SOLOPOS.COM - Monumen PGRI di kompleks SMPN 10 dan SMPN 3 Solo. Bangunan yang dulunya digunakan untuk Sekolah Keputrian Van de Venter itu kini telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) namun keberadaannya terabaikan. (Bayu Jatmiko Adi/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Aula bersejarah lokasi Kongres Pertama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di kompleks SMPN 10 Solo mestinya aset nasional. Demikian pula halnya Monumen PGRI yang diresmikan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, 2007 silam, untuk mengabadikan momentum bersejarah para guru Indonesia itu.

Nyatanya tak pernah ada dana perawatan, bahkan wacana pembangunan museum pun tinggal angin lalu. Beruntung Pemerintah Kota Solo tak tinggal diam menjadikan aula dan kompleks di sekitar monumen PGRI itu menjadi kawasan Benda Cagar Budaya (BCB). Hal itu didasarkan kepada Surat Keputusan Kepala Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo No. 646/40/I/2014 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan yang Dianggap Telah Memenuhi Kriteria Sebagai Cagar Budaya Sesuai UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya.

Promosi BI Rate Naik, BRI Tetap Optimistis Penyaluran Kredit Tumbuh Double Digit

Kepala Bidang Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya DTRK Solo , Mufti Raharjo, mengatakan berdasarkan dari kajian yang telah dilakukan pemerintah kota, bangunan tersebut memang sesuai dengan kriteria sebagai cagar budaya.“Baik dari aspek historis maupun bangunannya,” ungkap dia saat ditemui Solopos.com, di ruang kerjanya, Kamis (28/8/2014). Namun, sesuai dengan data DTRK, penetapan monumen PGRI sebagai BCB tidak berdiri sendiri. Melainkan masuk sebagai salah satu bangunan dari dua sekolah, yaitu SMPN 3 dan SMPN 10.

Pada Keputusan Kepala DTRK Solo No. 646/40/I/2014, disebutkan ada dua nomor objek situs. Nomor objek situs 17 dengan nama situs SMPN 10 Solo dan nomor objek situs  18 dengan nama situs SMPN 3 Solo. Keduanya memiliki periodesasi sama, yaitu kolonial. Pada nama situs SMPN 3 Solo dijelaskan tentang adanya bangunan bekas rumah tinggal Pangeran Nataningratan dan ruang saka yang terdapat angka tahun 1917 sebagai tahun pembuatan. Bangunan yang memiliki bentuk khas bangunan bangsawan Jawa (Joglo) tersebut pernah dipakai sebagai Sekolah Keputrian Van de Venter. Dijelaskan juga pada masa clash Belanda pada 1948/1949, lokasi sekolah tersebut menjadi markas dan gudang pembuatan senjata oleh pasukan Tentara Pelajar Brigade XVII Solo. Selain kental dengan unsur perjuangan kemerdekaan, kompleks sekolah tersebut ditetapkan pula sebagai salah satu monumen hidup PGRI. Sebab kongres PGRI pertama pada 1952 juga bertempat di bangunan yang kini menjadi aula SMPN 3 dan SMPN 10 tersebut.

Sekolah Merawat
Kepala SMPN 10, Bambang Edy Kusumo, mengatakan selama ini pihaknya ikut merawat monumen. Terlebih lokasi monumen yang masih satu pagar dengan sekolah.

Dia juga membenarkan bahwa saat ini sekolah juga menggunakan sebagian bangunan untuk ruang kepala sekolah dan ruang latihan tari dan gamelan. “Ya ikut membersihkan, karena masih satu lingkungan,” terang dia saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Selasa. Namun begitu, dia mengatakan sekolah tidak memiliki anggaran khusus untuk perawatan monumen.

Sementara itu Ketua Dewan Pendidikan Solo (DPKS), Joko Riyanto, Sepakat jika lokasi SMPN 10 dijadikan museum PGRI. “Dulu pernah ada wacana SMPN 10 akan dijadikan museum PGRI. Sedangkan SMPN 10 akan diarahkan ke Solo utara,” papar dia saat dihubungi Solopos.com, Senin (25/8/2014).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya