SOLOPOS.COM - Kondisi petilasan Ki Joko Budug yang berlokasi di Dusun Gamping, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Sragen. Petilasan ini berada di gubuk tua itu berada tak jauh dari Sendang Gampingan yang memiliki mata air hangat. (Solopos.com/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN — Makam Pangeran Samodro yang berlokasi di Gunung Kemukus, Sumberlawang, Sragen, merupakan objek wisata religi biasa menjadi jujukan para peziarah dari seluruh pelosok Tanah Air.

Namun, tak banyak yang tahu bila Sragen memiliki sejumlah tempat wisata religi lainnya yang barangkali bisa menjadi referensi berwisata Anda. Berikut Solopos.com sajikan tujuh tempat wisata religi yang belum banyak diketahui orang di Bumi Sukowati dari berbagai sumber.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

1. Situs Giren

Situs Giren berlokasi di Dukuh Giren, Desa Girimargo, Kecamatan Miri, Sragen. Situs Giren merupakan petilasan dari Sunan Giri. Konon, nama Giren berasal dari frasa Giri leren yang berarti tempat Sunan Giri beristirahat. Ya, di tempat inilah konon Sunan Giri beristirahat sebentar ketika dalam perjalanan dakwah menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa.

Ekspedisi Mudik 2024

Sesampainya di perbukitan, Sunan Giri kesulitan mendapatkan air untuk berwudu. Sunan Giri kemudian menancapkan sebuah tongkat ke tanah. Atas izin Allah, air kemudian keluar dari tanah. Sampai sekarang, sumber air yang berjarak sekitar 200 meter dari petilasan Sunan Giri itu masih ada.

2. Punden Tingkir

Punden Tingkir berlokasi di Dukuh Sangiran, Desa Krikilan, Kalijambe, Sragen. Bagi warga setempat, Punden Tingkir menyimpan banyak misteri. Warga tidak tahu siapa orang yang telah dimakamkan di Punden Tingkir itu. Berdasar cerita yang diwariskan secara turun temurun, konon Punden Tingkir merupakan petilasan dari Joko Tingkir, seorang raja Keraton Pajang (1550-1582) yang bergelar Sultan Hadiwijaya.

Oleh warga, sejumlah batu nisan itu dipercaya sebagai makam para pengikut Joko Tingkir yang meninggal dunia dalam perjalanan. Selama ratusan tahun, warga menjadikan Punden Tingkir sebagai tempat yang keramat. Oleh sebab itu, dahulu warga jarang menjamah kawasan itu karena terkesan angker.

Baca Juga: Dijual Rp296,4 Juta, Honda CB650R Indonesia Kena Facelift

Namun, berkat polesan tangan dari para anggota karangtaruna desa setempat, Punden Tingkir mampu disulap menjadi objek wisata. Forum Remaja Sangiran (Forsa) mengemas Punden Tingkir menjadi tempat wisata secara swadaya. Belakangan, Punden Tingkir biasa menjadi jujukan para anak sekolah untuk berkemah atau outbond. Sejumlah komunitas motor juga pernah berkemah di Punden Tingkir. Pemandangan alam di atas bukit dan beberapa spot selfie menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata ini.

3. Petilasan Ki Joko Budug

Petilasan Ki Joko Budug berada Dusun Gamping, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Sragen. Petilasan ini berada di gubuk tua itu berada tak jauh dari Sendang Gampingan yang memiliki mata air hangat. Ki Joko Budug memiliki nama lengkap Raden Haryo Bangsal Putra Raja Majapahit.

Sugiyono, warga sekitar menceritakan asal-usul petilasan Ki Joko Budug yang sudah menjadi cerita rakyat yang berkembang di masyarakat. Cerita bermula ketika Ki Joko Budug pergi dari kerajaan untuk berpetualang. Dia tiba di sebuah pemukiman di Desa Bayem Taman di kawasan Sine Ngawi. Di desa itu, Ki Joko Budug singgah di rumah Mbok Rondo Dadapan.

Tak jauh dari permukiman itu terdapat Kerajaan Pohan. Saat itu musim kemarau datang. Pohon Pisang Pupus Cinde Mas kesayangan Raja Kerajaan Pohan layu. Raja kemudian membuat sayembara. Siapa yang bisa mengalirkan air ke pohon Pisang Pisang Cinde Mas, jika laki-laki akan dijadikan menantu, jika perempuan akan dijadikan anak angkat.

Mendengar sayembara itu, Ki Joko Budug meminta izin Mbok Rondo Dadapan untuk mengikutinya. Dengan kesaktian dia, Joko Budug berhasil membuat terowongan di dalam tanah dengan tangan kosong. Terowongan itu menghubungkan Kali Sawur dengan taman yang ditanami pohon pisang kesayangan raja itu. ”Terowongan bawah tanah itu masih bisa dijumpai hingga sekarang. Ujung terowongan itu berada di Kali Sawur yang memisahkan wilayah Sragen, Jawa Tengah dengan wilayah Ngawi, Jawa Timur,” jelas Sugiyono.

Terowongan yang dibuat Joko Budug itu mampu mengalirkan air dari sungai menuju taman tempat pohon pisang itu ditanam. Berkat bantuan ki Joko Budug, pohon pisang kesayangan raja itu tidak jadi layu. Raja Pohan pun berencana mengawinkan Joko Budug dengan putrinya. Persoalannya, raja tidak mau menerima Joko Budug sebagai menantu selama kulitnya masih dipenuhi penyakit kulit, budug atau gudik.

Baca Juga: Bicara Kepada Diri Sendiri Bukan Berarti Gila, Ini 5 Manfaatnya

Raja kemudian memerintahkan seorang patih untuk memandikan Joko Budug di Sendang Gampingan. Sayang, patih itu mengalami gangguan pendengaran. Perintah raja untuk mbilasi [membersihkan dengan air] didengar patih untuk nelasi [menghabisi]. Oleh patih, Joko Budug akhirnya dihabisi nyawanya di dekat Sendang Gampingan.

Di dekat sendang itu, patih memerintahkan prajurit untuk membuat kubur atau liang lahat. Kubur itu dibuat seukuran orang biasa. Keanehan muncul ketika jasad Joko Budug hendak dikubur. Liang lahat itu tidak cukup besar untuk menampung jasad Joko Budug. Meski panjang liang lahat ditambah menjadi 11 meter, jasad Joko Budug tetap tidak bisa dimasukkan. ”Menurut wangsit yang didapat sepepuh kerajaan, Joko Budug bersedia dimakamkan asalkan berada satu liang dengan calon istrinya yang tak lain putri raja,” terang Sugiyono.

Sejak saat itu, Joko Budug tidak jadi dimakamkan di dekat Sendang Gampingan. Jasadnya kemudian dipindah ke Gunung Liliran yang berada tak jauh dari Kerajaan Pohan. Berita kematian Joko Budug akhirnya didengar Raja Majapahit. Raja kemudian memerintahkan pemindahan jasad Joko Budug dari Gunung Liliran ke Kerajaan Majapahit. ”Jadi, petilasan Ki Joko Budug itu ada di Dusun Gamping dan Gunung Liliran. Sampai sekarang, dua tempat itu biasa menjadi rujukan warga untuk berziarah,” jelas Sugiyono.

4. Petilasan Selir Joko Tingkir

Petilasan ini berlokasi di Dusun Bawang, Desa Poleng, Kecamatan Gesi yang berjarak 18 km dari Kota Sragen. Di perkampungan yang relatif terpencil itu tersimpan cerita tentang petilasan selir Joko Tingkir, raja Kerajaan Pajang bergelar Hadiwijaya yang berkuasa pada 1549-1582.

Di dusun ini terdapat bangunan cungkup yang berada di atas bukit. Cungkup itu berada di bawah pepohonan yang rindang. Di dalamnya terdapat tiga buah makam yakni Sih Leduni yang dipercaya sebagai selir dari Joko Tingkir, Sih Sampurna, putra dari Sih Leduni dan makam seorang nenek yang mengabdi kepada selir raja itu.

Punden Bawang selama ini kerap dikunjungi oleh warga. Para peziarah tak hanya datang dari Sragen, tetapi juga dari luar Jawa. Sebelum diperbaiki oleh warga sekitar, bangunan cungkup itu masih beratap daun lontar.

5. Makam Pangeran Sukowati

Makam Pangeran Sukowati berada di Desa Pengkol, Kecamatan Tanon, tepatnya di sebelah barat Sungai Bengawan Solo. Nama lain Pangeran Sukowati adalah Pangeran Handayaningrat. Dia dikenal sebagai tokoh besar Kerajaan Majapahit. Konon, sewaktu Kerajaan Majapahit runtuh, sebagian keluarga besar kerajaan lari ke Pulau Bali dan sebagian lari ke arah barat. Pangeran Handayaningrat memilih lari ke arah barat dan menetap di daerah ini. Dinding pagar makam Pangeran Sukowati terdapat simbol Kerajaan Majapahit. Simbol tersebut berbentuk sudut delapan mata angin.



6. Makam Ki Ageng Butuh

Komplek permakaman ini berjarak sekitar 16 kilometer dari Kota Sragen, tepatnya di Dusun Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh. Di permakaman itu, seorang penguasa Keraton Pajang (1550-1582) yang bergelar Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir dikebumikan.

Di kompleks pemakaman Butuh terdapat lebih dari 20 pusara yang dikelilingi tembok. Sembilan pusara di antaranya berada di dalam cungkup. Pusara Joko Tingkir berada pada bagian tengah cungkup itu.

Baca Juga: Jatuh Saat Ngontel di Gondangrejo, Guru PNS Solo Meninggal

Di halaman kompleks pemakaman terdapat batang kayu yang sudah keropos. Kayu itu diyakini sebagai sempalan perahu gethek yang membawa Joko Tingkir ke Dusun Butuh melalui Sungai Bengawan Solo. Sempalan gethek itu berupa belahan kayu jati sepanjang sekitar dua meter. Kedatangan Joko Tingkir ke Dusun Butuh yang saat itu masih berupa hutan belantara tidak lain untuk berguru kepada Ki Ageng Butuh. Dia dikenal sebagai murid Syeh Siti Jenar bersama ayah Joko Tingkir, Ki Kebo Kenanga. Hingga kini, Makam Joko Tingkir banyak diziarahi warga.

7. Makam Ki Ageng Srenggi

Makam Ki Ageng Srenggi berlokasi di Sragen Lor, Sragen. Nama lain Ki Ageng Srenggi adalah Tumenggung Alap-alap. Dilansir situs resmi Disparpora Sragen, Ki Ageng Srenggi merupakan panglima perang Sunan Amangkurat dari Kraton Kartasura yang meninggalkan jabatannya untuk mengabdi menjadi penyebar Ajaran Agama Islam di Wilayah Sragen Utara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya