SOLOPOS.COM - Ilustrasi perumahan. (freepik)

Solopos.com, SOLO—Indonesia adalah negara yang kaya, baik dari segi sumber daya alam maupun keberagamannya. Ada beberapa bentuk keberagaman di Indonesia, mulai dari keberagaman suku, agama, ras, dan juga anggota golongan.

Keberagaman di Tanah Air telah menjadi simbol persatuan dan dikemas dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu, kita harus menjaganya agar tetap utuh dan harmonis.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, belakangan ini, Indonesia kerap mengalami krisis toleransi. Perbedaan yang ada justru menimbulkan perpecahan. Padahal, perbedaan itu sendirilah yang seharusnya membuat Indonesia menjadi indah karena lebih berwarna.

Indonesia juga negara yang religius. Hal itu dibuktikan dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebebasan dalam beragama dijamin UUD 1945 Pasal 29. Pasal itu menyatakan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama serta kepercayaannya itu.

Di Indonesia, ada enam agama yang diakui negara. Agama-agama yang diakui oleh negara adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan juga Konghucu. Keenam agama harus hidup berdampingan di masyarakat yang memegang prinsip toleransi antarumat beragama.

Berkaitan dengan toleransi itu, sudah hampir 22 tahun ini kami hidup di perumahan yang bernama Perumahan Sanggrahan Indah. Kami merasa perumahan ini aman tenteram dan menyenangkan. Meskipun kadang ada sedikit konflik dengan tetangga, namun hal tersebut tidak menjadi perpecahan di antara kami yang tinggal diperumahan tersebut.

Apabila ada sedikit perbedaan, itu merupakan hal yang wajar dan bisa kami selesaikan secara kekeluargaan. Jadi semua masalah berahir dengan damai tanpa ada dendam sedikitpun.

Di perumahan tempat kami tinggal tidak semua warganya beragama Islam. Ada juga yang Kristen dan Katolik. Meskipun ada keberagaman keyakinan, namun kami selalu bergaul dengan damai serta saling bertoleransi dalam menjalankan ibadah agama masing-masing. Misalnya, untuk yang muslim bebas menjalankan salat di musala di lingkungan perumahan. Sementara, bagi yang nasrani juga nyaman saat mengadakan peribadatan di rumah mereka secara bergantian.

Dalam kegiatan sosial, kami juga tidak pernah membedakan antara yang kaya dan yang miskin serta yang muslim maupun yang nasrani. Misalnya jika ada yang sakit, kami selalu bersama- sama membesuk di rumah sakit. Yang punya mobil selalu menawari tetangga untuk berangkat bersama-sama meskipun berbeda keyakinan.

Begitu pula jika ada yang meninggal dunia. Kami selalu guyup rukun untuk membantu dan menghibur keluarga yang sedang berduka. Selain kegiatan sosisal yang dilakukan bersama-sama, juga ada kegiatan olahraga yang bisa diikuti seluruh warga perumahan, baik anak-anak maupun orang tua atau remaja. Contohnya olahraga voli yang diadakan setiap sore hari atau bersepeda setiap Minggu pagi.

Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan tanpa mengganggu waktu beribadah semua agama. Ketika waktu beribadah tiba, kegiatan akan dihentikan. Contoh lain, jika dalam perjalanan membesuk atau melayat sudah memasuki waktu salat, maka yang beragama nasrani memberikan kesempatan bagi yang muslim untuk menjalankan ibadah.

Keberagaman atau kehidupan dalam lingkungan majemuk merupakan sumber kekayaan budaya bangsa. Sikap toleransi dapat menghindari munculnya praktik diskriminasi. Dengan begitu, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat, tidak akan menimbulkan masalah apa pun.

Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, berbagai perbedaan, seperti suku, agama, ras , atau antar golongan, merupakan realita yang harus didayagunakan untuk memajukan negara maupun bangsa Indonesia. Tujuannya, cita-cita yang diinginkan semua warga negara, yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat terwujud.

Sebagai warga negara yang baik, kita semua harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan dengan menganut paham toleransi. Jangan sampai Indonesia terpecah-belah akibat isu-isu negatif. Ingat kata pepatah, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.”

Penulis adalah guru di SMAN 4 Solo

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya