SOLOPOS.COM - Sejumlah warga menyaksikan kondisi tanggul Sungai Bengawan Solo yang ambrol di Desa Pilang, Masaran, Sragen, Sabtu (13/2/2016). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Bencana Sragen mengancam, menyusul ambrolnya tanggul Sungai Bengawan Solo di Desa Pilang, Masaran Sragen.

Solopos.com, SRAGEN — Lebih dari 3.000 rumah yang dihuni sekitar 5.000 jiwa di Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Sragen, terancam kebanjiran menyusul ambrolnya tanggul Sungai Bengawan Solo di desa setempat, Jumat (12/2/2016) petang.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ambrolnya tanggul sepanjang 12 meter yang dibangun pada 2012 di Dusun Wirorejan itu terjadi pada pukul 17.00 WIB. “Saat itu saya sedang duduk santai di rumah. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang disusul suara hantaman air seperti deburan ombak di lautan,” kata Muhzidin, 55, warga setempat saat ditemui di lokasi.

Ambrolnya tanggul Sungai Bengawan Solo itu menjadi tontonan warga sekitar. Warga terpaksa menutup akses jalan desa karena ambrolnya tanggul itu nyaris memakan badan jalan. Ambrolnya tanggul itu membuat warga sekitar waswas. Pasalnya, debit air Sungai Bengawan Solo belakangan sudah naik karena intensitas hujan yang tinggi. Bahkan, permukaan air diketahui lebih tinggi daripada permukaan tanah permukiman penduduk.

“Kalau tanggul ambrol, otomatis air mudah masuk ke permukiman. Sekarang kami harus siaga 24 jam. Ancaman banjir bisa datang kapan saja,” jelas Muhzidin.

Ketua RT 022, Dusun Wirorejan, Sunarto, mengatakan ambrolnya tanggul Sungai Bengawan Solo itu mengancam lebih dari 3.000 rumah yang dihuni sekitar 5.000 jiwa yang tersebar di 16 RT. Desa yang dikenal sebagai sentra kerajinan batik tulis itu memang berlokasi paling dekat dengan Sungai Bengawan Solo.

Antara permukiman penduduk dan sungai hanya dipisahkan oleh jalan selebar 3 meter dan tanggul setinggi 2 meter dengan ketebalan sekitar 1 meter pada bagian bawah. Sebelum dibangun tanggul, banjir sudah menjadi langganan warga Desa Pilang.

Banjir pada 2007 silam mampu memporak-porandakan lima rumah. “Kali terakhir terjadi banjir pada 2011 lalu. Setelah itu, Balai Besar [Wilayah Sungai Bengawan Solo] membangun tanggul itu. Kalau tanggul itu ambrol, ancaman banjir kembali terbuka lebar,” terang Sunarto.

Untuk menanggulangi datangnya banjir, warga sekitar bergotong-royong membuat tanggul sementara dari baban karung plastik berisi tanah. Terdapat ratusan karung berisi tanah yang digunakan untuk menutup aliran air dari Sungai Bengawan Solo. “Kerja bakti dimulai tadi malam dan baru selesai tadi pagi. Karung plastik itu dikumpulkan secara swadaya warga,” paparnya.

Petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jateng sudah menyurvei ambrolnya tanggul. Ambrolnya tanggul itu juga sudah dilaporkan kepada BBWSBS.

“Siang ini [kemarin] ada rapat di BBWSBS untuk menyikapi ambrolnya tanggul itu. BBWSBS adalah lembaga yang berwenang menangani masalah ini. Solusinya seperti apa, ya menunggu hasil rapatnya,” kata utusan dari Balai PSDA Jateng, Suwar, saat ditemui di lokasi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya