SOLOPOS.COM - Peserta mengikuti simulasi bencana letusan Merapi dalam rangka peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional di Alun-Alun Kidul Boyolali, Selasa (26/4/2017). (Akhmad Ludiyanto/JIBI/Solopos)

Warga mengikuti simulasi penanganan bencana letusan Merapi.

Solopos.com, BOYOLALI — Dalam beberapa hari terakhir, Boyolali Kota tak terguyur hujan. Cuaca panas membuat hamparan tanah menjadi kering.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Tak terkecuali di Alun-Alun Kidul Boyolali. Tanah di permukaan berubah menjadi butiran debu yang mudah terbang terbawa angin. Apalagi ketika entakan sepatu dan derap langkah 1.400-an orang di alun-alun itu beradu dengan tanah, membuat udara alun-alun sangat berdebu.

Tetapi bagi para peserta simulasi penanggulangan bencana letusan Merapi, Rabu (26/4) itu, debu tak menghalangi mereka. Masing-masing peserta memainkan peranan masing-masing meski debu menyelimuti langkah mereka.

Ekspedisi Mudik 2024

Seperti siswa sekolah yang berperan sebagai korban letusan Merapi, mereka tak ragu berguling, telentang, atau menelungkup memeluk tanah. Mereka tidak terlihat canggung menunggu pemeran pemberi bantuan datang menyelamatkan mereka.

Kendaraan penyelamat yang mulai berdatangan membuat debu semakin tebal. Sementara peserta simulasi terlihat tetap melakukan peran masing-masing. Hingga beberapa saat kemudian dua unit kendaraan pemadam kebakaran (damkar) menyemprotkan air.

Seketika, debu yang mengepul mulai terhalau oleh semburan air dan tanah pun menjadi basah. Simulasi yang diadakan dalam rangka peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional itu dibuat sealami mungkin.

Mereka memainkan peran dan tidak memedulikan “rintangan” yang mereka hadapi. Yang penting mereka harus melakukan penyelamatan mandiri sehingga jika terjadi bencana sesungguhnya mereka sudah terlatih.

Skenario simulasi dimulai ketika pukul 01.00 WIB Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Jogja mengirimkan faksimili kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali, Klaten, Magelang, dan DIY bahwa status Merapi meningkat drastis menjadi Awas Merapi sehingga pemerintah daerah masing-masing direkomendasikan untuk mengavakuasi seluruh warga dalam radius 15 km dari puncak Merapi.

Warga yang sebelumnya sudah dibekali pengetahuan evakuasi mandiri itu segera keluar rumah menuju titik kumpul. Dalam prosesnya, simulasi menggambarkan banyak warga yang terluka, bahkan ada yang hilang.

Penyusun skenario simulasi, Agung Nugroho, yang juga Sekretaris Sekretaris Forum Pengurangan Risiko Bencana Boyolali, mengatakan dalam simulasi itu awan panas diperkirakan menuju barat laut sehingga mengarah ke Desa Klakah, Jrakah, Tlogolele, Lencoh, dan Samiran.

“Yang terlibat dalam simulasi di antaranya warga asli lereng Merapi di desa-desa itu,” kata dia seusai acara.

Sementara wakil Bupati Boyolali M. Said Hidayat mengatakan simulasi bertujuan menyiapkan warga dan semua elemen tarkait dalam penanggulangan bencana. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bambang Sinungharjo menambahkan simulasi dilakukan agar warga bisa mandiri dalam menghadapi bencana sehingga mereka tidak selalu harus menunggu bantuan penyelamatan datang.

“Diharapkan, jika ada bencana letusan Merapi mereka sudah siap melakukan penyelamatan mandiri,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya