SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Presiden terpilih AS Barack Obama dipandang banyak kalangan sebagai tokoh yang fenomenal. Diantaranya karena dia orang berkulit hitam pertama yang berhasil menduduki kursi kepemimpinan tertinggi di Amerika. Dengan demikian, seolah Obama menjadi representasi komunitas kulit hitam yang tersebar di berbagai negara, khususnya, dan secara umum seakan menjadi simbol kemenangan kelompok masyarakat dunia yang tertindas oleh kebijakan AS yang selama ini cenderung diskriminatif, represif dan menindas hanya untuk memperlancar kepentingan negara adi daya itu.

Euforia atas kemenangan Obama pun terasa juga ke negeri kita, Indonesia. Alasannya, karena Obama pernah melewati masa kecilnya di kawasan Menteng Jakarta. Sampai-sampai sekolah tempat Obama kecil sempat belajar pun ikut merayakan kemenangannya dengan membuat acara khusus bersama para murid dan orangtua mereka.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Media massa tak ketinggalan menyiarkan secara langsung acara pelantikan Obama, sebagai presiden terpilih AS yang paling fenomenal sepanjang sejarah pemilihan presiden di negeri tersebut, dengan sejumlah acara diskusi, debat dan analisis strategis mengamati kemenangan Obama sebagai orang nomor satu di negara adidaya Amerika Serikat yang tentu saja memiliki pengaruh global bagi negara di seluruh dunia tak terkecuali bagi Indonesia.

Di luar euphoria atas kemenangan Obama, tidak sedikit yang memandang pesimistis terhadap fenomena tersebut. Pandangan demikian bukan tanpa alasan mengingat sepanjang sejarah, pemimpin Amerika –siapa pun orangnya- selalu memiliki standar ganda dalam memandang problem dunia dan menentukan kebijakan strategis global.
Dalam hal ini, dunia Islam melihat kemenangan Barack Obama secara kritis, terlebih saat pidato pelantikan ia tak menyinggung nasib rakyat Palestina yang dibombardir agresor militer Israel tanpa perikemanusiaan hingga mengakibatkan terbunuhnya ribuan nyawa rakyat yang kebanyakan anak-anak tak berdosa.

Memetik pelajaran hidup bisa datang dari mana saja, termasuk dari kemenangan Obama. Saya kira semua hal di atas memberi banyak pelajaran kepada kita bahwa; pertama, umat Islam sudah semestinya memiliki kesadaran politik global. Hal ini karena pada kenyataannya seringkali umat Islam sebagai bagian dari masyarakat dunia diperlakukan secara tidak adil.

Maka kecermatan membaca hakikat di balik fenomena yang mengemuka menjadi penting untuk dilakukan sehingga umat Islam memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap segala macam bentuk ketidakadilan dan berbagai perilaku antikemanusiaan yang selain bertentangan dengan nilai-nilai mulia universal yang diterima manusia secara umum juga secara khusus bertentangan dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia. Sesungguhnya umat Islam mesti mewarisi misi global menegakkan keadilan dan kemuliaan (QS. Al-Anbiya’:107).

Kedua, umat Islam perlu membangun kemandirian di berbagai bidang kehidupan sehingga tidak menggantungkan kepada AS dan negara Barat. Ketergantungan yang besar kepada kekuatan Barat (AS dan Eropa) hanya akan membuat posisi tawar dunia Islam semakin lemah.

Kemandirian umat merupakan kemestian yang tidak bisa ditawar-tawar lagi agar umat memiliki wibawa dan harga diri serta mampu menjalin hubungan dengan negara mana pun berdasarkan prinsip kesetaraan dan kedaulatan.

Umat Islam mestinya hanya memiliki loyalitas mutlak kepada Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang beriman (QS. al-Maaidah:51 dan 55).

Ketiga, umat Islam harus berupaya sungguh-sungguh untuk mewujudkan persaudaraan dan persatuan umat. Sangat menyedihkan tatkala kita menyaksikan betapa umat tidak bisa satu kalimat dalam menyikapi kebiadaban tentara Israel yang melakukan serangan militer kepada penduduk sipil Palestina dalam Perang Gaza.

Harus diakui ini adalah kelemahan internal umat Islam hingga tidak mampu mewujudkan persaudaraan hanya karena sekat-sekat geografis dan kepentingan dunia yang fana. Umat Islam harus membuktikan keberimanannya dengan mengutamakan persaudaraan karena aqidah ketimbang terus saja bertengkar dalam persoalan-persoalan perbedaan pandangan fiqih yang memang tidak mungkin dihindari (QS. al-Hujurat: 10, at-Taubah: 71).

Keempat, upaya serius meningkatkan sumber daya manusia harus dilakukan semakin baik oleh umat. Hal ini karena sumber daya manusia menjadi kunci kemajuan peningkatan kualitas umat. Pendidikan, dalam upaya ini, menjadi bidang prioritas yang harus mendapatkan perhatian utama. Salah satu sebab kemajuan negara Barat pun adalah karena besarnya perhatian mereka terhadap bidang pendidikan.

Padahal, sebagaimana diungkap oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya, beberapa abad silam mereka masih tergolong bangsa Barbar yang terbelakang. Karenanya, pendidikan menempati peran yang strategis dan signifikan.  Maka wajar saja jika Rasulullah SAW mendorong kita untuk menuntut ilmu sebagai kewajiban yang mengikat setiap muslim (thalabul ‘ilmi fariidhatun ‘alaa kulli muslim).

Jadi, saya kira, jauh lebih penting bagi kita mencermati hakikat di balik fenomena sehingga dengannya kita memperoleh banyak pelajaran berharga bagi upaya perbaikan kualitas umat ketimbang sekadar larut dalam euphoria dalam beragam fenomena yang tidak jarang justru melenyapkan daya kritis kita untuk menyikapi peristiwa secara tepat dan bermanfaat

 

Oleh : Sigit Yulianta, ST. MSI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya