SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Bentrok di Kebumen membuat TNI kembali mendapat sorotan tajam.

Solopos.com, JAKARTA — Ratusan warga Urut Sewu, Kabupaten Kebumen, yang berdemonstrasi damai diserang oleh TNI, Sabtu (22/8/2015). Enam orang terluka parah akibat bentrokan yang dipicu klaim TNI terhadap sawah warga.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bentrok warga dengan TNI tersebut disebabkan pemagaran lahan pertanian warga yang sejak lama dipinjam untuk latihan militer. Belakangan, TNI mengklaim tanah tersebut sebagai aset mereka. Menanggapi hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil angkat bicara dan mengecam keras tindakan TNI.

“Menurut saya, ini adalah simbol kesewenang-wenangan yang luar biasa,” kata Iwan Nurdin, Ketua Umum Konsorsium Pembaruan Agraria di kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (23/08/2015), dilaporkan Okezone.

Iwan menyayangkan kejadian serupa terjadi setelah warga diperlakukan sama pada 27 April 2011 lalu. TNI yang tidak mempunyai hak pakai atas tanah tersebut, menambah arogansinya dengan memagarinya. Tanah ini telah lama dijadikan area latihan militer oleh TNI.

Hal yang menjadi pertanyaan besar, kata Iwan, adalah mengapa latihan perang yang menggunakan senjata mematikan, digelar di area masyarakat sipil. Aktivitas militer di kawasan ini diduga telah memakan korban seorang anak.

Diketahui area Urut Sewu merupakan lahan yang mengandung pasir besi. Iwan menduga ada upaya dari pihak TNI untuk menguasai lahan ini demi kepentingan ekonomi mereka. Iwan juga mencatat, sebagian besar pengambilan paksa lahan sipil oleh TNI didasari oleh motif ekonomi. “Latihan militer kok di sawah-sawah rakyat!” tegas Iwan.

Koalisi Masyarakat Sipil juga mengecam keterlibatan TNI dalam beberapa kasus sengketa lahan sipil seperti dalam insiden bentrokan di Kabupaten Kebumen, maupun insiden penggusuran warga Kampung Pulo di Jakarta baru-baru ini.

Dalam jumpa pers bertajuk Menyoal MoU TNI dalam Keterlibatan Militer dalam Wilayah Sipil, sejumlah aktivis sepakat bahwa tindakan TNI dalam insiden-insiden tersebut merupakan pelanggaran hukum dan bagian dari kriminalitas.

Koalisi Masyarakat Sipil juga mempertanyakan keberadaan UU TNI No. 34/2004 yang menyebutkan pelaksanaan tugas operasi militer selain perang (OMSP) harus didasarkan pada kebijakan dan keputusan politik negara. Memorandum of Undersanting (MoU) sejak 2000 marak dijadikan pijakan bagi TNI untuk melakukan OMSP dengan berbagai instansi.

“Situasi ini secara perlahan membawa fungsi TNI pada pertahanan dalam negeri seperti Orde Baru. Di beberapa kawasan, TNI sudah terlibat langsung. Bedanya dulu melalui dwi fungsi ABRI, sekarang melalui MOU yang tidak jelas,” kata Koordinator Imparsial, Al A’raf, di kantor YLBHI, Jl. Diponegoro, Jakarta, Minggu (23/8/2015).

Menurut Al A’raf, pemisahan peran TNI sebagai alat pertahanan negara juga tertuang dalam TAP MPR No. VII/2000. Al mengaku pihaknya sangat menyayangkan jika dua aturan di atas bisa gugur oleh MOU yang tak berdasar hukum.

Ia menduga adanya sinyal kerinduan TNI untuk berkiprah dalam ranah sosial dan politik, seperti pada rezim Soeharto silam. Sederet MOU tersebut, menurut Al juga telah menyalahi hukum dan bagian dari penyalahgunaan wewenang oleh TNI.

Karenanya, masyarakat sipil yang sering menjadi korban. Kisruh di lahan sengketa di Urut Sewu dan Kampung Pulo merupakan dua diantara banyak kasus yang melibatkan bentrok TNI dan sipil. “Harusnya pemerintah membuat UU perbantuan militer yang mengatur kapan militer dapat turun tangan dalam persoalan keamanan dalam negeri,” lanjutnya.

Al juga mengecam pembiaran yang dilakukan oleh otoritas sipil, yakni Presiden dan DPR. “Kontrol terhadap TNI lemah, ini sesuatu yang harus dikecam,” tandas Al.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya