SOLOPOS.COM - Ilustrasi belajar sistem kebut semalam (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Belajar dengan sistem kebut semalam atau SKS kerap menjadi pilihan pelajar atau mahasiswa. Apa alasan mereka melakukan belajar SKS dan apakah pola belajar semacam itu efektif?

Belajar sistem kebut semalam bisa diartikan sebagai proses belajar atau mengerjakan tugas, semalam sebelum ujian atau menjelang pengumpulan tugas. Anastasia Susiana Mustikajati, 23, mahasiswi di Jogja menceritakan pengalamannya saat menjalani SKS.

Promosi Desa BRILiaN 2024 Resmi Diluncurkan, Yuk Cek Syarat dan Ketentuannya

Kepada jeda.id, beberapa waktu lalu, ia mengaku sudah menjalani sistem kebut semalam ketika semester IV hingga semester VII. ”Aku bukan tipe orang yang suka mencicil tugas sih. Kalau udah mepet sama deadline, baru aku kerjain biasanya,” tutur perempuan yang akrab disapa Anas.

Menjalani aktivitas dan kesibukan lainnya, membuat Anas lebih suka menjalani SKS. Berbeda dengan Anas, Elvira Wanda Riantari, 22, sudah lebih awal melakukan sistem kebut semalam.

Baca Juga: Garap Film Justice League, Sutradara Zack Snyder Rela Tak Dibayar

Dia mengaku sudah menerapkan praktik ini sejak duduk di kelas X SMA hingga kuliah semester VI. Menerapkan belajar sistem kebut semalam membuatnya lebih mudah dalam mencerna materi saat belajar.

”Awalnya aku malas belajar dari jauh-jauh hari. Tapi setelah aku menerapkan sistem kebut semalam, materinya kayak lebih mudah masuk ke otak,” ucap perempuan yang akrab disapa Wanda.

Dia tidak hanya menerapkan SKS ketika belajar. Namun, juga dalam mengerjakan tugas yang tergolong ringan.

Banyak alasan mahasiswa lebih memilih menjalani belajar sistem kebut semalam. Salah satunya, kesibukan di luar akademik mengharuskan mahasiswa menjalani praktik ini. Dilansir dari Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling, mahasiswa yang belajar dengan praktik SKS, umumnya hanya ingin lulus dan tidak ingin menjalani remedi.

Baca Juga: Kisah Cinta Gibran - Selvi: Ketemu di Solo, Bersemi di Negeri Singa

Sedangkan, mahasiswa yang menjalani praktik SKS untuk mengerjakan tugas karena ada unsur prokrastinasi. Dikutip dari Repository Universitas Pendidikan Indonesia, prokrastinasi adalah penundaan pengerjaan tugas secara berulang dan disengaja.

Hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman pada mahasiswa. Walau menimbulkan rasa tidak nyaman, ternyata banyak mahasiswa beranggapan jika praktik SKS memiliki hasil lebih baik.

Mayoritas Pernah Belajar Sistem Kebut Semalam

Dilansir dari Exploring Cramming, pada 1989, Michaels dan Miethe pernah meneliti 676 mahasiswa di sebuah universitas di Atlantik. Hasilnya, 51 persen mahasiswa pernah menjalani belajar sitem kebut semalam.

Bahkan, beberapa mahasiswa meyakini jika praktik sistem kebut semalam ini sangat ideal untuk jam belajar mereka. Dikutip dari Qpractice, Thomas H. Mentos dalam bukunya yang berjudul The Human Mind, menjelaskan jika mahasiswa mudah kehilangan memori belajar sebesar 80 persen, ketika menjalani belajar sistem kebut semalam.

Baca Juga: Disiapkan Sejak 2010, Peti Mati Haji Suradi Prutul Wonogiri Dijadikan Meja Tamu

Penjelasan terkait juga datang dari Dr. Robert A. Bjork dari Universitas California. Dilansir dari How Stuff Works, ia menjelaskan jika awalnya praktik belajar SKS terasa efektif bagi mahasiswa. Namun, nyatanya praktik ini hanya berlaku untuk memori jangka pendek.

Bila diibaratkan belajar sistem kebut semalam ini seperti obat penghilang rasa sakit yang bisa membantu orang secara sesaat untuk menghilangkan rasa sakit seperti nyeri atau pusing. Mengonsumsi obat penghilang rasa sakit dalam waktu yang lama adalah hal yang buruk.

Konsumsi dalam jangka panjang bisa menyebabkan tubuh mengalami berbagai kondisi yang berkaitan dengan kesehatan. Dia juga berpendapat jika belajar sitem kebut semalam berdampak negatif pada akademik. Alasannya, mahasiswa lebih sering begadang sehingga cenderung mengantuk saat ujian berlangsung.

Selain berdampak pada akademik serta kesehatan, ternyata sistem kebut semalam juga berpengaruh pada praktik plagiarisme. Dikutip dari Dampak Sistem Kebut Semalam Terhadap Tingkat Plagiarisme Tugas Mahasiswa IKIP Siliwangi, sistem kebut semalam membuat mahasiswa mudah melakukan plagiarisme.

Baca Juga: Lirik dan Terjemahan Lagu Look What You’ve Done – Zara Larsson

Riset ini menunjukkan sebanyak 78 persen mahasiswa IKIP Siliwangi, hanya menyadur materi dari Internet. Mahasiswa sama sekali tidak menuangkan idenya dalam tulisan. Sedangkan, 73 persen lainnya mahasiswa lupa mencantumkan sumber dalam pengerjaan tugas. Secara tidak langsung, belajar sistem kebut semalam memiliki dampak negatif.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Prijana dan Andri Yanto dari Universitas Padjajaran Bandung dalam kajian berjudul Hubungan Pola Baca Mahasiswa dengan Prestasi Akademik yang dikutip dari researchgate.net.

Disebutkan pola baca dengan cara bertahap alias belajar secara kontinu memiliki keunggulan dibandingkan dengan pola baca dengan cara belajar sistem kebut semalam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya