikan seksual masih dianggap tabu oleh sebagian kalangan.

Remaja kemudian menggunakan rujukan informasi yang bisa jadi tidak tepat.

Pengetahuan remaja tentang seksualitas pernah direkam dalam penelitian yang dilakukan Das Salirawati, Kartika Ratna, dan M. Lies Endarwati, ketiganya dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Mereka melakukan Survei terhadap Pemahaman Pendidikan Seks dan Sikap/Perilaku Seks di Kalangan Remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hasil penelitian itu dimuat dalam Jurnal Penelitian Humaniora pada 2014 lalu sebagaimana dikutip beberapa waktu lalu.

Dalam survei itu, mereka mewawancarai 600 siswa SMP dan SMA di 5 kabupaten/kota di DIY.

Pemahaman remaja tentang pendidikan seksual dilihat dari tiga aspek yaitu pengetahuan, persepsi terhadap mitos-mitos seputar seks, dan sikap/perilaku seks bervariasi.

Dalam aspek pengetahuan ada empat hal yang dibahas yaitu organ reproduksi dan pubertas, fertilisasi dan kehamilan, kontrasepsi dan aborsi, serta kelainan dan penyakit menular seksual.

Hasilnya, pengetahuan mereka tentang empat hal itu masuk kategori sedang. Untuk pelajar SMA pengetahuan tentang kelainan dan penyakit menular seks yang paling tinggi yaitu 72,4%.

Sedangkan pengetahuan tentang kontrasepsi dan aborsi yang paling rendah yaitu 42,1%.

Untuk siswa SMP, pengetahuan mereka yang paling rendah berkaitan dengan fertilitas dan kehamilan yaitu 27,7% dan paling tinggi soal kelainan dan penyakit menular seksual yaitu 58,1%.

Banyak Persepsi yang Salah

Bagaimana dengan mitos seputar seks di kalangan remaja? Das Salirawati dan kawan-kawan menanyakan beberapa persepsi kepada mereka. Ada respons yang sebagian besar benar atau salah.

”Persepsi yang salah dapat berbahaya karena pola pikir yang salam dapat menjerumuskan para perilaku yang salah pula,” sebut mereka. Mereka mencontohkan mengenai persepsi yang salah seperti saat remaja ditanya, ”Berhubungan seksual untuk pertama kalinya ditandai dengan keluarnya darah dari vagina.” sebagian besar menjawab ”benar”, padahal persepsi itu ”salah”.

”Keluarnya darah dari vagina tidak selalu menyertai pada saat pertama kali berhubungan seksual. Banyak faktor penyebabnya, misal seorang atlet yang banyak gerakan yang dapat menyebabkan sobeknya selaput dara, tebal tipisnya selaput dara, dan juga bersepeda.”

Kesalahan persepsi ini lebih tinggi di kalangan siswa SMA dibandingkan siswa SMP. Mitos lain soal seks yang juga ditanyakan misalnya, ”Mencuci vagina setelah berhubungan seksual mencegah terjadinya kehamilan.”

Sebagian besar siswa SMP dan SMA menyatakan ”salah”, padahal seharusnya ”benar”. Mereka menyatakan hal ini terjadi karena minimnya informasi pendidikan seksual kepada mereka.

Ilustrasi remaja
Ilustrasi remaja (Freepik)

Mitos seputar seksual yang juga ditanyakan adalah, ”Petting [melakukan hubungan seksual tanpa penetrasi penis ke dalam vagina] tidak dapat menyebabkan kehamilan.”

Sebagian besar responden dari siswa SMA menyatakan benar, padahal petting dapat menyebabkan kehamilan. Sebaliknya untuk responden dari siswa SMP, jawaban yang diberikan hampir berimbang.

Kondisi berkebalikan saat ditanyakan mengenai mitos seputar seks lainnya yaitu, ”Berhubungan seks saat menstruasi tidak menyebabkan kehamilan.”

Responden dari siswa SMP sebagian besar persepsinya salah karena menjawab ”salah”. Sedangkan responden dari kalangan SMA sebagaian besar persepsinya benar karena menjawab ”benar”.

Beragamnya persepsi remaja atas mitos seputar seks itu harus menjadi perhatian terutama bila persepsi mereka salah. ”Hal inilah yang perlu disampaikan kepada mereka melalui pendidikan seks yang terprogram dengan baik,” tulis mereka.



Bukan Hal Tabu

Mereka menyatakan seks bukan sesuatu yang tabu untuk dibicarakan dan harus diperkenalkan sedini mungkin pada anak-anak dengan bahasa yang sesuai usia mereka.

Pendidikan seks dalam keluarga sangat penting dilakukan sebagai antisipasi pemahaman informasi seks yang salah.

Selain itu, sekolah sebagai media pendidikan formal juga berkewajiban untuk memberikan bekal pengetahuan tentang pendidikan seks kepada anak didiknya agar mereka tidak salah dalam bergaul.

Di luar negeri (misal Perancis, Amerika), pendidikan seks secara formal diberikan kepada anak-anak setingkat SD dan SMP dengan tujuan agar mereka mengetahui akibat yang ditimbulkan bila melakukan hubungan badan dan bagaimana cara mengatasinya.

Anak-anak Indonesia tidak mendapatkan pendidikan seks sebagai mata pelajaran formal tetapi hanya terselip diantara mata pelajaran biologi, PPKn, atau nasihat/ informasi tambahan di tengah-tengah pelajaran (hidden curriculum).

Oleh karena itu, bagi anak-anak yang rasa ingin tahunya tinggi kemudian mencoba mencari informasi sendiri dari berbagai sumber, seperti Internet, CD, atau media lainnya.

Untuk mengikis beragam persepsi salah tentang beberapa mitos seputar seks di kalangan remaja, pendidikan seks yang tepat dinilai penting dilaksanakan. Sebab, pendidikan seksual juga punya peran bagi ketahanan psikologi remaja.

Hati-hati, Ini Bahaya Minum Air Panas

Informasi yang benar terkait seksualitas akan membentuk sikap positif remaja dalam menghadapi perilaku seksual dini dan pranikah.

Lowongan Kerja Terbaru, Klik di Sini!

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya