SOLOPOS.COM - Benda cagar budaya (ilustrasi/JIBI/dok)

Benda cagar budaya di Solo ternyata banyak yang dijadikan agunan bank oleh pemiliknya.

Solopos.com, SOLO – Sejumlah benda cagar budaya (BCB) di Kota Solo diindikasikan telah dijadikan agunan di perbankan oleh para pemiliknya. Pemkot Solo waswas tindakan pengagunan sejumlah bangunan bersejarah tersebut bisa mengancam eksistensi BCB jika pemiliknya melakukan wanprestasi atau tak mampu membayar angsuran pinjaman.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Kabid Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo, Mufti Raharjo, mengaku telah mendengar adanya kabar tersebut. Saat ini, lanjut dia, ada satu BCB di Kota Solo yang telah dijadikan agunan di sebuah bank.

“Saya tak perlu sebutkan nama BCB-nya. Namun, saya telah mendengar bangunan itu telah jadi agunan di perbankan,” kata dia saat ditemui solopos.com di sela-sela aktivitasnya akhir pekan lalu.

Mufti tak mengetahui secara pasti sudah seberapa banyak BCB di Kota Solo yang telah diagunkan di perbankan. Namun, diduga kuat, pengagunan tersebut terkait dengan kondisi ekonomi pemilik BCB.

“Dugaan kami karena pemilik BCB membutuhkan uang. Lantas BCB yang dimilikinya itu diagunkan di bank,” paparnya.

Mufti mengaku waswas BCB tersebut terancam eksistensinya jika diagunkan.

Musabahnya, agunan di bank bisa dilelang ke publik jika memang pemiliknya melakukan wanprestasi atau tak mampu membayar angsuran pinjaman ke bank. “Bank kan punya hak melelang BCB jika memang yang punya tak mampu membayar. Nah, nasib BCB ini nantinya bagaimana jika sampai disita dan dilelang bank,” tanyanya.

Saat ini, kata Mufti, jumlah BCB di Kota Solo sedikitnya ada 70 buah. BCB itu terdiri dari bangunan gapuro kuno, kawasan jembatan, bangunan, serta tugu yang tersebar di 51 kelurahan di Kota Solo. Selain pendataan dari Pemkot, lanjut Mufti, banyak masyarakat yang secara aktif mengusulkan agar bangunannya diteliti dan bisa dimasukkan dalam BCB.

“Banyaknya usulan bangunan BCB ini karena kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingya BCB kian meningkat,” paparnya.

Mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang (UU) No. 11/2010 tentag Cagar Budaya ada sejumlah persyaratan sebuah bangunan layak disebut BCB. Syarat-syarat itu antara lain berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Terpisah, pakar hukum cagar budaya, Prof. Dr. Endang Sumiarni, mengatakan bahwa setiap orang pada dasarnya berhak memiliki atau menguasai BCB sepanjang tak melanggar ketentuan UU yang berlaku. Terkait BCB yang dilelang karena pemiliknya melakukan wanprestasi, guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja ini berpendapat bahwa hal itu tak masalah.

“Asalkan, nanti pemilik BCB yang baru tetap mematuhi UU Cagar Budaya dalam merawatnya. Kalau tidak patuh, ya bisa kena pidana,” ujarnya.

Hal itu juga ditegaskan dalam Pasal 12 ayat (3) UU No 11/2010. Di sana disebutkan, kepemilikan BCB dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh negara.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya