SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Gempabumi
dan tsunami yang melanda negeri Sakura, Jepang, Jumat (11/3),
meluluhlantakkan negeri dengan perekonomian terbesar ketiga setelah
Amerika Serikat dan China. Bencana itu jelas berimplikasi dan
berdampak ekonomi yang sedemikian besar. Salah satunya kemungkinan
turunnya aktivitas ekonomi negeri ini dan berimplikasi pada penurunan
ekspor-impor, investasi dan juga pariwisata.

Pada
kolom sebelumnya, sudah dibahas dampak ekonomi dari bencana Jepang
dalam bentuk penurunan kegiatan ekspor-impor dan investasi Jepang di
Indonesia. Pada kesempatan ini, akan diulas mengenai dampak ekonomi,
khususnya industri pariwisata mengingat banyak wisatawan Jepang yang
berkunjung ke Indonesia.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Pulau
Bali, sudah merasakan dampak dari penurunan kunjungan wisata
pascagempa. Setidaknya 2.888 kamar per malam, yang sebelumnya sudah
di-booking wisatawan Jepang terbengkalai. Memang belum ada
hitungan pasti mengenai masalah ini. Namun yang pasti, dengan
rata-rata kunjungan ke Bali selama empat malam-lima hari, bisa
dihitung berapa potential lost yang hilang dari wisatawan
Jepang.

Bagaimana
dengan pengaruh bencana Jepang bagi industri pariwisata di kawasan
Daerah Istimewa Yogyakarta?

Menurun
Drastis

Sama
seperti Bali, jumlah wisatawan Jepang ke DIY diprediksi turun.
Pascagempa sebagian wisatawan mempercepat jadwal kunjungan wisata di
DIY dan segera pulang ke kampung halaman. Sebagian wisatawan juga
membatalkan jadwal kunjungan ke DIY beberapa bulan ke depan.

Puncak
kunjungan wisatawan Jepang ke kawasan DIY biasanya terjadi sekitar
September. Mengingat sudah dekatnya momentum ini, kemungkinan besar
dampaknya akan terasa dalam periode dimaksud.

Di
tahun 2010, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke
kawasan DIY mencapai 85.000 orang dan pada 2011 diperkirakan akan
menurun drastis. Menurut catatan para pelaku wisata di kawasan DIY,
jumlah wisman asal Jepang adalah terbesar keempat setelah Malaysia,
Belanda dan Eropa Timur.

Untuk
mengantisipasi potensi penurunan wisman ini, perlu dicarikan
terobosan cerdas, sehingga keberadaan wisman asal Jepang tetap bisa
menyumbang devisa DIY.

Salah
satu langkah yang perlu dilakukan adalah pemetaan kota-kota atau
wilayah yang tidak terkena dampak signifikan dari bencana di Jepang.
Selama ini hanya beberapa kota yang dijadikan sasaran promosi para
pelaku wisata DIY, yakni Tokyo, Osaka, dan Hiroshima.

Pemetaan
ini dimaksudkan agar promosi dari para stakeholder dan agen
wisata DIY bisa lebih menjangkau kawasan yang lebih luas lagi,
sehingga jumlah wisman yang terjaring semakin banyak.

Terlebih
wisman Jepang yang datang ke DIY selama ini adalah para wisatawan
lanjut usia (lansia) atau wisatawan gaek, yang rata-rata
berumur di atas 50 tahun. Oleh sebab itu, langkah promosi perlu lebih
diperluas lagi cakupannya, meliputi wisatawan mapan dengan usia yang
lebih muda lagi, sehingga wisatawan yang terjangkau akan lebih banyak
lagi.

Agen
wisata bisa bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI) dan Kantor Konsulat Jenderal (Konjen) di Jepang untuk
mempromosikan wisata DIY, yang selama ini mungkin kurang dilakukan
secara gencar dan terprogram.

Selain
itu, perlu dipelajari minat wisatawan Jepang ke DIY. Bila selama ini
mungkin hanya sekadar kunjungan one day trip dan menginap
lebih lama di Bali, mungkin bisa lebih dipertajam lagi sehingga akan
lebih lama tinggal di DIY.

Untuk
itu, memperluas dan membenahi berbagai destinasi (tempat tujuan) dari
para turis Jepang, tidak sekadar obyek wisata heritage (cagar budaya) dan tempat-tempat bersejarah seperti kawasan
Malioboro, Keraton, Tamansari. Namun, perlu diperluas lagi seperti
obyek wisata alam (pantai dan gunung), serta wisata kuliner khas DIY.

Wisatawan
Jepang terkenal sangat royal membelanjakan uangnya. Semuanya itu
perlu kemasan paket wisata yang menarik dan murah, sehingga mereka
bisa memahami wisata DIY secara integral (menyeluruh) dan holistik.

Kulier
khas Jepang misalnya, yang masih sangat langka di Jogja perlu lebih
diperbanyak. Kemasan paket wisata dan kulier harus dipadukan,
sehingga para wisatawan Jepang ini akan lebih betah berlama-lama
tinggal di kawasan ini. Paket desa eksotis desa wisata yang bernuansa
alami, perlu pula dikemas untuk menarik para wisatawan Jepang.

Selama
ini kemasan desa wisata masih sangat sederhana dan terkesan tidak
bisa dijual ke wisman, hanya kepada wisatawan domestik. Padahal,
potensinya kawasan DIY sangatlah besar, terlebih wisman juga
merindukan kehidupan desa yang menarik, yang berbeda dengan kehidupan
kota.

Oleh
sebab itu, pemda dengan para pelaku wisata perlu segera membenahi
keberadaan desa wisata, sehingga bisa lebih dijual lagi, misalnya
membenahi prasarana jalan, penginapan di rumah-rumah penduduk, serta
prasarana pendukung pariwisata. Dengan demikian, penurunan kunjungan
wisman Jepang akan dapat teratasi dengan baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya