SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Bencana Boyolali, BPBD Boyolali tak memiliki sistem peringatan dini bencana longsor dan banjir.

Solopos.com, BOYOLALI–Sebanyak empat desa di tiga kecamatan di Boyolali masuk daerah rawan longsor dan banjir. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) justru tidak memiliki alat early warning system (EWS) atau sistem pendeteksi dini bencana.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala BPBD Boyolali, Nur Khamdani, mengatakan wilayah di Boyolali banyak desa yang berada di bawah Gunung Merapi dan Merbabu. Daerah yang berada di wilayah pegunungan itu sangat rawan terjadi tanah longsor dan banjir bandang.

“Kami khawatir dengan kondisi daerah yang berada di lereng Gunung Merapi dan Merbabu. BPBD sangat membutuhkan peralatan EWS untuk mendeteksi dini munculnya bencana tanah longsor dan banjir,” ujar Nur saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Jumat (4/12/2015).

Nur mengatakan ada tiga desa yang mendesak untuk dipasangi EWS yakni Desa Gondanglegi (Klego), Desa Kendel (Kemusu), dan Desa Watugede (Kemusu). Ketiga desa itu rawan terjadi tanah longsor. Sementara Desa Candisari, Ampel rawan terjadi banjir bandang akibat Bendungan Sipendok yang berada di bawah Gunung Merbabu rawan jebol.

“Total ada empat desa yang mendesak dipasangi ERW untuk mengantisipasi adanya korban jiwa kalau sampai terjadi bencana,” kata Nur.

BPBD, kata dia, sangat khawatir dengan kondisi Bendungan Sipendok karena rawan jebol. Kebakaran hutan di hutan Gunung Merbabu membuat sejumlah pohon mati sehingga tidak ada lagi pohon yang mampu menahan tanah.

“Jika sampai terjadi longsor bendungan bisa jebol dan dapat mengakibatkan banjir bandang. Bendungan Sipendok merupakan bendungan yang terbentuk secara alami di lereng Gunung Merbabu,” kata dia.

Dia menjelaskan ada tiga desa yang terkena dampak langsung jika sampai terjadi banjir bandang. Tiga desa itu yakni Candisari, Kembang, dan Kaligentong, Ampel.

Kepala Bidang (Kabid) Kedaruratan dan Logistik BPBD Boyolali, Purwanto, mengatakan Pemkab pernah mengajukan pengadaan EWS ke BPBD Provinsi dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hanya permintaan bantuan hingga kini belum dipenuhi. “Harga satu alat EWS senilai Rp350 juta. Dana itu sudah masuk untuk biaya operasional pengadaan suku cadang,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya