SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanah longsor (JIBI/Solopos/Antara)

Bencana alam Jateng diantisipasi dengan pendataan desa yang rawan bencana tanah longsor.

Semarangpos.com, SEMARANG – Dinas Energi, Sumber Daya, dan Mineral (ESDM) Jawa Tengah mengungkapkan adanya 2.024 desa rawan bencana tanah longsor di provinsi ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Kepala ESDM Jawa Tengah (Jateng) Teguh Dwi Paryono data tersebut dihimpun dari hasil evalusi yang dilakukan sepanjang 2002-2010.  “Dari  7.809 desa di Jateng, berdasarkan evalusi ESDM sampai 2010, terdapat 2.024 rawan tanah longsor,” ungkapnya dalam Rapat Evaluasi Penanggulangan Bencana di ruang rapat kantor Gubernur Jateng, Jl. Pahlawan, Kota Semarang, sebagaimana dipublikasikan Jatengprov. go.id, Rabu (13/7/2016).

Teguh belum mengetahui secara pasti kondisi 2016 karena evaluasi dilakukan antara lima sampai tujuh tahun, dan biasanya pada kurun waktu itu terjadi perubahan signifikan pada morfologi batuan yakni tebing-tebing yang punya kemiringan curam terganggu kestabilannya.

Ekspedisi Mudik 2024

Lebih lanjut, Teguh menyatakan perubahan tata guna lahan yang dilakukan penduduk di daerah rawan longsor, terutama yang dalam jangka waktu lama tidak terjadi longsor, juga semakin intensif. Kondisi tersebut membuat potensi longsor semakin besar.

ESDM Jateng mencatat, sepanjang April 2016 terjadi 20 bencana alam tanah longsor di Jateng, Mei 15 kejadian, dan Juni 18 kejadian. Lokasi-lokasi yang belum lama ini terjadi bencana longsor, sambung dia, sebetulnya sudah tidak layak lagi digunakan hunian, sebab saat terjadi curah hujan tinggi dan muncul retakan, pasti akan kembali longsor.

“Kami sebenarnya sudah melakukan pemetaan untuk relokasi dan sudah disampaikan ke kepala daerah terkait, namun masalahnya terkendala pada lahan yang akan dibebaskan, status lahan, dan masyarakatnya sendiri berat meninggalkan lokasi tempat tinggalnya selama ini,” ungkapnya.

Dinas ESDM, imbuh Teguh, sudah semaksimal mungkin menanggulangi bencana, antara lain dengan melakukan pelatihan bersama Badan Penanggulang Bencana Daerah (BPBD) kabupaten/kota secara rutin setiap tahun, menyangkut tanda-tanda terjadi bencana dan apa yang harus dilakukan. “Kami sangat mendukung untuk membentuk desa tangguh bencana,” tandasnya.

Dia menambahkan, jumlah alat early warning system (EWS) yang saat ini terpasang juga masih sangat kurang. Hingga 2015, ESDM baru memasang 38 alat dan BPBD 14 alat. “Keberadaan EWS sangat dibutuhkan, karena cakupan bencana semakin luas,” ujar Teguh.

Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan catatan 2.024 desa rawan longsor yang diberikan Dinas ESDM Jateng sangat membantu dalam melakukan penanggulangan bencana longsor. Ganjar meminta Dinas ESDM agar kembali melakukan evaluasi, mengingat sebentar lagi sudah memasuki periode evaluasi.

“Sambil menunggu evaluasi berikutnya, catatan 2.024 desa ini kita garap saja. Tempatnya di mana, kadesnya siapa. Kalau perlu nanti minta data detailnya agar penanganannya komprehensif. Kades [kepala desa] dan bupatinya kita gerakkan [membuat desa tangguh bencana]. Kalau enggak, provinsi yang inisiatif. Kalau tidak segera dilakukan, risikonya masyarakat akan kena lebih banyak,” beber Ganjar.

Mengenai alat EWS, Ganjar berupaya bisa memasang di 2.024 desa rawan longsor. Baik dengan meminta bantuan BNPB, pemerintah kabupaten atau kota, atau mencari funding.  “Minimal di 2.024 desa terpasang semua. Satu desa alatnya bisa banyak itu karena titik-titik coverage kecil-kecil. Ini yang coba kita dorong,” tutupnya.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya