SOLOPOS.COM - Ilustrasi waralaba restoran asing (liputan6.com)

Ilustrasi waralaba restoran asing (liputan6.com)

Indonesia telah diakui dunia sebagai sebuah negara yang memiliki keanekaragaman suku, budaya dan bahasa. Indonesia juga memiliki ribuan kuliner unik yang berbeda antara satu wilayah dan lainnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah membuat 30 ikon kuliner tradisional Indonesia yang siap dipopulerkan hingga ke luar negeri.

Siapa pun mengakui bahwa kuliner di Indonesia sangat banyak ragamnya, mulai dari aneka racikan nasi, yang menjadi makanan wajib orang Indonesia, ragam kue, sayur dan lauk pauk, hingga aneka minuman.

Dengan banyaknya jenis kuliner tersebut, industri kuliner menjadi salah satu industri yang berkembang saat ini, seiring dengan berkembangnya pariwisata dalam negeri.

Kendati demikian, potensi industri kuliner yang sangat besar tersebut juga dibidik oleh para pelaku restoran-restoran yang menyajikan kuliner-kuliner dari luar negeri. Restoran-restoran asing selalu dipenuhi pengunjung masyarakat perkotaan.

Benarkah masyarakat Indonesia lebih menyukai kuliner-kuliner asing yang ada di Tanah Air?

Bondan Winarno, Pengamat Kuliner, mengatakan ketidak setujuannya dengan pernyataan bahwa orang Indonesia lebih menyukai kuliner asing dibandingkan dengan kuliner tradisional.

“Angka tidak menunjukkan hal itu, Mc Donnal sudah ada di Indonesia sejak 1980. Sampai sekarang di seluruh Indonesia paling-paling ada 240-an,” ungkapnya kepada Bisnis.

Menurutnya, pertumbuhan ekspansi usaha waralaba asing tersebut kalah agresif jika dibandingkan dengan waralaba makanan asli Indonesia. Kentucky Fried Chicken (KFC) misalnya yang sudah ada sejak 1978 hingga saat ini baru sekitar 450 gerai di seluruh Indonesia.

Dalam waktu bersamaan, jumlah restoran lokal yang muncul jauh lebih banyak dibandingkan dengan restoran asing. Beberapa waktu lalu, restoran-restoran dari sebuah daerah tertentu hanya bisa ditemukan di daerah asalnya. Namun, sekarang restoran di luar provinsi asalnya semakin menjamur.

“Sekarang nyari Cotto Makassar sudah ada di Yogyakarta, sekarang makanan tradisional berani ke luar dari daerahnya,” ujarnya.

Bondan menuturkan, perlu ada dorongan bagi pelakui-pelaku industri kuliner tanah air agar berani berekspansi ke luar daerahnya. Mereka seharusnya bisa saling bertukar kuliner dari daerah-daerah masing-masing.

Hal tersebut dinilai lebih penting dibandingkan dengan ekspansi ke luar negeri. Pasalnya, potensi industri kuliner di Tanah Air jauh lebih menjanjikan.

Kendati demikian, Bondan tidak dapat merinci besaran potensi industri kuliner di dalam negeri. Dia hanya menggambarkan peningkatan kelas menengah dan pendapatan perkapita yang terus melonjak merupakan peluang besar bagi industri kuliner.

“Orang akan semakin jarang makan di rumah, istri-istru sudah bekerja. Itu sebuah peluang bisnis yang sangat terbuka,” kata dia.

Sementara itu pencetusan 30 ikon kuliner tradisional Indonesia dinilai sebagai langkah awal. Bondan sebagai salah satu perumus ikon kuliner menyebutkan kemungkinan akan terus berkembang hingga 200 bahkan lebih ikon kuliner tradisional.

Pencetusan ikon kuliner tersebut bertujuan untuk membuat kuliner tradisional semakin populer terutama bagi kalangan masyarakat Indonesia sendiri.

Selanjutnya, akan dilakukan standardisasi kuliner-kuliner tersebut hingga standardisasi nomenklatur. Dia mencontohkan akan ada standar bahwa Ayam Rica-Rica harus dengan menu dan bentuk aslinya.

“Atau Ayam Betutu ya harus seperti itu, bukan yang lain-lain. Itu yang sudah dimulai. Nanti pada saat yang tepat akan dibawa ke luar negeri. Hal itu sebagai upaya untuk menempatkan kuliner tradisional Indonesia di ranah yang lebih luas,” tegasnya.

Landasan pemilihan 30 ikon  kuliner tradisional  Indonesia tersebut berdasarkan beberapa kriteria. Pertama, bahan baku harus mudah diperoleh, baik di dalam maupun luar negeri, yang kedua kuliner tersebut telah dikenal oleh masyarakat luas, serta ada pelaku profesional praktisi kuliner tersebut.

Tiga puluh ikon kuliner tradisional Indonesia, yang diseleksi oleh Kelompok Kerja buatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang terdiri dari para praktisi dan pakar kuliner, yaitu Ayam Panggang Bumbu Rujak Yogyakarta, Gado-gado Jakarta, Nasi Goreng Kampung, Serabi Bandung, Sarikayo Minangkabau, Es Dawet Ayu Banjarnegara, Urap Sayuran Jogjakarta, Sayur Nangka Kapau, Lunpia Semarang, Nagasari Jogjakarta, Kue Lumpur Jakarta, Soto Ayam Lamongan, Rawon Surabaya, Asinan Jakarta, Sate Ayam Madura.

Berikutnya Sate Maranggi Purwakarta, Klappertaart Manado, Tahu Telur Surabaya, Sate Lilit Bali, Rendang Padang, Orak-arik Buncis Solo, Pindang Patin Palembang, Asam Padeh Tongkol Padang, Nasi Liwet Solo, Es Bir Pletok Jakarta, Kolak Pisang Ubi Bandung, Ayam Goreng Lengkuas Bandung, Laksa Bogor, Kunyit Asam Solo, serta Nasi Tumpeng. Ke-30 ikon kuliner ini ditetapkan sebagai ikon kuliner tradisional Indonesia di dalam maupun luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya