SOLOPOS.COM - Keberagaman. (freepik)

Solopos.com, SOLO—Manusia makhluk monodualisme, makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia diciptakan Tuhan secara kodrati menyandang dua status, pertama status sebagai makhluk individu, dan kedua berstatus sebagai makhluk sosial. Dengan statusnya sebagai makhluk individu, setiap manusia mempunyai kekhasan.

Dalam statusnya ini, ciri fisik dan karakter setiap manusia berbeda antara satu dengan lainnya. Bahkan, anak yang dilahirkan kembar pun tetap memiliki perbedaan. Sedangkan statusnya sebagai makhluk sosial sudah tampak jelas sejak manusia dilahirkan, bahwa setiap manusia membutuhkan orang lain sehingga mereka tidak dapat hidup sendiri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebagai makhluk yang memiliki kekhasan, setiap manusia mempunyai tabiat, pemikiran, tujuan hidup, bahkan keyakinan yang berbeda-beda. Perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu ini tentu bukan sebuah kebetulan, namun ini adalah takdir dari Yang Maha Kuasa.

Adanya perbedaan ini diharapkan satu sama lain akan dapat saling melengkapi setiap kekurangan. Apalagi jika perbedaan atau keberagaman ini ada dalam suatu negara. Jelaslah ini membutuhkan rasa saling menghormati, toleransi, dan sikap mau menerima keberagaman antara satu dengan yang lain.

Membicarakan keberagaman pada hakekatnya membicarakan bangsa kita, Indonesia. Indonesia adalah negara majemuk. Negeri yang terbentang dalam hamparan tujuh belasan ribu pulau ini terdiri atas berbagai suku, bangsa, adat, budaya, dan agama.

Keberagaman ini menjadi suatu kekuatan dalam harmoni kebinekaan yang kokoh sebagai kesatuan suatu bangsa. Keberagaman dalam bingkai kesatuan negara di satu sisi dapat menjadi modal dasar membangun negara.

Namun, di sisi lain, keberagaman juga rentan terhadap munculnya permasalahan yang memicu disintegrasi bangsa. Apabila permasalahan-permasalahan yang menyangkut keberagaman ini tidak bisa dikelola dengan baik, tidak mustahil konflik/perpecahan akan terjadi.

Munculnya konflik dalam kehidupan yang penuh dengan keberagaman ini cenderung dipicu sikap kurangnya memahami nilai-nilai keberagaman dalam hidup. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan berbagai kekhasan. Kekhasan itulah yang nantinya harus dipahami oleh setiap individu sebagai suatu jati diri yang bermartabat.

Ketika seorang individu enggan menerima keberagaman, maka akan mulai muncul benih-benih ketidaksukaan, kebencian, dan akhirnya menimbulkan konflik perpecahan. Untuk mengindari konflik yang timbul dari keberagaman, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menanamkan sikap toleransi untuk menerima perbedaan.

Sekolah

Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi menstransformasi nilai dan informasi dirasa sangat strategis dalam perannya menebarkan nilai-nilai yang menyikapi keberagaman secara bijaksana. Dengan tujuan itulah SMA Negeri 3 Solo menjalin kerja sama dengan Solopos Institute.

Dalam upaya lebih membumikan sikap saling menghormati, menghargai, serta menyikapi keberagaman, Solopos Institute juga menjalin kerja sama dengan delapan sekolah di Soloraya. Bak gayung bersambut, di SMA Negeri 3 Solo, pada saat yang bersamaan juga menjadi sekolah penggerak. Salah satu titik tekan sekolah penggerak ini adalah merealisasikan profil pelajar Pancasila.

Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Enam ciri utamanya adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, serta bernalar kritis.

Kerja sama SMA Negeri 3 Solo dengan Solopos Institute ini dikemas dalam bentuk Workshop Literasi Keberagaman melalui Jurnalisme. Pada tahap awal, diadakan training of trainer (TOT) yang diwakili empat guru.

Guru-guru yang telah di-training kemudian menjadi trainer bagi para siswanya. Tidak berhenti di empat guru saja, selanjutnya ada rangkaian kegiatan workshop literasi keberagaman melalui jurnalisme yang diikuti 18 guru.

Beberapa materi tentang ilmu jurnalistik, baik esai, story telling, dan pembuatan video keberagaman juga diberikan dalam workshop tersebut. Demikian juga para siswa. Sebanyak 30 siswa yang diharapkan menjadi pionir di sekolah dalam memngimplementasikan nilai-nilai keberagaman terlibat dalam kegiatan ini dengan produk akhir menyusun bulletin keberagaman.

Kegiatan workshop literasi keberagaman melalui jurnalisme yang digagas Solopos institute ini diharapkan tidak hanya berhenti pada tataran seremoni. Sebaliknya, harapan untuk menjadikan civitas academica memahami makna keberagaman adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar. Hingga pada akhirnya setiap individu mempunyai sikap saling menghargai dan saling memahami dalam bingkai keberagaman.

Penulis adalah guru di SMA Negeri 3 Solo.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya