Gua maria yang terletak di Dusun Bulu, Desa Giring, Kecamatan Paliyan, menjadi menjadi tumbuhnya tradisi multikultural di Gunungkidul. Gua yang biasanya dijadikan tempat ibadah umat Katolik itu juga kerap didatangi berbagai pemeluk agama lain.
Joko Pitoyo, 51, juru kunci dan pengelola Gua Maria Giring mengungkapkan beberapa kali umat agama lain datang ke tempat itu.
Promosi Mabes Polri Mengusut Mafia Bola, Serius atau Obor Blarak
“Pemeluk Islam, Hindu, Bunda bahkan kepercayaan sering datang kemari. Sebagian dari mereka datang untuk berdoa,” ujarnya kepada Harian Jogja beberapa waktu lalu.
Gua dengan luas area mencapai 10 hektare itu juga dimaanfaatkan oleh warga setempat untuk mencari nafkah. Warga Giring memanfaatkan gua maria untuk mengantarkan tamu mengitari sudut gua dan berdoa. Sebagian lainnya menjaga parkir sepeda motor.
Menurutnya kerukunan agama di Desa Giring sangat terjalin dengan baik.
“Kalau ada acara ritual besar seperti Natal, kami bahu membahu melayani para tamu,” tandasnya.
Sebagian besar pengantar tamu Gua Maria Giring adalah kaum wanita, sedangkan para lelaki lebih banyak menjual aneka makanan seperti kelapa muda, kacang dan aneka makanan kecil lainnya.
Gua itu menurut Joko pertama kali ditemukan pada 1975 oleh siswa sekolah dasar.
“Dulu yang menemukan siswa SD yang kemudian melaporkannya kepada Romo Harjosudarmo,”
Pada waktu itu, Romo Harjosudarmo sedang mencari gua untuk membuat perayaan Natal.
“Dahulu ketika ditemukan, gua itu masih bebatuan yang banyak ditumbuhi semak-semak dan banyak binatang buas,” imbuhnya.
Pada 1976 sampai 1978, Romo Sudarmo besama warga Paroki Wonosari melakukan kerja bakti untuk membersihkan gua. Kemudian pada 1979 gua tersebut diresmikan sebagi tempat peribadatan oleh Uskup Kardinal Yuwono.(Wartawan Harian Jogja/Kurniyanto)
HARJO CETAK
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
