SOLOPOS.COM - Mardi Sugeng (kiri) dan Iwan Walet saat masih menjalani persidangan di PN Solo beberapa waktu lalu. Persidangan keduanya kini dipindahkan ke PN Semarang atas alasan keamanan. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Mardi Sugeng (kiri) dan Iwan Walet saat masih menjalani persidangan di PN Solo beberapa waktu lalu. Persidangan keduanya kini dipindahkan ke PN Semarang atas alasan keamanan. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

SEMARANG – Terdakwa kasus kerusuhan di Gandekan, Solo, Koes Setiawan Danang Mawardi alias Iwan Walet dan Mardi Sugeng alias Gembor menyesali perbuatnya. Penyesalan itu disampaikan mereka saat diperiksa majelis hakim pada lanjutan persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (25/9/2012).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

”Saya menyesal. Tak akan mengulangi lagi,” kata Iwan Walet menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim, Boedi Susanto apakah menyesali perbuatannya. Demikian pula dengan Gembor menyatakan penyesalan telah melakukan penganiayaan terhadap korban Dwi Pamuji. ”Menyesal. Saya kapok tak akan mengulangi lagi,” ujar dia.

Dalam keterangan kepada majelis hakim, Iwan Walet dan Gembor yang disidangkan bersamaan mengakui ikut melakukan penganiayaan terhadap korban Dwi Pamuji. Pada saat terjadi kerusuhan di Jl RE Martadinata, Gandekan, Solo itu, Iwan menyatakan ikut memukul tubuh korban karena ada teriakan ”mata-mata”. ”Setelah memukul saya kembali ke tempat cucian motor,” ungkap dia.

Dijelaskannya, dia datang ke lokasi kerusuhan karena melihat ada sepeda motor yang terbakar di jalanan. ”Saya bahkan ikut memadamkan api yang membakar sepeda motor,” jalad Iwan. Sedang Gembor mengaku ikut melempar korban menggunakan batu bata dan pecahan genting yang ditemukan di jalan. ”Saat berjalan bersama ratusan warga lainnya ada batu bata dan pecahan genting lantas saya lemparkan ke tubuh korban secara bersamaan,” beber dia.

Penasihat hukum para terdakwa, Badrus Zaman memohon kepada majelis hakim untuk dilakukan perdamaian dengan korban atau pihak yang mewakili korban. ”Dalam persidangan kami memohon agar dilakukan perdamaian antara terdakwa dengan korban atau pihak yang mewakili korban agar tak ada dendam lagi,” ujar dia.

Ketua Majelis Hakim, Boedi Susanto kemudian memanggil korban atau pihak yang mewakili korban. Namun korban tak datang, sementara anggota Ormas yang selama ini juga memantau sidang juga tak ada yang mewakili korban. Sebelum pemeriksaan terhadap kedua terdakwa, jaksa penuntut umum (JPU) membacakan keterangan saksi Muh Misran yang tak bisa hadir di persidangan karena sakit.

Sementara penasihat hukum mengajukan dua saksi meringankan [a de charge] yakni Sri S dan Sri Maryati warga Gendekan. Dalam keterangannya baik Sri S dan Sri Maryati menyatakan tak melihat kedua terdakwa melakukan penganiayaan.
”Saat itu banyak orang jadi tak melihat Pak Iwan dan Gembor,” ujar Sri S.

Persidangan yang mendapatkan penjagaan ketat dari ratusan personel polisi ini, akan dilanjutkan pekan depan, dengan agenda pembacaan surat tuntutan JPU. Ratusan personel polisi dikerahkan mengamankan jalannya sidang di PN Semarang, karena hadirnya ratusan massa Ormas asal Solo dan Jateng, serta sejumlah unsur lain. Meski begitu jalannya persidangan berlangsung lancar dan aman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya